Memperkuat Perekonomian Nasional dengan Makan Ikan

Yonvitner
Kepala Pusat Studi Bencana LPPM IPB-Dosen MSP FPIK IPB
Konten dari Pengguna
10 Oktober 2018 12:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yonvitner tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kemandirian penting diperjuangkan agar kita berdaulat dari potensi kelangkaan dan risiko kekurangan pangan. Sejak dari awal ini yang menjadi cita-cita dari founding father kita, agar Indonesia hidup tidak menggantungkan pangannya pada negara lain.
ADVERTISEMENT
Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa dibandingkan dengan negara lain di dunia, baik yang ada di laut, darat, dan udara. Amat disayangkan apabila kita tidak mampu mengangkat potensi tersebut sebagai kekuatan bangsa.
Salah satu potensi dan kekuatan bangsa, di mana kita masih abai mengelolanya adalah sektor perikanan. Sektor ini Indonesia seharusnya tumbuh dan berkembang lebih cepat, dibandingkan negara lainnya.
Dukungan fakat bahwa kita memiliki potensi ruang laut yang sangat luas dan komoditas ikan yang sangat banyak. Data dari BKIPM dalam Keputusan No 67 tahun 2015 menyebutkan Indonesia memiliki 8.500 spesies ikan hidup di perairan Indonesia, di mana 1.300 spesies hidup diperairan tawar.
Namun yang terjadi saat ini malah sebaliknya, setelah 73 tahun merdeka, perikanan kita masih remuk redam. Nelayan sampai saat ini seperti terjerat dalam sistem tata kelola yang tidak kondusif. Sejak tahun 1963 sampai sekarang kita tidak beranjak dari sistem bagi hasil neyalan yang tidak pernah mengangkat kesejahteraan nelayan.
ADVERTISEMENT
Ke depan kita harus bangkit membangun perikanan mulai dari membangun usaha perikanan yang kondusif dan kompetitif, kesejahteraan nelayan dan pembudidaya, serta kualitas hidup anak bangsa dari konsumsi ikan. Kenapa perikanan harus diperkuat?
Memperkuat Perikanan Nasional
Manfaat anak makan ikan. (Foto: Pexels)
Memperkuat perikanan setidaknya akan mampu mengeluarkan kita dari kelangkaan pangan, menumbuhkan kesejahteraan serta memperkuat ekonomi nasional. Jika kita lihat pemanfaatan perikanan dunia untuk pangan tumbuh rata-rata sebesar 3,07 persen dalam periode 2011-2016. Sebaliknya produksi perikanan hanya tumbuh 2,12 persen dalam periode yang sama. Terlihat ketidakseimbangan antara supply dan demand.
Sementara dengan pertumbuhan sebesar 5,33 persen dalam kurun waktu tersebut, perikanan budidaya lebih diharapkan untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia dibandingkan dengan perikanan tangkap yang tumbuh -0,27 persen. Meningkatnya kebutuhan pangan ini disebabkan oleh pertambahan populasi manusia dan tingkat konsumsi makan ikan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan analisis data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, tingkat konsumsi makan ikan pada 2016 rata-rata mencapai 23,1 kilogram per kapita dan tumbuh dengan kecepatan 0,99 persen selama periode 2011-2016.
Walaupun kemudian tahun 2017 dan 2018 diperkirakan meningkat, tetapi belum ada fakta di lapangan yang memperlihatkan serapan ikan meningkat, karena produksi yang makin terbatas.
Pertambahan penduduk dunia dengan laju 1,12 persen per tahun atau hampir 100 juta orang per tahun, dengan tingkat laju konsumsi ikan dengan 0,99 persen per tahun merupakan potensi pasar yang sangat besar untuk produk perikanan Indonesia.
Potensi ini tentunya menjadi peluang bagi perikanan budidaya dibandingkan perikanan laut yang terus menurun. Artinya akselerasi usaha perikanan budidaya dalam memacu pangan dari ikan harus segera dipercepat.
ADVERTISEMENT
Walaupun Indonesia tercatat sebagai produsen perikanan budidaya terbesar ketiga dunia setelah Cina dan India, di luar produksi rumput laut, tanaman akuatik, dan mamalia akuatik, namun faktanya belum mampu bersaing dalam skala Internasional. Bahkan leading menjadi pemasok di Asia saja kita belum sanggup.
Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa produksi perikanan budidaya Indonesia pada 2016 mencapai 4,95 juta ton atau sekitar 10 persen dari produksi Cina. Bila digabung dengan produksi rumput laut, tanaman akuatik, dan mamalia akuatik, maka posisi Indonesia berada di urutan kedua setelah Cina.
Pertumbuhan produksi perikanan budidaya Indonesia paling tinggi di atara produsen utama dunia mencapai 19,13 persen dalam kurun waktu 2010-2016, dan paling tinggi kedua pada 2015-2016.
ADVERTISEMENT
Sementara itu angka pertumbuhan produksi perikanan budidaya produsen utama lainnya yang menjadi kompetitor Indonesia--seperti India dan Vietnam--relatif rendah. Laju pertumbuhan produksi perikanan budidaya nasional ini perlu dipertahankan atau bahkan ditingkatkan, guna menyalip nilai produksi riil dari India dan dan Cina.
Peningkatan laju pertumbuhan tidak akan bermakna ketika volume aktual kita masih jauh tertinggal. Untuk menjadi mandiri, maka secara volume produksi ikan kita harus lebih besar dari negara lain di dunia sehingga bisa menyuplai pangan Indonesia dan dunia.
Makan Ikan Itu Budaya
Ilustrasi Ikan Kakap Asam Manis (Foto: Instagram @camilabawazer)
Kita menyadari sesungguhnya tujuan akhir dari semua gagasan kita dalam pembangunan perikanan sesungguhnya adalah menciptakan manusia Indonesia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas di antaranya diisi oleh pribadi sehat, jiwa yang cerdas, serta memiliki dasar keimanan dan kebangsaan yang membumi.
ADVERTISEMENT
Untuk menjadi manusia Indonesia seutuhnya tersebut tentu dimulai dengan asupan yang sehat, berkualitas dan bergizi. Untuk yang terakhir ini kita sesungguhnya berharap keunggulan jumlah jenis ikan yang ada di perairan menjadi entri-point dalam menyuplai kebutuhan gizi dan protein masyarakat. Ikan seharusnya menjadi prioritas utama dalam memenuhi kebutuhan gizi dan dan protein masyarakat kita.
Kenapa ikan, paling tidak penulis melihat dari beberapa fakta dan data yang selama ini ada di antaranya. Pertama, memiliki nilai gizi yang tinggi, kedua harga terjangkau oleh masyarakat, ketiga bisa diakses dalam waktu cepat oleh masyarakat, serta keempat bisa menjadi bagian dari pola hidup dan budaya masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pertama, ikan bisa menjadi pilihan sumber gizi ketika harga daging, telur, ayam naik. Agar masyarakat terhindar dari kondisi kekurangan pangan, gizi buruk, kita harus mempunyai alternatif substitusi protein yang mudah dan murah.
Salah satu pilihan yang cukup baik adalah sumber protein hewani dari ikan. Ikan tercatat sebagai sumber protein yang mengandung OMEGA-3 yang tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan otak. Menurut analisis kandungan OMEGA-3 ikan lebih tinggi dibandingkan dengan ayam, telur, dan hewan lainnya.
Kedua, harga ikan yang relatif terjangkau dibandingan dengan ayam dan daging. Saat terjadi depresiasi rupiah terhadap dolar lebih Rp 15.000, harga ayam rata-rata diatas 40.000 per kilogram, harga daging mendekati 4 kalilipatnya.
Sementara harga ikan konsumsi lokal seperti ikan air tawar seperti nila, mas, dan beberapa jenis ikan tawar lainnya relatif terjangkau dengan harga antara Rp 25.000-35.000 per kilogram.
ADVERTISEMENT
Begitu juga ikan laut yang sebagian besar ikan demersal dan pelagis kecil seperti murah dan mudah dijangkau masyarakat. Ikan tembang jika saat musim puncak per kilogram dapat menyentuh harga Rp 5.000 per kilogram.
Ketiga, ikan merupakan sumber protein mudah diakses dengan cepat oleh masyarakat kecil sekalipun. Fenomena masyarakat memiliki satu kolam ikan setiap rumah merupakan simbolik dari makna ketahanan pangan masyarakat.
Konsep satu rumah satu kolam ikan, adalah konsep ketahanan pangan dan gizi rumah tangga yang perlu dipertahankan. Atau jika tidak memiliki kolam bagi sebagian masyarakat, sungai dan danau adalah ruang mendapatkan ikan yang bisa diakses publik.
Keempat, menjadikan aktivitas perikanan mulai dari usaha perikanan, industri, dan konsumsi ikan sebagai budaya. Maka secara sadar kita membentuk pola masyarakat yang tangguh pangan dan protein. Kita harus membangun nilai-nilai positif dalam upaya meningkatkan konsumsi ikan.
ADVERTISEMENT
Masyarakat yang hidup dan mamanfaatkan ikan adalah masyarakat yang kuat berdaya saing, cerdas, kompetitif harus terus disuarakan. Menjadikan makan ikan sebagai budaya juga tidak mudah, perlu waktu dan proses.
Keterlibatan semua pihak menjadi penting dalam meningkatkan kesadaran makan ikan. Kalau di Jepang kita lihat setiap hari media nasional menyajikan berita tentang ikan, sementara di Indonesia yang rutin setiap hari adalah sinetron. Konten muatan berita di media juga harus digeser kalo mau menjadikan makan ikan sebagai budaya. Karena media menjadi ujung tombak dalam edukasi masyarakat.
Jadi sesungguhnya peningkatan konsumsi ikan adalah perubahan budaya masyarakat menjadi berbudaya makan ikan. Tugas kita ke depan adalah menumbuhkan budaya tersebut, dan tidak perlu terjebak pada IKU saja, ketika kita cek ke lapangan, masyarakat kita tetap mengonsumsi makan jajan yang kurang gizi dan proteinnya. (yon)
ADVERTISEMENT