Etika Berkomunikasi di Media Sosial

Yusron Abrori
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
20 Mei 2021 18:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yusron Abrori tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi sosial media. Sumber foto: Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sosial media. Sumber foto: Pixabay.
ADVERTISEMENT
Saat ini, kemajuan akan tekonologi telah membawa manusia sampai kepada titik di mana tidak perlu lagi repot membeli surat serta prangkonya lalu menuliskan pesan yang akan disampaikan dan berlari ke kantor pos agar pesan kita segera sampai ke tujuan. Bukankah begitu? Sekarang kita hanya cukup duduk dan mengecek menggunakan gadget canggih yang hampir setiap saat tidak pernah jauh dari jangkauan kita.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, karena terlalu melekatnya gadget mengakibatkan beberapa orang mengalami kecanduan gadget seperti phubbing. Phubbing merupakan sikap yang mengabaikan seseorang yang sedang berinteraksi dengan nya disebabkan perhatiannya lebih tertuju kepada ponsel. Ditambah dengan adanya pandemic yang sedang berlangsung ini membuat intensitas para pengguna gadget semakin meningkat drastis.
Hal ini disebabkan oleh adanya transisi aktivitas dari sehari-hari semacam bekerja dan bersekolah bahkan seminar sekarang semua kegiatan tersebut dialihkan menjadi kegiatan virtual. Dengan terjadinya peralihan semua kegiatan ke dunia virtual membuat rasa bosan dan kesepian semakin menjadi-jadi setiap harinya. Hari demi hari berusaha untuk menghilangkan rasa jenuh tersebut dengan mencari hal baru yang dapat mendistraksi atas rasa jenuh tersebut.
Dengan kemajuan teknologi itu, banyak bermunculan aplikasi pesan. Di sini kita dapat berkomunikasi serta berinteraksi secara virtual dengan berbagai orang di berbagai penjuru dunia dengan berbagai latar belakang yang tentunya berbeda. Selama kita dan orang itu memiliki koneksi internet dan berada pada aplikasi yang sama, maka komunikasi sangat mungkin untuk terjadi. Untuk orang yang aktif dan terlibat dalam komunikasi virtual atau internet ini biasa disebut dengan netizen, yaitu lakukan dari citizen of the net.
ADVERTISEMENT
Mengenai netizen ini, baru-baru ini bermunculan kehebohan sebuah laporan Digital Civility Index (DCI) yang menyatakan bahwa tingkat kesopanan netizen Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara. Riset ini yang dirilis oleh Microsoft menunjukkan bahwa tingkat kesopanan netizen Indonesia meningkat ke angka 76, yang berarti semakin tinggi angkanya menunjukkan semakin buruk tingkat kesopanan netizen Indonesia dalam menggunakan media sosial.
Indonesia berada pada urutan ke 29 dari 32 negara yang disurvei. Dari hasil tersebut, kemudian netizen Indonesia yang tidak terima akan hasil laporan tersebut mulai membanjiri kolom komentar pada Instagram Microsoft dengan berbagai respons yang kurang baik sampai pada akhirnya akun Instagram Microsoft mematikan fitur komentar karena terlalu banyak respons negatif dari netizen Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dari sini bisa terlihat bahwa survey yang dilakukan oleh Microsoft dengan apa yang telah netizen Indonesia lakukan kepada akun Instagram Microsoft sepadan yang menandakan bahwa netizen Indonesia memiliki tingkat kesopanan yang sangat buruk.
Dari sini kita dapat melihat bahwa di mana pun kita berada, bahkan dalam media sosial pun sangat penting untuk memiliki etika dan menerapkannya. Baik secara virtual maupun tatap muka secara langsung. Hal ini diperlukan untuk menciptakan komunikasi budaya yang baik antara sesama WNI maupun dengan WNA. Lantas yang menjadi pertanyaan, kemanakah etika yang sudah ditanamkan sejak kecil oleh orang tua? Apakah hanya karena memenuhi kepuasan pribadi membuat orang tidak memiliki etika?