Pers dalam Pusaran Konflik Palestina-Israel

Yudhi Hertanto
Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid
Konten dari Pengguna
19 Mei 2021 15:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yudhi Hertanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pers dalam Pusaran Konflik Palestina-Israel
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Luluh lantak! Menara Al-Jalaa, yang menjadi kantor sejumlah media, seperti Associated Press (AP), Middle East Eye, dan Al Jazeera hancur diserang roket Israel.
ADVERTISEMENT
Kejadian itu melengkapi peristiwa sebelumnya, dengan latar yang hampir sama. Menara Al-Jawhara tempat berkantor sejumlah LSM dan perwakilan institusi masyarakat sipil dari berbagai negara menjadi sasaran rudal.
Kedua kejadian itu memprihatinkan, sekaligus patut dicermati dalam konteks konflik Palestina dan Israel yang tidak kunjung usai.
Kita baru saja memperingati hari kebebasan pers dunia (3/5) dengan tajuk besar Informasi sebagai Barang Publik. Jelas teramat menyedihkan. Terjadi upaya dominasi perihal informasi.
Penghancuran objek publik dengan dalih tindakan mempertahankan diri, disebut menggunakan data intelejen yang valid dan presisi dilontarkan sebagai argumen Israel.
Kedua lokasi tersebut ditengarai menjadi pusat perlawanan atas serangkaian tindakan kekerasan yang dilakukan otoritas Israel atas warga Palestina. Seolah mengukuhkan legitimasi.
Tetapi tidak ada yang kebetulan dalam sebuah strategi peperangan, tindakan terukur dan terencana telah disusun untuk membungkam suara perlawanan Palestina.
ADVERTISEMENT
Tidak dipungkiri sebuah media memiliki peran penting tidak hanya sebagai medium penyampai data dan informasi semata, juga membawa perspektif dalam menciptakan opini publik.
Perang yang berkecambuk antara Palestina dan Israel, bukan lagi menjadi medan pertarungan fisik, namun sekaligus menjadi ruang pembentukan persepsi dan narasi.
Kekuatan dukungan publik ditingkat dunia adalah pencapaian yang hendak disampaikan. Karena itu, menjadi teramat signifikan bagi Israel untuk menghancurkan gedung kantor berita dan perwakilan masyarakat sipil dunia.
Setidaknya ada dua hal yang diperoleh, (i) menebar ketakutan serta menunjukan superioritas, (ii) menghambat sekaligus menghentikan pasokan informasi yang berbeda dari sudut pandang Palestina kepada dunia.
Praktis, bersamaan dengan kehancuran kantor perwakilan media tersebut maka wacana mainstream mengenai perang Palestina-Israel dikuasai oleh kepentingan pro Israel.
ADVERTISEMENT
Kendali dan dominasi itu, hanya bisa dikonfrontir dengan menggunakan arus media baru, yakni media sosial. Berbagai aplikasi pesan dan platform online mampu menjadi sarana perlawanan atas tindakan semena-mena Israel.
Pada linimasa media sosial, ruang pertarungan cyber terjadi. Konstruksi opini dibangun baik oleh kelompok pro maupun kontra.
Sekurangnya, ada tiga bentuk perspektif yang berkembang, (i) perang Palestina-Israel bertalian dengan kaitan agama, (ii) konflik yang terjadi sesungguhnya merupakan bagian dari perebutan serta pengakuan wilayah kekuasaan, (iii) saling serang terus terjadi karena proksi pertarungan kepentingan kekuatan ekonomi dunia.
Israel dengan sekondan pendukung utamanya Paman Sam, jelas menggunakan hak veto sebagai keistimewaan di berbagai sidang PBB terkait serangan Israel.
Bahkan Joe Biden pun seolah menuding kambing hitam, bahwa Hamas yang menyulut serta memulai pertikaian. Tetapi fakta lapangan berbeda. Media sosial memainkan peran.
ADVERTISEMENT
Keterlibatan publik untuk merekam gerik laku Israel yang mengusir paksa warga Palestina membuktikan kebiasaan serta ketidakadilan terjadi disana.
Kerangka framing media sesuai kepentingan Israel dan Amerika terbantahkan. Media arus utama berperan memperkuat sinyal mengenai informasi atas fakta yang terjadi.
Pada akhirnya dalam sebuah konflik, hukum besinya menyebut: menang jadi arang, kalah jadi abu. Semua pihak menderita kerugian. Tentu penduduk dikedua belah pihak yang menjadi korban.
Mengulik keberadaan Israel yang mendasarkan klaim sepihak atas riwayat kisah dimasa lalu atas sebuah teritori yang terjanjikan tentu sebuah kenaifan.
Tetapi melongok pada kesendirian Palestina, serta sikap diam negara-negara Arab di wilayah terdekatnya, mengingatkan kita tentang pentingnya menjalin relasi dan solidaritas internasional.
Bagaimanapun perang tidak menghadirkan kemenangan kecuali trauma kesedihan. Kita berharap celah negosiasi bisa dipergunakan, untuk menuntaskan persoalan yang tidak berkesudahan ini.
ADVERTISEMENT
Dalam bingkai kepentingan perdamaian itu, pers memainkan peran pentingnya dalam menampilkan kebenaran fakta. Bila gangguan terjadi atas kerja media arus utama, maka media sosial menjadi penyeimbang arus informasi.
Kondisi damai hanya tercipta dengan tujuan-tujuan mulia, tensi ketegangan perlu diredakan, ruang dialog dibuka dan tenggang pembentukan kesepaham perlu segera dirumuskan.