Seumur Jagung, Seumur Rezim Jose Mourinho di Benfica

18 Oktober 2017 15:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jose Mourinho tahun 2004. (Foto: AFP/Carl de Souza)
zoom-in-whitePerbesar
Jose Mourinho tahun 2004. (Foto: AFP/Carl de Souza)
ADVERTISEMENT
Gajah mati meninggalkan gading, Bela Guttmann mati meninggalkan kutukan.
ADVERTISEMENT
Milenium baru saja berganti ketika Jupp Heynckes duduk di takhta manajerial Benfica. Dia datang semusim sebelumnya, pada tahun 1999, dengan CV mengesankan. Real Madrid baru saja dibawanya menjadi juara Liga Champions untuk pertama kalinya selama lebih dari tiga dasawarsa. Benfica pun sah-sah saja untuk percaya bahwa Heynckes bisa jadi sosok yang tepat untuk mengenyahkan kutukan Guttmann.
Bela Guttmann sendiri meninggal pada tahun 1981 setelah pensiun sebagai pelatih sepak bola delapan tahun sebelumnya. Pada tahun 1962, Guttmann membawa Benfica menjuarai Liga Champions untuk kedua kalinya secara berturut-turut. Pria berdarah Yahudi ini kemudian mendatangi para direktur Benfica untuk meminta kenaikan gaji.
Permintaan Guttmann itu ditolak dan mantan pemain Hakoah Wien itu segera angkat kaki dari Benfica. Namun, sebelum berkelana ke Montevideo, tak lupa dia mengucap sumpah, "Sampai 100 tahun lamanya, Benfica tidak akan pernah menjadi juara Eropa." 55 tahun berselang, Aguias masih belum juga mampu lepas dari kutukan itu. Delapan final dijalani, baik itu di ajang European Cup/Liga Champions maupun Piala UEFA/Liga Europa, dan Benfica tak sekali pun menang.
ADVERTISEMENT
Ketika datang ke Benfica, Heynckes mendapati klub itu sedang terpuruk. Sudah sejak tahun 1995 mereka tidak pernah menjuarai Primeira Liga. Klub pun tengah terlilit utang yang jumlahnya mencapai puluhan juta euro.
Utang itu sebenarnya merupakan utang warisan. Berawal dari dekade 1980-an ketika mereka melakukan ekspansi stadion sampai kemudian disusul dengan transfer gila-gilaan (mereka pernah membeli sampai 100 pemain, red) di era Presiden Manuel Damasio, Benfica akhirnya mengalami gagal bayar pada era kepemimpinan Presiden Joao Vale e Azevedo yang dimulai pada 1997.
Pada musim pertamanya, Heynckes membawa Benfica finis di urutan ketiga klasemen. Tidak buruk, mengingat kala itu Porto dan Boavista memang sedang gahar-gaharnya. Oleh Azevedo, Heynckes pun kemudian kembali diberi kesempatan.
ADVERTISEMENT
Namun, di tahun keempat Azevedo menjadi presiden tersebut, situasi keuangan Benfica sudah sulit sekali untuk diselamatkan. Bahkan, mereka ketika itu harus menjual beberapa pemain bintang mereka, seperti Nuno Gomes yang sudah menjadi topskorer klub selama tiga musim terakhir serta Karel Poborsky dan Amaral. Mereka bertiga dilego dengan banderol lumayan ke Serie A Italia.
Jika penjualan pemain-pemain itu sama sekali tidak bisa dihindarkan, yang kemudian menjadi masalah adalah keputusan Heynckes dan Azevedo untuk melepas Joao Pinto. Bagaimana tidak? Ketika itu, pemain kelahiran 1971 tersebut merupakan kapten tim dan merupakan pemain dengan masa bakti terlama di Estadio Da Luz. Celakanya lagi, Pinto kemudian hijrah ke rival sekota Benfica, Sporting CP.
Inilah yang kemudian membuat para suporter murka. Kemudian, hasil di lapangan pun sama sekali tidak membantu Heynckes. Dalam empat pertandingan pertama, Benfica menang dua kali, imbang sekali, dan kalah sekali. Namun, satu kekalahan itu mereka derita dari Porto. Selain itu, di Piala UEFA pun mereka menelan kekalahan dari tim lemah asal Swedia, Halmstad, pada laga babak pertama.
ADVERTISEMENT
Alhasil, pada laga kandang menghadapi Estrela da Amadora, di mana Benfica butuh dua gol Pierre van Hooijdonk di menit ke-88 dan 89 untuk bisa menang, Heynckes dihujat habis-habisan. Setelah itu, mantan bomber Borussia Moenchengladbach itu tidak pernah terlihat lagi di Estadio Da Luz.
Azevedo tidak punya banyak pilihan kala itu. Dia tahu situasi klub sedang parah-parahnya dan dia pun punya target untuk kembali terpilih menjadi presiden dalam pemilihan umum. Akhirnya, dengan harapan agar stabilitas klub tidak semakin goyah, Azevedo menunjuk asisten Heynckes, Jose Mourinho Felix.
Kutukan yang Berulang
"Gila, saya tidak habis pikir klub seperti Benfica bisa sekacau itu," tutur Mourinho kepada penulis biografinya, Luis Lourenco, kala bercerita soal hari-hari pertamanya menjadi pelatih kepala Benfica.
ADVERTISEMENT
Ketika itu, Mourinho masih berusia 37 tahun; masih muda, tetapi dia tidak punya banyak waktu. Heynckes angkat kaki dari Benfica pada 18 September 2000 dan lima hari berselang, Mourinho sudah ditunggu sebuah tugas mahaberat: bertandang ke markas Boavista. Sebagai catatan, pada musim tersebut, Boavista akhirnya keluar sebagai juara liga.
Sebagai bekal untuk menghadapi sang calon juara, Mourinho pun meminta apa yang di kemudian hari bakal menjadi standar di rezim kepelatihannya, yakni dokumen berisi hasil pengamatan terhadap tim lawan. Namun, itulah yang kemudian menyentak Mourinho.
Dalam dokumen yang dia terima, hanya ada sepuluh pemain Boavista yang tercatat. Itu pun cuma sekadarnya. Di laga perdana sebagai pelatih kepala tim senior sebuah kesebelasan, Mourinho pun harus menelan kekalahan 0-1.
ADVERTISEMENT
Mourinho pun kemudian membenahi segalanya dan sepuluh pertandingan kemudian, Mourinho memimpin Benfica dalam kemenangan telak 3-0 atas Sporting. Hasil positif itu membuat dirinya berani melakukan apa yang dulu dilakukan Bela Guttmann. Tidak sama persis, memang, karena Mourinho tidak meminta kenaikan gaji. Ketika itu, dia cuma meminta agar diberi kontrak jangka panjang.
Celakanya, ketika itu presiden Benfica bukan lagi Joao Azevedo. Dalam pemilu, Azevedo lengser—sebelum akhirnya pada 2001 dijatuhi hukuman penjara akibat penggelapan uang—dan digantikan oleh Manuel Vicarinha.
Vicarinha sendiri sudah punya calon yang diusung untuk menjadi pelatih kepala klub. Namanya Toni. Nama lengkapnya Antonio Jose Conceicao Oliveira dan dia adalah legenda klub pada dekade 1970-an. Tak cuma itu, dia pun pernah berjasa membawa Benfica menjadi juara liga dua kali.
ADVERTISEMENT
Oleh Vicarinha, permintaan Jose Mourinho ditolak dan Toni diangkat menjadi pelatih sebelum akhirnya lengser pada 2002. Mourinho pun kemudian memilih untuk menerima pinangan Uniao de Leiria, sebelum akhirnya menjadi The Special One bersama Porto sekaligus menahbiskan diri sebagai salah satu pelatih sepak bola terbaik di abad ke-21.
Kamis (19/10/2017) dini hari WIB, Jose Mourinho akan kembali ke tempat dirinya dulu dicampakkan. Mourinho memang tidak membawa kutukan seperti halnya Bela Guttmann. Akan tetapi, kini dirinya sudah menjadi manajer dari sebuah kesebelasan berjuluk "Iblis Merah" dan seharusnya, bagi Benfica, ini lebih menakutkan daripada sebuah kutukan.
=====
Pertandingan matchday ketiga Liga Champions Grup A antara Benfica dan Manchester United akan dihelat pada Kamis (19/10) dini hari WIB pukul 01.45 di Estadio Da Luz, Lisbon.
ADVERTISEMENT