Via Vallen Menurut Pegiat Budaya dan Bahasa Jawa

Youn'd  Dangerous
muda itu iya, berbahaya itu pilihan
Konten dari Pengguna
3 Mei 2018 21:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Youn'd Dangerous tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Via Vallen. (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Via Vallen. (Foto: Munady Widjaja)
ADVERTISEMENT
Penampilan Via Vallen di Indonesian Choice Awards 5.0 Minggu (29/5) mendapat banyak pujian dan hingga Kamis (3/5) petang videonya di Youtube sudah dilihat oleh 4,5 juta orang lebih dan menempati posisi pertama dalam trending Youtube.
ADVERTISEMENT
Via Vallen mendapat popularitas dari lagu berbahasa Jawa, karenanya redaksi bertanya kepada para pakar atau pegiat bahasa Jawa bagaimana pandangan mereka mengenai Via Vallen.
Via Vallen Menurut Pegiat Budaya dan Bahasa Jawa (1)
zoom-in-whitePerbesar
Dosen Bahasa Jawa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Rahmat, S.S.,M.A. mengatakan isi lagu Via Vallen berisi kehidupan sehari-hari dan sebagai lagu bergenre dangdut Via bisa menghindari kesan yang norak. Pesan dan isi lagunya pun mudah diterima. Dan dalam ilmu linguistik, lagu-lagi Via Vallen menggunakan metoda “Campur Kode” yakni mencampurkan dua bahasa yang berbeda menjadi satu.
“Lagu Sayang itu campur kode bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Sehingga orang dengan bahasa daerah lain belum tentu tahu arti harfiah lagu ini. Nah campur kode ini memungkinkan lagu Sayang dialihbahasakan lagi ke bahasa lain sehingga akan bisa tambah ngehits dan kontekstual dengan pendengarnya di manapun berada,” papar Rahmat.
Via Vallen Menurut Pegiat Budaya dan Bahasa Jawa (2)
zoom-in-whitePerbesar
Joko Genk Kobra, pendiri band Genk Kobra, band berbahasa Jawa awal 2000-an yang menjadi salah satu pionir penggunaan lirik Jawa di band-band Jogja, mengatakan bahwa apa yang dilakukan Via Vallen sangat baik bagi kreatifitas menggunakan bahasa daerah untuk berbagai keperluan entah musik atau yang lain. Tinggal bagaimana pihak-pihak yang berkepentingan dengan bahasa derah mampu menggunakan kepopularan Vallen untuk sosialisasi bahasa daerah masing-masing.
ADVERTISEMENT
“Pilihan kata dan dunia dalam lagu Via Vallen mungkin memang banyak yang bisa kita perdebatkan, tidak baik atau bagaimana. Tapi kan itu watak musik pop memang begitu, tergantung masyarakat pendengarnya juga kan,” katanya.
Lagu “Ngayogyakarta” ciptaan Gank Kobra digunakan sebagai salah satu lagu soundtrack “Mengejar Mas-Mas” di era 2000-an. Dan menurut Joko, ada perkembangan sesuai zaman bagaimana bahasa lokal memasuki kehidupan budaya massa yang lebih luas. Sehingga tiap-tiap momentum zaman bagi perkembangan bahasa lokal musti direspon atau dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh, setidaknya, departemen kebudayaan dan bahasa.
“Bahasa lokal kan terancam punah, kalau ada kreatifitas musti disokong, itu saja menurut saya ya," katanya.
Via Vallen Menurut Pegiat Budaya dan Bahasa Jawa (3)
zoom-in-whitePerbesar
Sementara Direktur Yayasan Cahaya Nusantra (Yantra) yang bergiat dalam pengembangan kebudayaan Jawa di Jogja, Hangno Hartono menyoroti originalitas lagu "Sayang" Via Vallen. Menurut Hangno, persoalan Vallen dengan NDX band Jogja yang diduga lebih dulu menciptakan lagu itu menjadi cacat terbesar Via Vallen.
ADVERTISEMENT
“Via Vallen ini lucky dalam dunia pop saja ya. Mempopularkan bahasa daerah di pentas daerah ya tidak. Kalau soal bahasa daerah di pentas nasional itu justru idiom-idiom atau falsafah yang sering bisa menarik banyak orang di luar bahasa itu untuk masuk mempelajari,” papar Hangno.
Hangno mencontohkan Presiden Joko Widodo, yang sering menggunakan idiom-idiom bahasa Jawa seperti aku ra popo dan juga falsafah-falsafah Jawa yang sering dikaitkan dengan langkah-langkah politiknya.
Via Vallen menurut Hangno belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Tukul Arwana yang menjungkir balikkan image dari figur presenter yang semestinya smart, elegan, seperti Tuti Aditama, Rossi, Desi Anwar, dan Najwa Shihab. Vallen musti menunjukkan lebih banyak dan baik lagi untuk menjadi duta dangdut dan lokalitas masa depan.
ADVERTISEMENT
“Industri pop selalu punya cara atau momen dimana sosok-sosok dengan lokalitas kuat berada di puncak. Itu pertaruhan di industri pop yang sebenarnya relatif tidak ada hubungannya dengan kondisi budaya lokal,” papar Hangno. (YD / 03)