news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Tentang Gerakan Masyarakat Sipil, Filosofi Foucault, dan Kekuasaan

Yudhi Hertanto
Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid
Konten dari Pengguna
27 September 2019 9:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yudhi Hertanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Yudhi Hertanto Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Yudhi Hertanto Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Bukan kebetulan kalau soal dewan pengawas dalam UU KPK menuai polemik. Posisinya sebagai pengawas nampak seolah menempati kedudukan yang lebih tinggi. Terlebih, fungsinya masuk ke wilayah praktis, untuk memberikan izin bagi kerja-kerja KPK.
ADVERTISEMENT
Sesungguhnya, mekanisme pengawasan telah dilakukan secara dalam era internet. Hampir semua kejadian terdokumentasi secara digital dan mampu diakses oleh seluruh publik. Maka, rekam jejak digital menjadi bentuk pembuktian yang vital.
Problem-nya, ada perbedaan dominasi akses pengawasan antara publik dan pemilik kekuasaan. Penguasa mampu melakukan pengawasan melekat pada publik, dengan seluruh perangkat yang dimilikinya. Pada sisi berlawanan, publik kerap kesulitan mengawasi kekuasaan, bahkan dibungkam.
Kerja-kerja politik dibalik layar, dalam sebuah panggung politik, sebagaimana konsep Dramaturgi Goffman, memang di-setting untuk tidak terlihat oleh para penonton. Di belakang panggung, para aktor memiliki kekuasaan membangun skenario bersama.
Walhasil UU KPK muncul, hasil kompromi dan negosiasi, sebagian menyebut transaksi di antara kekuasaan. Prosesnya kilat, semua pihak segera bersepakat, membentuk permufakatan bersama untuk memastikan pengawasan bagi institusi KPK.
ADVERTISEMENT
Ada selisih yang sangat tipis dalam istilah pengawasan tersebut dengan pengambilalihan. Suara dalam perspektif berbeda, menyebutnya pelemahan. Pembuat kebijakan justru bersikukuh menyebut revisi sebagai penguatan. Publik bertanya di jalanan, soal bagian mana yang tengah diperkuat?
Pengawasan Digital
Tidak seberapa lama, terdapat laporan dari para penolak revisi UU KPK. Terjadi pembajakan nomor kontak pribadi, dengan beragam modus. Panggilan tanpa henti dari berbagai nomor aneh, hingga persebaran link digital palsu yang seolah mencitrakan kondisi sebaliknya, yakni dukungan bagi UU KPK.
Kita tidak perlu menduga pelaku, karena itu ranah pihak berwenang. Tapi, kita memahami logikanya, setiap persinggungan kepentingan pada kekuasaan, akan melahirkan upaya-upaya untuk mensterilkannya. Perspektif berbeda dinyatakan sebagai ancaman bagi stabilitas, sebuah frasa yang sering dijadikan pembenaran untuk mengambil tindakan represif.
ADVERTISEMENT
Penguasaan dunia nyata, berlanjut ke dunia maya. Terlebih, saat ini kita telah menjadi sebuah jejaring sosial yang terkoneksi. Padahal sejatinya tidak ada yang bebas nilai. Terdapat kepentingan ekonomi politik yang disematkan pada sebuah kebebasan semu di ranah online.
Kesimpulan itu pula yang termuat dalam buku 'Jagat Digital', Pembebasan dan Penguasaan karya Agus Sudibyo setebal 466 halaman, yang memberikan ruang reflektif untuk melihat sisi wajah Janus (Dewa berwajah ganda) atas keberadaan internet dan tata laku zaman di dunia yang terdigitalisasi.
Sesungguhnya, kita memang tengah hidup di periode surveillance capitalism. Penyedia platform menjadi pengawas ditengah asyik masyuknya kita bersosial media. Dit ingkat yang lebih tinggi pada aspek politik, penguasa memiliki akses tidak terbatas untuk membuat penyedia platform tunduk dibawah regulasinya, termasuk soal pengawasan publik.
ADVERTISEMENT
Kuasa Panoptik
Peristiwa pembajakan kontak pribadi para aktivis dalam gerakan masyarakat sipil adalah representasi dari filosofi Foucault tentang kekuasaan yang disimbolkan dengan menara panopticon, sebuah bangunan pengawas di tengah lingkungan penjara untuk memantau gerak-gerik para penghuninya.
Konsep bangunan panoptik lazim dipergunakan dalam tata arsitektur penjara abad pertengahan, dengan bentuk tinggi menjulang dan menggunakan lampu sorot yang sangat terang adalah wujud dominasi kekuasaan atas populasi dibawahnya.
Filsafat Foucault yang menelanjangi kekuasaan, memperlihatkan dialektika dinamis antara pengetahuan dan kekuasaan. Mempergunakan pendekatan kritis, maka apa yang hendak disampaikan Foucault semakin benderang, bahwa kekuasaan akan membentengi dirinya dengan kekuatan pengetahuan, termasuk pengawasan fisik melalui institusi hukum dan keamanan.
Ruang digital sejatinya dapat menjadi ruang publik baru, meminjam istilah Habermas soal public sphere. Ada lokasi yang menjadi wilayah bebas bagi ekspresi yang saling bersilangan, sebuah lingkup demokratis dalam kesetaraan. Problemnya tangan-tangan kekuasaan masuk melalui berbagai instrumen.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, ruang publik baik di dunia nyata dan dunia maya memang tidak netral. Sesungguhnya, melalui gadget dan perangkat digital lainnya kita semakin terkoneksi dalam sebuah tatanan pengawasan melekat dalam dominasi para penguasa dibidang ekonomi dan politik.
Dari Rektor hingga Kepala Sekolah
Problem-nya, aspirasi publik berbeda, sehingga tidak dapat terbendung ketika berhadapan dengan kehendak kekuasaan. Model parlemen jalanan digelar, demonstrasi menjadi alternatif bagi kekuasaan formal yang dianggap mangkrak.
Elemen pemuda, mahasiswa, dan pelajar mengambil peran dan menjadi motor penggerak kali ini. Situasi tersebut adalah gangguan dan mengusik tatanan politik yang telah mapan. Maka, pemangku kuasa pun memanggil bidang kementerian terkait.
Hasil akhirnya mudah ditebak, ancaman dijalankan secara berurutan melalui jalur birokrasi. Sang menteri menyebut akan memberikan sanksi bila diketahui ada rektor perguruan tinggi yang dianggap ikut menggerakkan mahasiswa berdemontrasi. Lantas pak menteri bersepakat membuka ruang dialog.
ADVERTISEMENT
Jika diurai sesuai kejadian, kita tentu dapat membayangkan pintu bagi terciptanya komunikasi telah mengalami kebuntuan. Proses audiensi dengan para pihak terkait tersumbat. Maka demonstrasi adalah hak konstitusional sebagai sarana mengekspresikan pendapat dan suara berbeda. Toh hal itu pula yang pada akhirnya dapat membuka kembali ruang dialog yang telah ditutup sebelumnya.
Pun begitu halnya dengan para pelajar, Kepala Daerah dan Dinas Pendidikan meminta Kepala Sekolah bertanggung jawab, serta dapat diberi sanksi bila membiarkan para siswa terlibat aksi unjuk rasa. Logika ini seolah menjadi bagian dari pembatasan hak berpendapat.
Pada akhirnya, skema pengawasan berlangsung berjenjang. Sejatinya pengawasan adalah bagian dari upaya menyeimbangkan kekuasaan agar tidak tergelincir. Namun pada akhirnya, pengawasan pula dapat menjadi sarana dalam memperkuat cengkraman kekuasaan bagi publik.
ADVERTISEMENT
Lingkaran pengawasan yang ditujukan bagi upaya menertibkan pendapat berbeda agar menjadi senyawa dengan kepentingan kekuasaan, adalah bentuk penyelewengan mandat publik atas kekuasaan. Camkan itu!