Investasi Ilegal, Problem Lintas Sektoral

Konten dari Pengguna
20 Agustus 2017 8:21 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yogie Maharesi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada tahun-tahun belakangan kian marak investasi ilegal di berbagai daerah di tanah air. Seolah tak ada habisnya, kasus demi kasus bermunculan memakan korban. Hitungan kerugian lenyapnya uang yang ditanggung masyarakat bernilai fantastis. Modus penipuannya beragam dengan tawaran menggiurkan.
ADVERTISEMENT
Saat ini ramai kasus First Travel, sebuah biro perjalanan umrah. Usahanya ditutup dan pemiliknya ditangkap untuk menjalani proses hukum. Pelaku disangkakan pasal penipuan dan penggelapan, pelanggaran informasi dan transaksi elektronik, serta dikembangkan sebagai Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dana masyarakat yang First Travel himpun sekitar Rp550 miliar.
Modus operandi First Travel menawarkan tiga macam paket umrah yang harganya signifikan di bawah harga pasar, yaitu promo Rp14,3 juta, reguler Rp25 juta dan VIP Rp54 juta per perjalanan. First Travel memiliki 1.000 agen untuk merekrut jamaah. Sejak 2015 pemberangkatan jamaah yang sudah bayar mulai tersendat.
Sebelum kasus First Travel mencuat, terungkap kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa di Depok, Jawa Barat. Pengelolanya ditahan dan menjalani proses hukum atas dugaan penipuan dan penggelapan investasi fiktif dengan melarikan dana ratusan ribu investornya senilai total Rp3 triliun. Koperasi menjadi kedok menarik dana dari para investor secara ilegal.
ADVERTISEMENT
Dalam aksinya pengelola KSP Pandawa memiliki bawahan dengan tingkatan leader dari level diamond, gold, hingga silver untuk menarik investor. Leader yang berhasil menarik investor mendapatkan fee sebesar 20%, sedangkan keuntungan untuk investor sebesar 10% per bulan. Tapi ternyata, pengelola KSP Pandawa meminjamkan kembali uang dari investor kepada para pedagang usaha kecil dan menengah (UKM) di pasar-pasar se-Jabodetabek dengan bunga 20% per bulan. Kredit macet para pedagang membuat perputaran uang terhambat sehingga imbal balik bagi investor terhenti.
Kasus First Travel dan KSP Pandawa merupakan dua kasus berbeda. Tapi kini diketahui ternyata ada aliran dana dari First Travel ke KSP Pandawa. Diperlukan penelusuran lebih jauh untuk mengungkap adakah kemungkinan First Travel menginvestasikan uang jamaah ke KSP Pandawa karena tawaran imbal hasil 10% per bulan.
ADVERTISEMENT
Masih banyak kasus-kasus investasi ilegal yang mengemuka. Diantaranya Dream for Freedom (D4F) yang berhasil merekrut 700 ribu investor dan meraup dana Rp3,5 triliun. Kemudian PT. Cakrabuana Sukses Indonesia (CSI) dengan 7 ribu peserta dan total dana terhimpun Rp2 triliun. Ada pula UN Swissindo merekrut 300 ribu peserta dan dana terhimpun tidak kurang dari Rp8 miliar.
Beberapa contoh kasus lain pada tahun 2013-2014 menggambarkan betapa dahsyat daya tarik investasi ilegal sekaligus kerugian yang dialami masyarakat. Diantara entitas/perusahaan/pihak pelaku investasi ilegal beserta dana yang diraup yaitu Gold Bullion Indonesia Rp1,2 triliun, Lautan Emas Mulia Rp618 miliar, Raihan Jewellery Rp400 miliar, Asian Gold Concept Rp13,5 miliar, Primaz Rp3 triliun, DBS Rp95 miliar dan koperasi Cipaganti Rp3,2 triliun.
ADVERTISEMENT
Karakteristik, Bentuk dan Metode
Jumlah masyarakat yang menjadi investor atau peserta dalam investasi ilegal mencapai angka jutaan orang. Hal ini menyadarkan kita betapa besarnya "pangsa pasar" investasi ilegal di Indonesia. Sangat banyak tentunya masyarakat yang tergiur ingin memperoleh keuntungan besar secara instan dalam waktu singkat tanpa kerja keras. Rendahnya pengetahuan tentang produk dan layanan keuangan (literasi keuangan) serta ketidakpahaman mengenai ciri-ciri investasi ilegal menambah sebab sedemikian banyaknya korban.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), karakteristik umum produk investasi ilegal yaitu keuntungan yang ditawarkan sangat tinggi atau dalam jumlah yang pasti. Produk investasi ilegal juga dijanjikan dijamin dengan instrumen tertentu seperti emas, giro, atau dijamin oleh pihak tertentu seperti pemerintah, bank dan lain-lain. Sering pula dalam penawarannya, pelaku menggunakan nama perusahaan-perusahaan besar secara tidak sah untuk meyakinkan calon investor. Kemudian, dana masyarakat tidak dicatat dalam akun yang terpisah agar pelaku mudah menggunakannya secara tidak bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Bentuk produk investasi ilegal umumnya menawarkan imbal hasil secara tetap dan tidak akan terpengaruh oleh risiko apapun. Bentuk lainnya bisa simpanan yang menyerupai produk perbankan (tabungan atau deposito), atau surat Delivery Order (D/O) atau Surat Berharga yang diterbitkan suatu perusahaan. Ada pula yang berbentuk penyertaan modal investasi, dan program investasi online melalui internet.
Sementara dari sisi metode penawaran, produk investasi ilegal biasanya dilakukan melalui tenaga pemasaran secara langsung, melalui bisnis dengan menggunakan sistem yang menyerupai pemasaran berantai, menggunakan kegiatan keagamaan untuk menarik nasabah, atau menggunakan media internet/online. Acara seminar atau investor gathering sering diadakan untuk menggaet investor, dengan menghadirkan public figure seperti artis, tokoh politik atau pejabat yang sudah lebih dulu menjadi investor dan diklaim sudah merasakan keuntungan berinvestasi.
ADVERTISEMENT
Lintas Sektoral
Data OJK menyebutkan selama 2013-2017 terdapat 484 entitas yang diduga melakukan investasi ilegal. Sebanyak 80 perusahaan dipastikan merupakan perusahaan yang menghimpun dana atau investasi tanpa kejelasan ijin. Terakhir pada Januari-Juli 2017 saja, 29 perusahaan telah dihentikan operasinya. Patut dicermati bahwa sebagian besar dari pelaku investasi ilegal bukanlah entitas lembaga jasa keuangan yang resmi berada di bawah kewenangan OJK baik perijinan, pengaturan maupun pengawasannya.
Dari sisi legalitas, jenis pertama dari pelaku investasi ilegal yaitu entitas yang memang tidak mengantongi ijin dari otoritas apapun, tapi kemudian menghimpun dana masyarakat. Sedangkan jenis kedua, yaitu pelaku investasi ilegal yang statusnya telah mengantongi ijin dari otoritas tertentu, tapi melakukan penghimpunan dana yang tidak sesuai dengan ijin yang dimiliki.
ADVERTISEMENT
Bagi entitas pelaku yang sudah mengantongi ijin ini, otoritas yang memberi ijinnya berbeda-beda seperti dari Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Pengawas Perdagangan Komoditi Berjangka (Bappebti) Kementerian Perdagangan, Kementerian Agama, dan lain-lain. Apabila pelakunya lembaga jasa keuangan yang resmi diatur dan diawasi oleh OJK, maka OJK sudah memiliki sistem perlindungan konsumen, mencakup diantaranya mekanisme pelaporan, mediasi dan penyelesaian sengketa antara konsumen dengan lembaga jasa keuangan. Selama 2013-2017, OJK menerima 100 ribu pengaduan konsumen dan masyarakat, termasuk 3.800 komplain terhadap lembaga jasa keuangan dan 90% penanganan komplain tersebut terselesaikan.
Berbeda-bedanya ijin yang dikantongi oleh entitas pelaku menunjukkan banyak pintu masuk untuk mengawali terjadinya kejahatan penghimpunan dana masyarakat secara ilegal. Walaupun "judul" kasusnya adalah penghimpunan dana atau investasi yang sekilas identik dengan sektor jasa keuangan, namun tidak berarti setiap kasus investasi ilegal menunjukkan masalahnya ada di sektor jasa keuagan. Faktanya, sebagian besar entitas pelaku investasi ilegal berada di bawah kewenangan perijinan dan pengawasan otoritas di sektor lain, bukan sektor jasa keuangan.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh badan hukum yang kerap menjadi kedok investasi ilegal adalah koperasi, yang kewenangan perijinan dan pengawasannya berada di bawah Kementerian Koperasi dan UKM. Dalam hal semacam ini Kementerian Koperasi dan UKM telah responsif dan berkomitmen untuk memperketat pengawasan terhadap koperasi guna mencegah investasi ilegal.
Penyalahgunaan ijin juga terjadi dengan menggunakan ijin prinsip usaha yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sebenarnya BKPM memberi ijin prinsip usaha hanya untuk penanaman modal yang berinvestasi pada kegiatan produksi barang dan jasa, bukan menghimpun dana dari masyarakat atas nama investasi. Untuk itu BKPM telah melakukan tindakan mencabut ijin yang disalahgunakan.
Adapun Bappebti Kementerian Perdagangan selama 2016-2017 menutup 81 situs/website perdagangan berjangka yang melanggar aturan, tiga diantaranya adalah pialang asing yang beroperasi di Indonesia. Langkah tersebut dilakukan sebagai tindakan pencegahan kerugian masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk kasus First Travel, perijinannya sebagai biro perjalanan umrah diterbitkan oleh Kementerian Agama. Karenanya Kementerian Agama telah tegas memberi sanksi mencabut ijin First Travel.
Bareskrim geledah kantor First Travel (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
Maka jelas kiranya bahwa fenomena investasi ilegal merupakan problem lintas sektoral. Penanganannya membutuhkan sinergi, bahu-membahu dan koordinasi yang efektif antar-otoritas yang berwenang baik untuk pencegahan maupun penindakan.
Oleh karena itu beberapa kementerian, lembaga dan regulator telah bekerjasama melalui Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi). Turut serta dalam Satgas Waspada Investasi yaitu OJK, Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Koperasi dan UKM, Kejaksaan RI, Kepolisian RI dan BKPM. Satgas Waspada Investasi melakukan langkah-langkah preventif, kuratif dan represif terhadap dugaan dan praktik investasi ilegal. Kerjasama tersebut penting untuk terus diperkuat dan dikembangkan, serta peran semua institusi harus sama-sama dikedepankan. Upaya Satgas Waspada Investasi menggandeng institusi berwenang lain juga perlu dilakukan agar penanganan investasi ilegal meluas dan optimal.
ADVERTISEMENT
Pada gilirannya, efektifitas penanganan investasi ilegal juga bergantung pada empowerment atas kewenangan pengawasan dan penindakan yang sebenarnya sudah dimiliki oleh masing-masing otoritas sesuai tugas dan fungsinya. Semua institusi yang memiliki otoritas hendaknya selalu proaktif dan maju berperan mengawal sektornya masing-masing agar bersih dari potensi investasi ilegal, tanpa saling menunggu namun tetap menjaga koordinasi antar-otoritas sebaik mungkin. Kini masyarakat menaruh harapan besar agar kewenangan tersebut dioptimalkan penggunaannya untuk mencegah dan menindak investasi ilegal dari lintas sektor, agar tidak jatuh lebih banyak korban.
Penulis adalah Staf Departemen Sekretariat Dewan Komisioner, Hubungan Masyarakat dan Internasional Otoritas Jasa Keuangan (Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan tidak mewakili pandangan OJK)