4 Kontroversi Peraturan Kadar Hormon Mengganjal Pelari Wanita Afrika

Youn'd  Dangerous
muda itu iya, berbahaya itu pilihan
Konten dari Pengguna
5 Mei 2018 7:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Youn'd Dangerous tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
4 Kontroversi Peraturan Kadar Hormon Mengganjal Pelari Wanita Afrika
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
( Sumber foto : https://twitter.com/caster800m?lang=en )
Asosiasi Atletik Internasional memicu debat berkepanjangan dengan keputusannya melarang pelari wanita yang memiliki kadar hormon testoren berlebih ikut dalam kompetisi internasional. Verifikasi jenis kelamin saja tidak cukup ?. Lalu apa artinya menjadi laki-laki dan wanita kalau jenis kelamin bukan ukuran utama?
ADVERTISEMENT
Pada 26 April lalu, Asosiasi Internasional Federasi Atletik(International Association of Athletics Federations / IAAF) mengeluarkan aturan baru dimana atlit wanita dengan tingkat testosteron darahnya di atas lima (5) nmol / L dalam periode berkelanjutan paling sedikit enam bulan dilarang ikut pertandingan.
Aturan yang akan berlaku efektif pada 1 November 2018 ini dituding hanya untuk mengganjal satu atlit wanita dari Afrika Selatan, Cester Semenya. Pelari kelahiran 7 Januari 1991 ini menjadi juara dunia dalam kejuaraan dunia lari 800 meter pada tahun 2009 dan memecahkan rekor yang dipegangnya sendiri pada kejuaraan lari internasional di London Agustus 2017 lalu. Berikut beberapa kontroversi aturan baru ini.
1. Lolos Verifikasi Kelamin setelah juara dunia 2009
ADVERTISEMENT
Usaha mengganjal Cester Semenya terjadi sejak ia menjadi juara dunia dalam kejuaraan dunia 800 meter di Berlin Agustus 200 dengan waktu satu menit 55,45 detik, lebih cepat 2,45 detik dibanding juara bertahan Janeth Jepkosgei dari Kenya.
Waktu itu Semenye yang baru berumur 18 tahun berkata, “Hal paling intim dan pribadi diri saya tanpa sepatutnya telah menjadi perhatian umum. Sejumlah kejadian sebelum dan segera sesudah Kejuaraan Dunia Berlin melanggar tidak hanya hak saya sebagai atlit tetapi juga hak asasi mendasar saya, termasuk kehormatan dan privasi saya."
2. Tahun 2011 IAAF Menerapkan Aturan Hiperandrogenisme
Aturan ini membatasi kelayakan atlit wanita melalui kadar hormon androgenik (kadar testosteron) tidak boleh melebihi kadar tertentu karena hormon tersebut dianggap sebagai keuntungan biologis atlit paling signifikan yang dimiliki pria terhadap wanita. Aturan ini sebenarnya sama saja yakni menggunakan argumen kadar testosteron namun tidak cukup banyak bukti penelitian yang menopangnya.
ADVERTISEMENT
3. Tahun 2015 Aturan Hiperandrogenisme Dilawan Atlit India
Pada tahun 2015, sprinter India Dutee Chand berhasil menantang aturan hyperandrogenisme melalui Pengadilan Arbitrasi Olahraga (CAS) dengan alasan bahwa IAAF membutuhkan lebih banyak bukti yang membuktikan hubungan antara pencapaian atletik dan kadar androgen. Gugatan tersebut menang.
4. Tahun 2018 Aturan Kadar Testosteron Menggantikan Aturan Androgenisme
4 Kontroversi Peraturan Kadar Hormon Mengganjal Pelari Wanita Afrika  (1)
zoom-in-whitePerbesar
IAAF telah memperkuat argumennya tentang kadar testosteron dengan pengumuman hasil penelitian yang diterbitkan di British Journal of Sports Medicine di mana peneliti mengambil sampel darah dari 2.127 atlet atletik dan atlet (laki-laki dan perempuan) di 2011 dan 2013 IAAF World Championships. Penelitian ini menemukan bahwa wanita dengan testosteron tinggi memiliki keuntungan mulai dari 1,8 hingga 4,5 persen, sementara tidak ada keuntungan seperti itu ditemukan pada pria dengan testosteron yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Inti argumen IAAF adalah “wanita harus dilindungi.” Pria dan wanita tidak bersaing bersama karena jika mereka melakukannya sama sekali tidak akan ada gunanya bagi wanita untuk berkompetisi. Seperti yang mereka katakan, "IAAF membagi kompetisi menjadi klasifikasi laki-laki dan perempuan karena atlet laki-laki memiliki keunggulan yang jelas dalam hal ukuran, kekuatan dan tenaga" dan keuntungan ini "terutama disebabkan oleh fakta bahwa, mulai dari pubertas, pria menghasilkan 10-30 kali lebih banyak testosteron daripada wanita.”
Media berita Inggris, Guardian pada 1 Mei lalu memuat tulisan yang mengatakan bahwa peraturan IAAF "Tidak adil." Karena di satu sisi, ada argumen bahwa testosteron tinggi hanyalah keuntungan alami lainnya, seperti jangkauan pemain bola basket atau kaki panjang perenang. Dan di sisi lain, bola basket juga tidak membagi pemain dengan tinggi, dan berenang tidak berusaha melindungi perenang dengan kaki yang lebih pendek.
ADVERTISEMENT
Andrew Gelman, profesor statistik Higgins di Universitas Columbia, mengkritik penelitian yang dijadikan alasan IAAF menerapkan aturan barunya sebagai, "sangat kacau sehingga saya tidak dapat menemukan data apa yang mereka kerjakan, apa sebenarnya yang mereka lakukan, atau hubungan antara beberapa analisis mereka dan tujuan ilmiah.”
Menanggapi aturan baru ini, Cester Semenya ngetweet, dengan mengatakan, “Tuhan menciptakanku seperti aku apa adanya dan aku menerimanya. Aku adalah diriku apa adanya dan aku bangga pada diriku.”
Jadi, bagaimana menurut pembaca sekalian? Apakah wanita dengan kadar testosteron tinggi tidak bisa disebut wanita di pertandingan ateltik? Lalu apa sebenarnya perbedaan pria dan wanita kalau jenis kelamin saja tidak cukup? (Dea Anindya)
4 Kontroversi Peraturan Kadar Hormon Mengganjal Pelari Wanita Afrika  (2)
zoom-in-whitePerbesar