Media Massa di Persimpangan Jalan

Yudhi Hertanto
Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid
Konten dari Pengguna
21 November 2019 16:36 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yudhi Hertanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Yudhi Hertanto Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Yudhi Hertanto Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Bingung! Media massa konvensional masih terus bergulat dengan fase adaptasi teknologi. Sulit berpindah dari model bisnis sebelumnya, tapi tergagap melihat perkembangan terbaru.
ADVERTISEMENT
Berada di persimpangan jalan. Sumber kuasa media baru tidak terkonsentrasi, melainkan bersifat menyebar. Publik menjadi penentu, tidak hanya menjadi objek khalayak pasif, melainkan sekaligus bertindak sebagai subjek aktif, yang mulai mendominasi.
Sinyal bahaya. Media massa tradisional dengan ukuran keberhasilan di masa lalu mendadak stagnan cenderung turun pemasukan. Sementara itu kue iklan digital terus bertumbuh. Bahkan artis layar kaca, mulai bersaing dengan selebgram dan YouTubers.
Merujuk Industri 4.0 menurut Klauss Schwab, dicirikan dengan kecepatan-velocity, kedalaman dan keluasan (depth and breadth), serta dampak sistemik (systemic impact).
Lebih jauh, Schwab mengungkapkan kegagalan beradaptasi pada era disrupsi disebabkan karena kemampuan berpikir kita berlangsung secara linier. Terlambat bila dibandingkan dengan perubahan lingkungan yang terdigitalisasi, melalui lompatan eksponensial.
Ilustrasi media cetak. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Simalakama Media
ADVERTISEMENT
Tidak mudah mengubah diri. Proses perubahan bentuk-mediamorfosis, berlangsung dengan melihat gerak laku zaman. Namun begitu, ada aspek ekonomi media yang tidak dapat dipisahkan.
Bagi media yang sudah berada dalam comfort zone, sulit untuk melakukan perubahan (shifting model). Salah satunya karena kapasitas mesin produksinya yang sudah besar.
Sementara itu, potensi bisnis media digital masih dipandang terlalu kecil untuk keberlanjutan -sustainability, bagi operasional bisnis media konvensional.
Dengan begitu, ada hambatan perubahan menuju media digital, hal ini disebabkan karena berpotensi untuk predator bagi dirinya sendiri bagi bisnis existing. Skema kanibalisasi produk ini yang menyebabkan kebingungan.
Ibarat simalakama, tidak berubah akan punah, kalau pun berubah maka produk lama yang konvensional juga harus dimatikan. Ini yang disebut sebagai proses mediamorfosis, Roger Fidler, 2003.
ADVERTISEMENT
Konsep dasarnya, media akan mengadopsi perubahan teknologi dengan model koeksistensi dan koevolusi, di mana perubahan terjadi secara perlahan, dan tidak secara langsung terkonversi, melainkan bersalin rupa secara berdampingan.
Meski begitu, pada akhirnya nanti mekanisme seleksi alamiah juga akan terjadi bagi produk-produk yang sudah tidak memiliki segmen pasar yang signifikan. Konvergensi media terjadi, berlangsung melalui perkembangan teknologi.
Warga memilih membaca media online. Foto: aditia noviansyah/kumparan
Massifnya Budaya Massa
Tidak ada cara mudah dalam mempertahankan eksistensi media. Bahkan banyak media massa bertumbangan di tengah jalan menuju arah perubahan tersebut. Mati karena berubahnya perilaku khalayak dalam mengonsumsi media, dan kegagalan merubah diri.
Sementara itu, media baru yang bertumbuh dalam ekosistem digital juga tengah mencari cara, untuk bisa bertahan dan menghasilkan pendapatan dengan model baru. Menariknya, kajian Vincent Mosco dalam ekonomi politik media, menjadi opsi solusi.
ADVERTISEMENT
Sekurangnya, melalui tiga pendekatan; (i) komodifikasi, (ii) spasialisasi, dan (iii) strukturasi. Di mana model bisnis media konvensional akan mix blending dengan media baru.
Pada tahap komodifikasi, skema newsroom menjadi model efisien sebagai dapur produksi berita yang akan dijadikan sebagai output produk multiplatform. Insan pers pun akan semakin multiskill.
Sementara pada fase spesialisasi, integrasi bisnis baik secara vertikal maupun horizontal, dalam format konglomerasi, merupakan bentuk dari model bisnis yang mampu melakukan support financial secara berkesinambungan, sekaligus melakukan subsidi silang antar produk dalam satu kelompok bisnis.
Di bagian akhir, strukturasi dijalankan melalui perantara agen sebagai modalitas baru jagat digital, yakni netizen yang bertindak sebagai user experience engagement secara bersamaan menjadi key opinion leader bagi amplifikasi perluasan khalayak media.
ADVERTISEMENT
Sekurangnya bentuk hybrid media, sebagai persilangan produk media lama dan baru menjadi solusi pendek dan menengah bagi media massa yang tengah kebingungan menatap masa depannya. Konsekuensinya, produksi budaya massa akan semakin masif. Hanya waktu yang akan mengujinya!