Wabah dan Peradaban Umat Manusia

Yudhi Hertanto
Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid
Konten dari Pengguna
29 Maret 2020 11:29 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yudhi Hertanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Yudhi Hertanto Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Yudhi Hertanto Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Dari cosmos ke chaos. Corona mengubah keteraturan menjadi kekacauan. Dalam perubahan bentuk tersebut, manusia memasuki labirin pencarian jati dirinya.
ADVERTISEMENT
Perang berkecambuk dengan lawan yang tidak terlihat. Mikroorganisme itu mendadak menjadi musuh dari seluruh umat manusia. Mungkin juga tanpa disadarinya.
Luluh lantak, setiap sendi kehidupan manusia terganggu. Kehadiran Corona memporak-porandakan tatanan yang telah tercipta. Menyisakan kesedihan, ketakutan, dan kengerian akan kematian.
Nyaris tanpa terkecuali. Semua bidang terguncang. Ekonomi, politik, dan aspek sosial mengalami perubahan yang dipaksakan, oleh keharusan keadaan. Corona mendisrupsinya, mempercepat.
Akselerasi yang sedemikian pesat, terjadi dalam tempo yang sangat pendek. Berkejaran dengan waktu. Corona bekerja sistematik. Tidak pelak kita tergagap. Tanpa antisipasi.
Dengan mengandalkan teknologi serta pengetahuan yang dimiliki, manusia masih berupaya untuk memecahkan puzzle virus Corona. Kita tampaknya akan memerlukan waktu tambahan.
Pada perenungan yang mendalam, Corona menghadirkan periode relaksasi dari kebisingan dunia.
ADVERTISEMENT
Kemajuan, pembangunan dan modernitas yang dicapai manusia, dihentikan sejenak oleh makhluk renik. Kesibukan itu, kini sedang beristirahat.
Negara-negara yang awalnya berseteru, dipaksa bersekutu. Bersama-sama mengatasi persoalan ini, sebagai masalah kolektif. Ancaman bagi kemanusiaan. Beberapa waktu ke depan, kita akan melihat bagaimana format bentuknya.
Ilustrasi corona. Foto: Pixabay

Momen Bertanya

Kini, kita kembali ditantang untuk bertanya apakah kita akan mampu bertahan? Akankah seleksi alam tercipta? Mungkinkah kepunahan?
Banyak pertanyaan yang patut direnungkan. Manusia memang gemar bertanya. Filsafat menghadirkan ruang yang dimulai dengan tanya, dan diakhiri pula dengan tanya. Dialektika dinamis tiada henti.
Keberadaan manusia menurut Socrates adalah tentang pencapaian kebahagiaan--eudamonia. Hal ini hanya terjadi melalui keutamaan--arate, yang didukung dengan pengetahuan--episteme.
Lantas kebahagiaan manusia modern, hadir bersamaan dengan sederet konsekuensi yang timbul. Pengetahuan dipergunakan bagi pemenuhan kebahagiaan, melampaui keutamaan.
ADVERTISEMENT
Apa saja hal keutamaan yang terlewatkan? Nilai-nilai etika yang seharusnya menjadi pemandu bagi pengetahuan untuk sampai pada kebahagiaan manusia, dipergunakan secara sepihak.
Terbayangkankah Corona adalah mikroorganisme yang sedang mencari ruang hidupnya? Bisa jadi kita telah merubah tabiat virus, yang kemudian membuatnya beradaptasi dan bermutasi?
Banyak kemajuan yang telah dicapai umat manusia, juga dilakukan dengan meminggirkan berbagai kehidupan organisme lain. Teknologi sebagai manifestasi pengetahuan, menjadi instrumen yang kehilangan nilai untuk menjaga harmoni ekosistem.

Peradaban Wabah

Sesuai Jared Diamond, Gun, Germs and Steel, 1997, maka kuman alias penyakit merupakan bagian dari pembentuk peradaban manusia.
Kemampuan mempergunakan teknologi. Mengolah logam bahkan mengubahnya menjadi senjata yang difungsikan sebagai alat perlindungan diri, sekaligus menjadi sarana represi fisik adalah pencetusnya.
ADVERTISEMENT
Umat manusia dibentuk oleh alam, pengasuhan, dan lingkungan sosial, serta ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Kajian Jared, memperlihatkan bagaimana satu komunal lebih unggul dibandingkan komunal lainnya, disebabkan kompleksitas pendukungnya.
Bangsa Eropa, dalam penelitian penemuan dunia baru yang diwakili penjelajah Spanyol. Hingga pada akhirnya sampai di tanah Suku Maya, memperlihatkan situasi tersebut. Senjata dan logam melalui meriam pelontar, memenangkan penguasaan.
Bersamaan dengan itu wabah terbawa serta, melalui hewan-hewan peliharaan. Binatang baru, yang bukan merupakan satwa endemik lokal menghadirkan persoalan bagi suku asli, karena penularan kuman.
Wabah kemudian segera berpindah lokasi, mencari ruang baru. Seiring dengan migrasi manusia. Kini Corona menjadi pandemi, bisa jadi dalam logika yang sama.
Pergerakan dan ruang wabah berlangsung, bersama dengan interkonektivitas global.
ADVERTISEMENT
Dalam sejarah, tercatat wabah flu Spanyol 1918, hadir pasca-Perang Dunia I. Menginfeksi 30 persen penduduk dunia saat itu dan menyebabkan kematian 10 persen di antaranya.
Wabah itu, menjangkau tanah Hindia Belanda. Hingga berakhir dengan pembentukan imunitas alamiah setelah dua tahun lamanya.
Ilustrasi obat virus corona. Foto: Indra Fauzi/kumparan

Jalan Keluar

Berkaca pada kejadian di masa lalu, kita tentu memiliki harapan di masa depan. Teknologi yang ada saat ini, terbilang mencukupi untuk melakukan berbagai penelitian.
Problemnya, teknologi di dalam masyarakat modern telah menjelma sebagai rasio teknokratis, sebagaimana Herbert Marcuse nyatakan. Mewakili kepentingan serta ambisi sekelompok manusia atas nama kapital.
Solusi yang ditawarkan dari situasi sulit ini adalah kembali kepada nilai keutamaan teknologi, sebagai perangkat pendukung kehidupan manusia.
ADVERTISEMENT
Menghadirkan keutamaan--arate. Bahwa sejatinya umat manusia adalah suatu masyarakat yang sama, dalam kehidupan dunia bersama. Maka ancaman atas satu manusia adalah ancaman bagi semua.
Kolaborasi, solidaritas, dan partisipasi adalah hakikat dari kemampuan bertahan Homo Sapiens yang juga Homo Socius. Dengan kekuatan bersama kita akan mampu mengatasi masalah dunia.
Jalan keluar itu, tidak akan pernah mampu diformulasikan, bila ada pihak yang masih berupaya mendahulukan kepentingan ego, serta mempertahankan dominasi manusia di atas manusia.
Mari kita mulai perjalanan kesejarahan ini.