Yusuf Arifin Luncurkan "Dongeng dari Negeri Bola"

7 Oktober 2017 15:30 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pada 1997, setahun setelah euforia yang begitu membumbung usai perhelatan Piala Eropa 1996, Yusuf Arifin menjejakkan kakinya di Inggris, negeri yang mengaku-aku sebagai tempat kelahiran sepak bola.
"Karena saya tinggal di Inggris, saya harus menemukan sesuatu yang tidak akan bisa ditemukan oleh orang yang tidak tinggal di situ. Nah, saya kemudian tidak mau melakukan analisis lagi. Saya mau mendongeng saja," ujar Yusuf Arifin.
Di situlah, bagi Yusuf Arifin, semuanya bermula. Dari pemikiran itulah dia kemudian mulai menuliskan sepak bola dengan cara berbeda.
Yusuf Arifin dan buku "Dongeng dari Negeri Bola". (Foto: Yoga Cholandha/kumparan)
Perbedaannya, tentu saja, ada pada sisi perspektif. Dalam tulisan-tulisannya, Yusuf Arifin yang akrab disapa Dalipin ini sebenarnya tidak pernah menulis tentang sepak bola itu sendiri. Bagi Chief of Collaborative Journalism kumparan (kumparan.com) ini, sepak bola hanyalah alat untuk menceritakan berbagai gejala sosial yang ditemukannya selama 17 tahun tinggal di Inggris sana.
ADVERTISEMENT
Ia pernah menuliskan kisah juara Leicester City dari sudut pandang imigran di kota tersebut atau melantunkan ulang "I'm Forever Blowing Bubbles", lagu kegemaran para pendukung West Ham United itu, dan merepresentasikannya sebagai kisah pilu orang-orang kelas menengah yang mimpinya mati di tengah jalan.
Jumat (6/10/2017) siang WIB, Dalipin berbicara di depan audiens talkshow "Menulis Sepak Bola" Kampung Buku Jogja di Lembah Universitas Gadjah Mada (UGM). Bersamanya, ada dua penulis sepak bola lain, Eddward Samadyo Kennedy dan Sindhunata. Di acara tersebut, sekaligus diselenggarakan pula soft launching bukunya yang berjudul "Dongeng dari Negeri Sepak Bola".
Buku tersebut berisi kumpulan esai khas Dalipin yang sebelumnya sudah pernah diterbitkan via media daring. Dengan pelbagai perubahan seperlunya, esai-esai itu dibukukan dan diterbitkan lewat penerbit independen Yogyakarta, Indie Book Corner.
ADVERTISEMENT
Yusuf Arifin bersama Eddward S.K. dan Shindunata. (Foto: Yoga Cholandha/kumparan)
Dalam talkshow itu, Yusuf Arifin bercerita panjang lebar mengenai proses kreatifnya. Ketika pertama kali menulis sepak bola pada 2001, taktik dan pemahaman sepak bola jadi pilihan untuk ditulis. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, Yusuf Arifin pun menyadari bahwa pertandingan sepak bola bisa disaksikan siapa pun di mana pun. Itulah yang kemudian menggugah dirinya untuk mencoba mencari hal baru hingga akhirnya dia pun memilih untuk jadi pendongeng.
Selama menulis, ada dua hal yang tidak pernah ditanggalkan Dalipin, yakni kemauan membaca dan kemampuan melakukan observasi. Kedua hal ini memang pada akhirnya berhubungan. Ketika seseorang banyak membaca, kata pria kelahiran 1968 ini, itu akan memudahkan dia untuk berimajinasi saat mengamati sebuah fenomena.
ADVERTISEMENT
Contoh paling nyata dari kaitan ini ada pada satu dongeng Yusuf Arifin soal Swansea yang nyaris bangkrut tetapi kemudian mereka mampu bangkit hingga akhirnya sanggup menjuarai Piala Liga Inggris. Perjuangan Swansea yang menolak mati itu disangkutkannya dengan puisi "Do Not Go Gentle into That Good Night" karya Dylan Thomas. Kebetulan, Thomas sendiri merupakan orang Wales, sama seperti Swansea.
Kisah-kisah seperti itulah yang bisa kita temukan dalam buku "Dongeng dari Negeri Bola" ini. Apabila bagi Anda sepak bola itu lebih dari sekadar permainan 11 melawan 11 selama 90 menit, maka buku ini adalah santapan pas untuk Anda.