Lika-Liku Mengembangkan Komunitas

Yoga Gembira
Komunitas Yoga Gembira, Taman Suropati, Menteng, Jakpus, terbuka untuk umum, tiap Minggu pagi pukul 7
Konten dari Pengguna
5 Februari 2017 17:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yoga Gembira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Komunitas Yoga Gembira di Taman Surapati (Foto: Social Yoga Club/Facebook)
SUATU ketika saya pernah diajak masuk dalam sebuah komunitas. Beberapa orang sanggup mengumpulkan teman-temannya yang memiliki minat yang sama kemudian mengajak bertemu di sebuah tempat secara berkala. Tidak ada misi dan visi yang muluk-muluk. Kami cuma hanya ingin berlatih bersama.
ADVERTISEMENT
Awalnya memang ramai. Beberapa pertemuan awal terasa penuh antusiasme. Kami berjanji untuk bertemu kembali dan berlatih. Optimisme membuncah. Kami yakin komunitas kami akan tumbuh dan besar. Kami bahkan sudah membuat akun-akun media sosialnya untuk menyebarkan pesan. Tetapi lama kelamaan saya tahu komunitas ini bakal mati juga. Karena apa?
Sederhana saja penjelasannya. Pertama, komunitas rintisan ini tidak memiliki jadwal dan tempat latihan rutin yang bisa dipastikan. Bagaimana kita bisa menjelaskan pada orang bahwa ada komunitas yang nyata, konkret dan eksis serta beranggotakan banyak orang jika jadwal pertemuannya saja tidak ada yang bisa menebak. Kadang hari X ada yang bisa berlatih, pertemuan terselenggara. Kadang hari Y ada beberapa yang sibuk, pertemuan kosong. Mulanya ingin berlatih secara rutin di tempat A, tetapi kemudian berubah pikiran di tempat B.
ADVERTISEMENT
Alasan kedua ialah karena komunitas ini sepenuhnya mengandalkan ketersediaan waktu dan tenaga beberapa orang saja. Namanya saja sebuah komunitas, kalau hanya mengandalkan beberapa orang saja, dan beberapa orang ini sudah sibuk sendiri, sudah dipastikan ia akan layu sebelum berkembang.
Selama hampir 7 tahun terakhir saya terlibat dalam komunitas Yoga Gembira di Taman Suropati, beruntungnya kedua tantangan besar di atas dapat dijawab dengan baik sehingga komunitas bisa terus berkembang.
Namun, selain dua faktor tersebut, ada sejumlah poin lain yang turut menentukan berkembang tidaknya sebuah komunitas. Apa saja faktor-faktor itu?
DANA. Komunitas memang bukan dan lain sekali dari sebuah entitas bisnis yang berorientasi laba dan digerakkan oleh para pekerja profesional dan terampil tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa semua kegiatannya toh pasti memerlukan uang juga. Jadi, jika para pegiat sebuah komunitas ingin komunitasnya berkembang, adalah sebuah permakluman jika mereka mesti bersedia menyisihkan sejumlah uang untuk komunitas yang mereka sayangi. Hanya saja memang besarnya dana sumbangan itu tidak bisa dipaksakan. Bahkan hanya untuk sekadar menetapkan “minimal Rp…” saja rasanya kurang etis dan kontradiktif. Karena bagaimana mungkin sumbangan bisa disebut sebagai “sukarela” tetapi dibatasi jumlah terendahnya? Tantangan lain terkait pengumpulan dana ini ialah bagaimana dana bisa dikumpulkan serta digunakan secara transparan sebagai pertanggungjawaban pada mereka yang menyumbang sebagai pemangku kepentingan (stakeholder) dalam komunitas.
Latihan bersama Komunitas Yoga Gembira (Foto: Social Yoga Club/Facebook)
KADERISASI. Istilah ini mungkin terdengar begitu formal tetapi tidak bisa dihindari penggunaannya karena komunitas bagaimanapun juga adalah sebuah organisasi juga. Hanya saja, bentuknya memang lebih “cair” dan informal. Jika sebagian besar anggota komunitas adalah orang-orang yang sama (alias “itu-itu saja”), risikonya adalah mereka akan mencapai titik kebosanan (burnout). Penjelasannya seperti ini:menjadi relawan sekali atau dua kali pertama mungkin rasanya penuh gairah dan semangat. Bulan dan tahun berganti, semangat itu mungkin akan tetap ada tetapi lazimnya akan menurun. Jika tidak ada penyegaran dan insentif (terutama jika relawan dan aktivis sudah begitu banyak berkorban untuk komunitas tetapi apresiasi terhadap hasil kerja keras mereka dalam berbagai bentuk masih mereka rasa sangat kurang dari kepantasan), semangat menjalankan dan mengembangkan komunitas akan turun drastis. Dan ini bisa ditandai dengan lesunya semangat dan mulai terjadi perselisihan dan silang pendapat dengan pegiat lain. Bila ini terjadi, yang biasanya terjadi ialah komunitas akan ditelantarkan. Jika pembiaran ini terjadi, tak mustahil komunitas akan tenggelam. Cara agar komunitas tetap penuh semangat tidak lain adalah dengan mengisinya dengan semangat baru yang dibawa oleh orang-orang baru. Apalagi dalam komunitas yang sangat cair dan tidak memiliki hierarki organisasi yang baku yang di dalamnya orang bisa datang dan pergi sesuka hati, kelanggengan komunitas akan sangat bergantung pada kerelaan orang-orang di dalamnya untuk meluangkan waktu dan tenaga (karena justru pada kenyataannya ini yang lebih langka daripada dana). Jika orang-orang lama sudah memiliki kesibukan baru yang menyita waktu luang mereka untuk komunitas dan mereka sudah mulai bosan, orang-orang baru (sebutlah “kader-kader baru”) itu akan bisa menggantikan mereka. Dan komunitas akan bisa terus hidup.
ADVERTISEMENT
KEANGGOTAAN. Komunitas mungkin tidak perlu menerapkan serangkaian kriteria keanggotaan apalagi jika komunitas itu ingin menekankan prinsip keterbukaan dan inklusivitas daripada ketertutupan dan eksklusivitas. Namun, akan lebih baik jika keanggotaan itu terdokumentasi dengan baik. Daftar anggota ini sangat diperlukan jika komunitas ingin merangkul atau dirangkul pihak lain untuk sebuah acara atau event.
Terlibat dalam sebuah komunitas mungkin adalah salah satu hal yang paling berdampak positif dalam kehidupan seseorang. Tidak jarang seseorang bisa lebih cepat maju dan bersemangat dalam belajar sesuatu jika mereka masuk dalam komunitas yang sesuai dengan minat mereka. Dan tidak ada kerugian yang bisa dihasilkan dari komunitas yang tumbuh dari iktikad baik untuk berkegiatan yang berdampak baik bagi sebanyak mungkin orang.
ADVERTISEMENT
Jadi, jika Anda memiliki teman-teman dengan minat yang sama dan dapat berkomitmen untuk membesarkan sebuah komunitas secara sosial, jangan tunda. Lakukan sekarang! (*/ Akhlis - Pegiat Komunitas Yoga Gembira)
Twitter: @socialyogagembira
Grup Facebook: Yoga Gembira