'Membangun Bersama Alam' di Indonesia Jadi Sorotan Dunia

Konten dari Pengguna
12 September 2019 15:51 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yus Rusila Noor tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kegiatan “Membangun Bersama Alam” di Indonesia dalam Sorotan Badan Adaptasi Perubahan Iklim Dunia
ADVERTISEMENT
Atas inisiatif Pemerintah Kerajaan Belanda, pada tanggal 16 Oktober 2018 diluncurkan suatu badan internasional bernama Global Comission on Adaptation (GCA). Badan ini diluncurkan dengan mandat untuk mendorong berbagai kegiatan teknologi, perencanaan, dan investasi untuk menangani dampak dari perubahan iklim.
Komisi ini diketuai oleh mantan Sekjen Perserikatan Bangsa Bangsa, Ban Ki-Moon; serta pendiri Yayasan Bill & Melinda Gates, Bill Gates; dan CEO World Bank, Kristalina Georgieva. Setidaknya, ada 17 negara yang menjadi pendiri awal komisi ini, termasuk Indonesia. Di dalamnya terdapat sekitar 28 orang anggota komisi yang berasal dari kepala pemerintahan, menteri, pemimpin badan PBB, serta pemimpin berbagai sektor pembangunan dan industri.
Pada 10 September 2019, GCA mengeluarkan suatu laporan yang menampilkan berbagai kegiatan terkait percepatan adaptasi perubahan iklim yang melibatkan berbagai sektor. Dalam laporan tersebut, penyelesaian masalah berbasis alam (Nature-based Solution) diperkenalkan sebagai pendekatan lintas sektor.
ADVERTISEMENT
Laporan tersebut juga mengangkat kegiatan “Membangun bersama Alam” (Building with Nature/BWN) yang dilaksanakan di Indonesia sebagai suatu contoh keberhasilan perencanaan partisipatif dalam mengurangi erosi pesisir, masalah yang juga dirasakan oleh banyak negara Asia lainnya.
Desain BWN, di mana jasa ekosistem dipadukan ke dalam praktik rekayasa di bidang air, dianggap memiliki potensi tinggi dalam mengatasi berbagai persoalan yang timbul terkait air, dengan melibatkan pemerintah, perencana perkotaan dan pelabuhan serta didukung oleh pihak investor.
Indonesia menginspirasi “Membangun Bersama Alam” di Asia
Indonesia telah melaksanakan kegiatan “Membangun Bersama Alam” setidaknya sejak satu dekade lalu, berawal dari beberapa kegiatan percobaan untuk menangani erosi pesisir di wilayah Demak, Jawa Tengah. Melalui kerja sama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan konsorsium beberapa LSM dan perusahaan dari Belanda, pendekatan “Membangun bersama Alam” telah direplikasi di sekitar 14 kabupaten dan direncanakan untuk juga diterapkan di wilayah lainnya di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Secara umum, penanganan erosi pesisir dilaksanakan melalui pendekatan restorasi habitat sehingga mangrove dapat tumbuh secara alami, dibarengi dengan revitalisasi budidaya perikanan yang berkelanjutan untuk mendukung penghidupan masyarakat.
Pembangunan bendungan pemerangkap sedimen, yang memungkinkan mangrove tumbuh secara alami. (Photo: Yus Rusila Noor)
Inisiatif Indonesia dalam menangani erosi pesisir dengan pendekatan “Membangun Bersama Alam” tersebut rupanya telah menginspirasi beberapa negara di Asia dan Afrika untuk belajar lebih jauh, dan menerapkannya di negara mereka. Berbagai kunjungan dari negara lain, serta liputan oleh media dalam dan luar negeri ke lokasi kegiatan telah membuka komunikasi mengenai perlunya pendekatan “Membangun Bersama Alam” diterapkan secara lebih luas, dengan mempertimbangkan kondisi setempat.
Percepatan adaptasi melalui “Membangun Bersama Alam” di Asia
Indonesia telah menyampaikan pengalamannya dalam melaksanakan pendekatan “Membangun Bersama Alam” dalam suatu pertemuan di Belanda, yang bertajuk “Percepatan Adaptasi Melalui Membangun Bersama Alam” di Asia. Pertemuan tersebut diadakan oleh Pemerintah Indonesia (diwakili oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan), Global Centre for Adaptation, EcoShape, Wetlands International, dan Deltares.
ADVERTISEMENT
Ajang tersebut mempertemukan para ahli dan praktisi dari wilayah Asia dan Eropa bersama-sama dengan pihak donor, sektor keuangan, dan para pengusaha untuk mendorong adanya kerja sama yang baik dan investasi dalam mendukung pelaksanaan pendekatan “Membangun Bersama Alam” di wilayah Asia.
Dalam kesempatan tersebut, beberapa negara, termasuk Filipina, Malaysia, Thailand, Tiongkok, dan India menyampaikan permasalahan serupa di negara masing-masing, dan menyatakan keinginan untuk bersama-sama bekerja dalam mengatasi permasalahan terkait erosi pesisir dan adaptasi perubahan iklim secara umum.
Kunjungan delegasi negara-negara Asia dan Eropa ke lokasi pengembangan "Membangun Bersama Alam" di Negeri Belanda (Foto: Yus Rusila Noor)
Pimpinan Delegasi Indonesia menguraikan pengalaman Indonesia dalam "Membangun Bersama Alam" untuk direplikasi di negera-negara Asia lainnya. (Foto: Yus Rusila Noor)
Ajakan untuk penerapan solusi infrastruktur air yang lebih fleksibel
Secara umum, pendekatan solusi berbasis-alam telah mulai dikenal dan dilaksanakan. Hal ini berlaku pula di kalangan para Insinyur Sipil yang membutuhkan adanya solusi rekayasa di bidang air yang lebih inovatif untuk mengatasi dampak perubahan iklim serta kondisi urbanisasi yang lebih cepat, pertumbuhan ekonomi dan dibarengi dengan degradasi lingkungan yang semakin membutuhkan perhatian.
ADVERTISEMENT
Pendekatan “Membangun bersama Alam” menawarkan alternatif solusi dalam menangani permasalahan di wilayah pesisir, sungai, pelabuhan, dan tata kota. Pendekatan yang bersifat inovatif dan transformatif ini juga membuka kesempatan bekerjasama bagi para pengambil keputusan, lembaga penelitian, praktisi rekayasa, LSM, dan kelompok masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang timbul, sekaligus mendorong percepatan ekonomi dan mata pencaharian masyarakat melalui perbaikan kondisi lingkungan.