Kalkulasi Dukungan Politik Para Pengusaha

Yudhi Hertanto
Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid
Konten dari Pengguna
25 Maret 2019 12:21 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yudhi Hertanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jokowi & Prabowo di KPU. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi & Prabowo di KPU. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Mendukung! Deklarasi dukung-mendukung terus terjadi. Pada dua lokasi yang berbeda, dengan masing-masing kandidat, kelompok pengusaha seolah terbelah. Apa makna aksi dukung-mendukung ini?
ADVERTISEMENT
Pedagang, saudagar, serta pengusaha adalah identifikasi atas kelompok kreatif dan inovatif, sebagai pencipta nilai ekonomi. Jumlahnya bahkan masih terbilang langka. Biasanya para pengusaha justru menghindar saat berbicara tentang politik, tetapi bukan tidak peduli. Sering kali malah berdiri dua kaki.
Dalam kepentingan bisnis, maka kepastian dan keamanan, serta keberlanjutan usaha menjadi seolah lebih penting dibanding momentum temporer dunia politik. Kecenderungan umum, para pengusaha melihat politik secara pragmatis, dalam tendensi menghindarkan diri dari keriuhan politik.
Tetapi, menunggu sampai hasil akhir proses kontestasi adalah waktu yang terbilang panjang dalam ketidakpastian, dengan begitu para pebisnis kini mulai aktif masuk ke dunia politik guna memastikan masa depannya sendiri.
Apakah kalkulasi politik para pedagang tersebut menjadi tidak tulus, penuh dengan kepentingan dan motif individual? Perlu diingat, para pengusaha juga adalah warga negara, jadi memiliki hak politik yang melekat pada dirinya. Soal tulus atau tidak, hanya yang bersangkutan dan Tuhan yang mengetahui.
ADVERTISEMENT
Lalu apa yang bisa jadi indikasi dari kemungkinan pengusaha sebagai 'penyambung lidah rakyat'? Lihat saja kelompok pengusungnya, tawaran program yang dimajukan, dan cermati latar belakang sebagai basis riwayat para kontestan yang datang dari kelompok pengusaha ini.
Tidak dipungkiri, para pengusaha masuk di jalur politik dalam banyak kepentingan, termasuk (a) memastikan kepentingan individual; atau sebaliknya (b) mempunyai gagasan besar tentang pengelolaan di tingkat nasional.
Organisasi Bisnis dan Negara
Pengelolaan negara tentu saja berbeda, meski pada beberapa dimensi memiliki kesamaan dengan organisasi bisnis. Penduduk bisa dikategorikan sebagai konsumen, dengan keistimewaan, bahwa mereka memiliki kuasa dan hak dalam memilih Anda sebagai petinggi negeri atau tidak melalui momen pemilu. Tidak demikian pelanggan, yang lebih ditujukan sebagai objek optimalisasi keuntungan.
ADVERTISEMENT
Hajat publik tidak dapat dikalkulasi dengan logika untung-rugi, karena publik harus dapat dipenuhi kebutuhannya yang sangat beragam dan tidak selalu sama antara satu bagian dalam lapisan struktur sosial masyarakat. Pemerintah menetapkan fokus prioritas, memperhatikan aspek hukum dan keadilan, sesuatu yang kerap disiasati para pengusaha untuk menjaga bisnisnya.
Perajin menyelesaikan pembuatan kerajinan mini figur tokoh di Jajar, Laweyan, Solo. Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Bisnis tentang pengaturan, hak otoritatif pemilik dan petinggi usaha, sedangkan negara soal demokrasi yang dibangun atas dasar konsensus. Pemimpin negeri yang bersikap otoritarian, akan mendapatkan perlawanan dari warga negara. Tetapi keduanya, baik pada organisasi bisnis maupun negara, beririsan pada persoalan kepemimpinan dan karakter pemimpin.
Negara kuat hanya ketika sang pemimpin mampu bertindak, bersikap, dan berbuat yang terbaik bagi kepentingan masyarakat secara meluas, bukan sekadar pada kebutuhan kelompok pengusung semata. Pemimpin harus menjadi jembatan yang menyatukan dan menyeimbangkan seluruh elemen publik, dengan demikian dibutuhkan sikap untuk mendengar dan memperhatikan seluruh populasi.
ADVERTISEMENT
Klaim Legitimasi
Kali ini, berkaitan dengan dukungan pengusaha, petahana hadir tanpa pendampingnya, ada dalam tajuk kegiatan dukungan 10 ribu pengusaha, sedangkan kubu oposisi memperoleh sambutan dari sejumlah seribu wirausahawan. Manakah yang lebih otentik dan orisinal? Sangat bergantung tingkat kepercayaan Anda sesungguhnya.
Pengusaha dibutuhkan untuk dapat mengamplifikasi pesan kepada organisasi bisnisnya, tetapi ini era terbuka, termasuk dengan kehadiran media sosial, dan kini siapapun memiliki kehendak untuk dapat melakukan ekspresi politik secara terbuka bahkan bisa berbeda. Maka keberadaan pengusaha signifikan. Dukungan pengusaha adalah bentuk simbolis.
Capres no urut 01, Joko Widodo di Deklarasi Dukungan 10.000 Pengusaha untuk Jokowi-Amin di Istora Senayan, Jakarta, Kamis, (21/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dengan mudah kita dapat melihat komposisi pengusaha yang hadir, arah pembicaraan, aksi semiotik yang dipergunakan. Pada kubu petahana, kelompok pengusaha senior lebih dominan. Slogan kerja, disimbolisasi melalui helm proyek, seolah hendak berbicara tentang keberlanjutan program pembangunan. Tapi tensi ketegangan muncul dalam pernyataan bahwa negeri ini membutuhkan nakhoda yang berpengalaman, tentu saja terkait dengan kontestasi.
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden no urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno memberikan sambutan di acara Aliansi Pengusaha Nasional di Djakarta Theater, Kamis, (21/3). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Tentu saja, kumpulan para pengusaha di kedua kubu yang terpolarisasi ini adalah bentuk deklarasi. Maka pada koalisasi oposisi, kita bisa mencermati pasangan calon hadir bersama dalam ruang cengkrama yang lebih dekat, bahkan berbicara dalam kehangatan. Dominasi pengusaha muda sebagai pemilik masa depan adalah representasi yang hendak diperlihatkan. Kutipan yang menarik adalah bila kejujuran untuk mengatakan bahwa kandidat oposisi bukanlah orang hebat, namun mau berusaha untuk mengubah kondisi ekonomi negara.
ADVERTISEMENT
Maka legitimasi mana yang lebih riil dan konkret? Serta manakah yang lebih mampu merangkul banyak pihak? Kita tentu lihat pasca 17 April, dan silakan Anda putuskan!