Lebaran Digital dan Makna Kemenangan

Yudhi Hertanto
Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid
Konten dari Pengguna
23 Mei 2020 23:44 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yudhi Hertanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Yudhi Hertanto Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Yudhi Hertanto Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pesan itu datang silih berganti. Mulai dari sekedar teks, foto, infografis sampai video, tertera di layar ponsel pintar. Semuanya nampak seragam di hari nan fitri. Mengucapkan salam keberkahan pada puncak Ramadhan. Salam penuh kebahagiaan, bagi seluruh alam.
ADVERTISEMENT
Kondisi lebaran kali ini sungguh berbeda. Pandemi yang membuatnya menjadi terasa berbeda. Interaksi fisik dalam kerangka sosial, yang semakin semarak menjelang hari kemenangan tersebut, surut dilaksanakan.
Tentu menghindari keburukan, adalah wasiat yang harus dilaksanakan, untuk mencegah terjadinya penularan, sekaligus menjaga keselamatan. Wabah jelas tidak pandang bulu, juga tidak mengenal hari libur.
Dalam situasi normal, arak-arakan takbir berkeliling, suara dari pelantang suara di berbagai masjid terus mengumandangkan lantunan dzikir, hingga pagi menjelang. Dilanjutkan dengan shalat Ied, di lapangan terbuka untuk seluruh jamaah.
Kini, di beberapa tempat yang berstatus zona merah, kegiatan seperti itu terlarang dilaksanakan, tentu untuk kebaikan yang lebih besar. Disisi lain, pada wilayah zona hijau, protokol ketat shalat jamaah Ied dijalankan.
ADVERTISEMENT
Sudah lebih dua purnama kita diminta untuk memberi jarak antar sesama. Merubah kebiasaan, tentu tidak mudah. Tetapi pilihan yang dihadapi memang sulit, mau kembali ke pola kebiasaan lama, dengan potensi efek penularan yang cepat, atau masuk ke normalitas baru?
Momentum Ujian
Manusia hanya benar-benar beriman, bila mampu melewati ujian. Hari kemenangan di bulan Ramadhan, tertumpu melalui akumulasi ibadah selama sebulan penuh, yang memuncak pada hari pengakhir, yakni Hari Raya Idul Fitri.
Semua kita bersuka cita. Tapi kini tidak seperti biasanya. Dalam senyap, di rumah-rumah kita sendiri, kita menyesapi makna kemenangan itu secara individual, tidak lagi secara komunal.
Melewati masa menahan haus dan lapar, melalui berpuasa sudah terlampaui. Seluruh jerih upaya itu, kita harapkan mampu menambah saldo pahala kebaikan kita. Disisi lain, kita masih belum melampaui ujian lainnya, yakni pandemi.
ADVERTISEMENT
Bagaimana kita bersikap? Selayaknya manusia beriman, kita tentu menempatkan persoalan kita pada tambatan kuasa Illahiah. Tetap berikhtiar adalah sebaik-baiknya usaha manusia.
Dalam dua dimensi usaha tersebut dilakukan, (i) secara vertikal kepada Sang Illahi pemilik kehidupan ini, melalui doa-doa terbaik, dan (ii) secara horizontal, untuk mampu membawa kebaikan bagi diri dan sesama, dalam kehidupan sosial.
Ujian kali ini, merupakan sarana uji bagi kekuatan fisik, mental, dan spiritual kita. Apakah kita mampu naik kelas? Apakah kita masih berpikir dalam orientasi ego individu, semua tentang kepentingan saya?
Ataukah sudah sampai pada kemampuan, untuk merelakan secara ikhlas agar ego individu, diredam bagi kemaslahatan publik? Berdiam di rumah, adalah bentuk kemampuan mengendalikan diri, mengatasi nafsu pribadi untuk menjaga kebaikan bersama.
ADVERTISEMENT
Memaknai Wabah
Pandemi memberi makna penting, sekurangnya pada persoalan paling filosofis. Bahwa kita, yang selama ini dianggap sebagai mata rantai paling puncak dari ekosistem, dan menjadi penguasa bumi, ternyata sangatlah kecil. Bahkan takluk oleh jasad renik yang tidak tampak.
Kesombongan yang memuncak itu, jatuh pada hal yang paling mendasar, bahwa manusia bukanlah apa-apa dalam dunia yang maha luas, ciptaan Sang Khalik. Kerusakan di muka bumi, melalui eksploitasi berlebih, menciptakan pukulan balik yang maha dahsyat. Kita perlu belajar.
Disisi lain, dengan upaya mengambil ruang berjarak, kita telah berusaha untuk menjaga sesama. Tentu hal ini memberi makna penting, soal kolektivitas. Kita hanya akan menang melawan pandemi, jika berkolaborasi dalam kepentingan yang sama, secara bersama-sama.
ADVERTISEMENT
Keluar dari situasi pandemi, hanya akan tercipta, jika kita semua mampu berdisiplin. Tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga dapat memberi dampak manfaat bagi orang lain. Tidak tertular dan tidak menulari. Menjauh dari keburukan. Wabah mengajarkan hal paling dasar tentang makhluk sosial, yang sekaligus makhluk spasial.
Seluruh penjuru dunia berhadapan dengan hal yang sama, menggunakan mekanisme dan pendekatan yang berbeda-beda. Satu yang tidak bisa dipungkiri, dibutuhkan lebih banyak solidaritas umat manusia lintas batas. Kebaikan itu, diajarkan melalui pandemi.
Bahwa selama ini kita dipicu melalui kompetisi. Seakan bertanding tanpa akhir. Seolah berlomba untuk terus menjadi manusia modern yang maju, dan hal itu ternyata tidak mampu memberi makna apa-apa, dibandingkan menjadi manusia yang dapat memberi manfaat bagi orang lain.
ADVERTISEMENT
Bayangkan, bagaimana bila vaksin nantinya, hanya menjadi milik eksklusif kelompok tertentu, tanpa mempedulikan kelompok lain?
Disrupsi Lebaran
Teknologi adalah sarana dan alat bantu manusia. Kini, ditengah pandemi, kita merubah seluruh lanskap model interaksi. Termasuk model lebaran yang nir-fisik, difasilitasi melalui teknologi sebagai medium perantara. Terdigitalisasi.
Ruang nyata diganti menjadi ruang maya. Meski dirasa ada yang berbeda, tetapi tentu tidak menghilangkan makna syahdu dari kebiasaan untuk meminta serta memberi maaf, sekaligus menjalin relasi generasi antar keluarga. Menjadi Lebaran 4.0.
Lebaran kali ini, hanya akan menjadi sebuah awal kemenangan dalam melawan hawa nafsu. Termasuk bila kita mampu berkontribusi untuk menjaga sesama, menundukan egoisme pribadi. Lepas Ramadhan, perjuangan masih akan berlanjut.
Medan pertempuran melawan pandemi akan terus berlangsung. Pelajaran penting dari kemenangan di bulan suci, harus menjadi bekalan terbaik, untuk total mengalahkan wabah. Jaga diri, jaga sesama, jaga jarak serta jaga kedisiplinan kita, untuk mengendalikan ego.
ADVERTISEMENT
Lebaran kali ini, sungguh sarat makna. Kita akan menyongsong kemerdekaan kembali, setelah melalui proses penyucian diri, meraih kemenangan dalam melawan wabah. Itu harapan terbaik dalam doa dan usaha kita bersama di Hari Raya kali ini.
Selamat Idul Fitri 1441 H
Mohon Maaf Lahir dan Batin