Tantangan Fisik untuk Egy Maulana dan Bagaimana Dia Bisa Mengatasinya

13 Maret 2018 17:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Egy di kandang Lechia Gdansk, Stadion Energa. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Egy di kandang Lechia Gdansk, Stadion Energa. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
ADVERTISEMENT
"Badan saya memang kecil, tapi tidak pernah merasa takut. Saya punya kelebihan untuk bisa bersaing dengan pemain-pemain di sini. Karena, semua juga tahu kalau (Lionel) Messi juga (bertubuh) kecil, kan?"
ADVERTISEMENT
Pernyataan itu meluncur dari bibir Egy Maulana Vikri persis setelah dirinya diperkenalkan secara resmi oleh Lechia Gdansk, Minggu (11/3/2018) lalu. Meski bertubuh mungil untuk ukuran pemain di liga Eropa, tak ada ketakutan sedikit pun yang terpancar dari diri Egy. Pemuda 17 tahun itu mengaku tidak pernah gentar menghadapi lawan-lawan yang bertubuh lebih besar.
Egy boleh saja mengobral kepercayaan diri. Akan tetapi, faktanya adalah Ekstraklasa bukan kompetisi yang ramah untuk pemain sepertinya. Dalam artian, pemain yang bertubuh kecil serta mengandalkan skill individual sepertinya. Pasalnya, di kompetisi teratas Polandia itu kekuatan fisiklah yang jadi primadona.
Pawel Machitko, seorang jurnalis Polandia, mengungkapkan skeptisismenya kepada kumparan. Bagi Machitko, pemain macam Egy akan sulit berkembang di kompetisi seperti Ekstraklasa. Keraguan Machitko itu disokong oleh fakta bahwa tidak banyak pemain Asia yang sukses berkiprah di Polandia. Dari 10 pemain asal Palestina, Jepang, dan China yang pernah merumput di sana sebelumnya, paling-paling hanya Takafumi Akahoshi yang bisa disebut berhasil.
ADVERTISEMENT
Akahoshi yang kini merumput di Liga Thailand bersama Suphanburi itu pernah bermain di Ekstraklasa selama empat musim, antara 2011 s/d 2013 dan 2015 s/d 2016. Di sana dia bermain untuk Pogon Szczecin sebanyak 106 kali dan mencetak 20 gol. Itu pun tidak semuanya dilakukan Akahoshi di Ekstraklasa. Pada dua musim pertamanya, dia harus bermain dulu di I Liga atau divisi kedua Liga Polandia.
Tak cuma itu, Direktur Teknik Lechia, Janusz Melaniuk, juga secara tersirat sudah mengungkapkan bahwa postur Egy berpotensi memunculkan masalah baginya kalau tidak ditangani secara benar. Artinya, tantangan bagi Egy sangatlah besar. Dia memang tidak takut, tetapi bukan berarti keberaniannya itu sudah cukup. Untuk mengarungi kompetisi yang karakteristiknya sama sekali berbeda dengan kompetisi di Asia, khususnya Indonesia, Egy tentu butuh persiapan ekstra.
ADVERTISEMENT
Lalu, apa saja yang harus dilakukan Egy? Well, menurut pelatih fisik PSS Sleman, Komarudin, caranya hanya satu. Yakni, melatih otot. Menurutnya, hanya dengan cara inilah Egy bisa terbantu dalam mengarungi kerasnya Ekstraklasa.
"Yang jelas, untuk pemain sekelas Egy, dia tidak boleh mengubah ciri khasnya. Tetapi, sebagai pemain depan, yang perlu dipikirkan adalah bagaimana lawan nanti akan menghentikan dia juga dengan ciri khasnya (bermain keras, red). Supaya kalau di-body charge tidak gampang kalah, maka dia harus selalu melakukan weight training (latihan beban)," ungkap Komarudin ketika dihubungi kumparan (kumparan.com) via telepon, Selasa (13/3/2018).
"Untuk membentuk otot, nggak ada cara yang lebih efektif dibanding weight training dan fitness," lanjutnya.
Komarudin menjelaskan, secara spesifik ada empat tahapan yang harus dilalui Egy untuk memperkuat ototnya. Yakni, pembentukan strength, peningkatan hipertrofi (ukuran sel-sel) otot, peningkatan daya tahan, dan terakhir, peningkatan power (daya ledak) otot.
ADVERTISEMENT
Egy saksikan Lechia Gdansk vs Legia Warszawa (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Egy saksikan Lechia Gdansk vs Legia Warszawa (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
"Untuk itu, Egy harus memulai lagi dari nol dan ini harus ditekankan lagi karena sejauh yang saya lihat selama ini dia lebih sering berlatih fisik dengan menggunakan bola. Kalau latihan fisik dengan bola, yang dilatih hanyalah endurance (ketahanan) dan kecepatan. Untuk melatih otot, yang diperlukan adalah latihan beban sendiri," jelas mantan pelatih fisik Tim Nasional Indonesia ini.
"Seperti pemain-pemain luar yang lain, mereka 'kan punya personal trainer sendiri untuk latihan kebugaran. Jadi, pelatih fisik di tim itu tidak harus capek-capek membentuk fisik mereka. Nggak mungkin kalau [pemain] sekelas [Cristiano] Ronaldo dengan fisik sedemikian bagus tanpa latihan fisik sendiri," imbuhnya lagi.
Menurut Komarudin, latihan fisik adalah kebutuhan pemain secara pribadi dan ini memang harus dilakukan Egy di luar jam latihan dengan tim. Latihan yang dilakukan pun harus mencakup semua bagian tubuh, entah itu upper body (torso, lengan, dsb) maupun lower body (tungkai).
ADVERTISEMENT
"Egy itu saya lihat upper body-nya masih lemah dan itu harus mendapat porsi lebih, tetapi lower body juga harus ditambah supaya dia lebih kokoh," kata Komarudin.
Egy pun kemudian dibandingkan Komarudin dengan dua mantan anak asuhnya di Timnas dulu, Andik Vermansah dan M. Taufiq. Menurut Komarudin, pendeknya Egy dan pendeknya dua pemain itu berbeda.
"Andik itu kuat karena dia rajin latihan fisik. Saya lihat sendiri dulu bagaimana dia sangat disiplin dalam melatih otot-ototnya. Meski kelihatannya kecil, Andik itu kokoh, baik upper body maupun lower body-nya," kenang Komarudin. "Taufiq juga begitu. Sama dengan Andik, dia disiplin pribadinya sangat bagus."
Egy diperkenalkan dan jajal lapangan Gdansk (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Egy diperkenalkan dan jajal lapangan Gdansk (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Lalu, adakah cara lain bagi Egy untuk memperkuat ototnya? Well, bukannya tidak ada, kata Komarudin, tetapi alangkah baiknya jika proses-proses yang harus dilalui tadi ada yang dilewatkan.
ADVERTISEMENT
"Jangan sampailah kita melakukan pendekatan instan. Jangan tiba-tiba latihan power sebelum melatih strength atau hipertrofi-nya dulu. Saya pikir, untuk Egy prosesnya harus pelan-pelan, tidak bisa langsung," jelasnya.
"Sementara ini, karena Egy secara fisik belum siap secara fisik, dia harus lebih efektif dalam bermain. Jangan memaksakan diri untuk berduel. Sementara ini, Egy mau tidak mau harus mengandalkan kecerdasan dalam bermain," imbuh Komarudin.
Bagi pemain seperti Egy, ada sebuah anggapan bahwa apabila dia memperkuat otot-ototnya, hal itu akan berpengaruh pada kecepatan dan kelincahannya. Namun, Komarudin menampik anggapan tersebut. Baginya, kekuatan otot tidak ada pengaruhnya dengan kecepatan seorang pemain.
"Kecepatan itu tidak akan hilang karena itu adalah bakat. Jadi, memang ada pemain yang secara natural sudah cepat karena serabut otot putihnya lebih banyak. Kalau pemain yang lebih banyak serabut otot merahnya, mereka akan lebih bagus dalam hal daya tahan, misalnya para gelandang. Untuk winger atau striker biasanya lebih banyak serabut otot putihnya," papar Komarudin.
ADVERTISEMENT
Pria yang juga merupakan dosen Universitas Negeri Yogyakarta ini melanjutkan bahwa sangat mungkin dalam dua tahun Egy sudah bisa mencapai puncak performa fisiknya.
Konpers Egy Maulana Vikri - Lechia Gdansk. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konpers Egy Maulana Vikri - Lechia Gdansk. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
"Secara teoretis, seorang pemain bola biasanya mencapai usia emas fisiknya antara usia 20 sampai 28 tahun. Nanti umur 29 atau 30 dia akan menurun. Akan tetapi, Egy ini punya bakat istimewa. Ada pengecualian untuk pemain-pemain seperti itu. Sangat mungkin dia ini mencapai puncak kondisi fisiknya lebih awal dari pemain yang lain," tutur Komarudin.
"Nanti semuanya tinggal bagaimana dia menjaga kondisi fisiknya sendiri. Bagaimana dia menjaga makannya dan waktu istirahat itu juga penting. Banyak pemain Indonesia yang sudah turun sebelum usia 30 karena tidak disiplin," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Terakhir, Komarudin juga menjelaskan soal tinggi badan Egy. Dengan postur 165 cm, Egy memang tergolong sangat pendek untuk ukuran pemain yang merumput di liga Eropa.
"Ya, Egy mungkin masih bisa tumbuh sedikit. Sekitar 2 atau 3 sentimeter. Nanti di usia 20 tahun biasanya pertumbuhan sudah mandeg. Tapi, bagi pemain sepak bola 'kan tinggi badan bukan masalah besar karena sepak bola itu permainan invasi, bukan permainan net. Kalau kita ngomongin basket atau voli itu tinggi badan baru berpengaruh besar," tutup Komarudin.
Jadi, begitulah hasil obrolan kami. Bagaimana, Egy? Sudah siap bertarung di liga yang keras seperti Ekstraklasa?