Debat, Retorika, dan Moralitas Kita

Yudhi Hertanto
Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid
Konten dari Pengguna
8 Februari 2024 20:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yudhi Hertanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Debat. Foto: Tero Vesalainen/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Debat. Foto: Tero Vesalainen/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Mengental! Pilihan politik menjelang periode masa pemungutan suara semakin terpolarisasi. Kandidat dan tim pemenangan sekuat tenaga untuk mengarahkan persetujuan menjadi tindakan politis, dengan mendatangi lokasi pemilihan dan memilih sesuai ketetapan hati.
ADVERTISEMENT
Siklus pemilihan umum adalah akhir dari proses pendidikan politik dan kampanye publik, sekaligus menjadi awal baru bagi kepemimpinan politik yang terpilih nantinya. Pada periode tersebut, maka debat antar kandidat menjadi momen krusial untuk meneguhkan preferensi pilihan.
Dalam aspek komunikasi, debat merupakan bagian dari retorika, yakni sebuah upaya untuk mempersuasi khalayak agar memiliki sudut pandang yang sama dengan komunikator. Karenanya, aktivitas debat menjadi signifikan untuk mempengaruhi penonton yang terpapar melalui media massa, guna membentuk persepsi umum.
Pada beberapa kasus, ajang debat antar kontestan tidak efektif dalam merubah sikap dan perilaku bagi pemilih yang telah menentukan pilihannya. Sementara itu, percakapan di ruang debat akan menjadi berdampak khususnya untuk para pemilih yang masih belum menentukan keputusan.
ADVERTISEMENT
Perlu dipahami bahwa debat adalah sarana dalam bertukar gagasan, mempertarungkan ide yang akan dimajukan oleh para pihak dalam kompetisi demokrasi, berkaitan dengan model solusi yang ditawarkan oleh para kandidat bagi persoalan publik. Boleh percaya, bisa juga tidak.
Karena itu, pemilih memang sebaiknya mengedepankan rasionalitas dibandingkan emosionalitas. Efek gaung dari debat yang disiarkan secara live melalui layar media, tidak berhenti di panggung utama, percakapan juga menggema di ranah maya, diskusi hangat antara para pendukung terjadi di media sosial.
Pada kehidupan yang semakin terdigitalisasi, kita tidak pernah berhenti dalam rantai produksi dan konsumsi informasi. Bahkan kerap kali berada dalam situasi ke berkelimpahan, tidak hanya informasi yang valid tetapi juga hoaks yang diciptakan untuk memenuhi selera kepentingan tertentu, didengungkan melalui para buzzer untuk berdengung mendominasi ruang media.
ADVERTISEMENT
Kembali menyoal debat kandidat, maka dalam kajian retorika menempatkan elemen utama kemampuan membujuk khalayak dengan kriteria: (i) ethos –kredibilitas sumber, (ii) logos –bernilai logis dan berbasis fakta, hingga (iii) pathos –pengelolaan serta menggerakkan emosi publik.
Dengan keseluruhan indikator tersebut, maka keterpilihan –elektabilitas, lebih dari sekedar keterkenalan –popularitas, tetapi juga berpaut dengan tingkat kepercayaan publik akan integritas kandidat dalam membicarakan problematika yang dihadapi publik.
Bila kontestasi mampu mendorong kesadaran publik untuk melakukan pilihan berdasarkan sendi-sendi retorika, kita tentu berharap tahap pemilihan nanti akan mampu menghasilkan kepemimpinan yang berorientasi pada keberpihakan kepentingan umum, serta mampu mengurusi persoalan publik –res publica dengan lebih baik. Kita tidak kurang manusia yang cerdas, tetapi hanya sedikit yang jujur.
ADVERTISEMENT
Jika melihat hasil berbagai survei yang masih bisa diperdebatkan secara argumentatif atas hasil dan interpretasi kesimpulan temuan penelitian, terdapat setidaknya masih terdapat ruang yang terbuka sebagai celah, (i) besaran pemilih yang belum menentukan pilihan, (ii) jumlah dari pemilih yang belum mantap memilih dan masih mungkin berpindah pilihan, (iii) margin error dari kelemahan penelitian, hingga (iv) kemampuan mobilisasi pemilih untuk sampai pada bilik pemilihan dan menjatuhkan pilihan.
Seluruh potensi kemungkinan tersebut, bahkan tidak dapat dibatalkan dengan cara rekayasa yang sistematis, masif dan terstruktur sekalipun, terutama jika prosesnya transparan menghilangkan ruang gelap yang mungkin terjadi, serta melibatkan partisipasi publik sebagai pengawas.
Di lain sisi, keberhasilan proses pemilu hanya akan membawa dampak secara nyata bila semua elemen dari para pihak yang bertanding mau mengambil jalur negarawan, serta tidak bertindak manipulatif ala Machiavellian dengan menghalalkan segala cara demi kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi, seluruh rangkaian kegiatan demokrasi ini hanya akan menjadi kemenangan bersama, bila kita semua mampu dan mau mengisi seluruh prosesnya dengan mengedepankan nilai etika serta moralitas sebagai unsur terpenting. Tentu pilihan itu terletak pada lubuk hati diri Anda yang paling dalam.