Status Ekonomi dan Wajah Kesejahteraan

Yudhi Hertanto
Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid
Konten dari Pengguna
8 Juli 2020 13:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yudhi Hertanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Yudhi Hertanto Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Yudhi Hertanto Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Naik status. Rilis World Bank terkait peringkat kapasitas ekonomi Indonesia, menunjukan peningkatan. Gelar baru diperoleh, upper middle income country. Sebelumnya, berposisi sebagai negara menengah kelas bawah. Kini, naik kelas.
ADVERTISEMENT
Hal ini tentu perlu diapresiasi, meski tidak bisa lantas jadi berbangga diri. Ada hal yang lebih substansial dibanding sekedar menyandang predikat baru sebagai negara menengah kelas atas. Terutama tentang wujud kesejahteraan publik.
Perlu diketahui, Bank Dunia mengukur indikator pemeringkatan melalui nilai Gross National Income -GNI per kapita. Angka torehan Indonesia, berubah dari USD 3.840 menjadi USD 4.050. Sementara batas klasifikasi upper middle income country yang dibentuk Bank Dunia adalah USD 4.046 - 12.535. Nilai yang hampir menempel di garis batas -borderline.
Selain itu, Bank Dunia juga mengakui dalam lansiran pengukuran peringkat negara-negara tersebut, belum memuat faktor Covid-19 sebagai sebuah indikator yang muncul dan mempengaruhi kapasitas ekonomi sebuah negara. Mengapa begitu? Tentu karena tolok ukurnya menggunakan basis past performance atas review historik.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, terdapat celah dalam memproyeksikan masa depan, yang terdampak secara riil sangat berat, akibat turbulensi pandemi. Periode penuh ketidakpastian dan berbagai guncangan ekonomi terjadi. Apa saja indikasinya? Pertambahan jumlah pengangguran, angka kemiskinan, hingga kelesuan bisnis dan ekonomi, menjadi hal-hal yang terlihat saat ini.
Jadi apa maknanya kenaikan status ini bagi Indonesia? Setidaknya, pernyataan Bank Dunia memberikan ruang apresiasi atas pencapaian ekonomi Indonesia, yang berimbas pada aspek serta nilai kredibilitas. Hal ini menjadi penting sebagai sebuah reputasi baik. Tentu menjadi pondasi bagus dalam menjalin relasi kerjasama ekonomi antar negara.
Plus, dengan menyandang status baru sebagai negara menengah atas, bisa pula memberi efek peningkatan credit rating. Nah hal yang terakhir ini perlu dikelola dengan sangat bijaksana. Bertambahnya jumlah utang yang di setting melalui anggaran defisit akibat Covid-19, harus dikalkulasi cermat, serta dipergunakan sebaik mungkin, karena kita tidak bisa melulu menyandarkan pembiayaan berbasis hutang.
ADVERTISEMENT
Pengandaian Kesejahteraan
Metode perhitungan statistik dan angka kuantitatif, sesungguhnya merupakan cara untuk melakukan pendekatan realitas. Tetapi hal itu tidak sepenuhnya mampu mewakili realitas itu sendiri. Pada sebuah upaya kalkulasi, selalu ada potensi kesalahan -error. Baik salah dalam melakukan penarikan data, maupun saat mengolah data.
Tujuan pembangunan tentu bukan sekedar mengajar angka maupun peringkat status, karena hal itu menjadi pelengkap penyerta, keseluruhan konsep pembangunan menyoal tentang manusia.
Secara filosofis, manusia berlaku sebagai subjek sekaligus objek dalam dimensi pembangunan. Dimana peran manusia subjek yang melaksanakan pembangunan, dengan sasaran kepentingan manusia objek.
Harus pula dipahami, bila sumber daya manusia pula yang akan menjadi pembeda dalam kepentingan berkompetisi melalui mekanisme pembangunan. Jika sumber daya alam bersifat habis pakai -non renewable, maka modalitas terbesar bangsa ini ada pada manusianya.
ADVERTISEMENT
Maka tujuan pembangunan harus berpusat pada manusia subjek dan objek tersebut. Kebahagiaan dalam makna kesejahteraan adalah ukuran yang hendak dituju, dengan diperantarai oleh indikator angka pembangunan.
Dengan begitu, paparan nilai angka dan status peringkat negara bukan tujuan final, melainkan sebagai medium distribusi kesejahteraan. Apakah angka rilis Bank Dunia bisa mewakili prinsip kesejahteraan? Apakah merepresentasikan kebebasan, kesetaraan dan keadilan?
Hari-hari ini, berbagai masalah muncul bersamaan dengan pandemi. Kekacauan data distribusi bantuan sosial. Kerancuan program bagi korban pengangguran melalui kartu prakerja. Tumpang tindih kebijakan pusat-daerah. Kapasitas layanan kesehatan yang terbatas.
Melampaui Status
Bila berpijak dengan memakai kerangka di atas, maka hasil pemeringkatan Bank Dunia, menjadi penting secara substansi, untuk melihat strategi apa yang dipersiapkan agar bisa mengakselerasi kesejahteraan melalui peningkatan produktivitas nasional yang melibatkan partisipasi manusia subjek dan objek.
ADVERTISEMENT
Momentum pandemi membuka ruang untuk melakukan perbaikan model pembangunan kita yang berfokus pada pencapaian angka -pro growth, karena yang bertumbuh dan bertambah belum tentu mewakili kesejahteraan -pro wealth.
Terlebih ketika angka-angka itu menghamba pada kepentingan kekuasaan dalam upaya persuasi keberhasilan kepada publik. Terlepas dari persoalan tersebut, hal mendasar yang menjadi pokok penting atas kenaikan status kelas sebagai negara menengah atas bagi Indonesia adalah keharusan untuk membumikan kekuatan Berdikari, sebagai semangat keberlanjutan dan kemandirian.
Komitmen itu, perlu diformulasikan secara riil dan konkrit, sehingga Indonesia tidak hanya dianggap sebagai kuantitas pasar -market semata. Hal yang jauh lebih penting lagi adalah memastikan kesejahteraan terimplementasi bagi seluruh warga bangsa tanpa terkecuali, tidak hanya memihak kepada segelintir kelompok kepentingan.
ADVERTISEMENT
Kenaikan kelas kali ini bisa disyukuri, tapi tidak perlu bertepuk dada, karena yang utama termuat dalam imajinasi kehidupan bersama dalam kesatuan berbangsa serta bernegara, yakni merdeka seutuhnya dalam berdaulat, adil dan makmur. Disana tujuan pembangunan hendaknya diarahkan.