Andai Keynes Tahu Akan Buzzer

Yusuf Arifin
tidak tertarik dengan banyak hal. insecure one trick pony.
Konten dari Pengguna
27 Juli 2020 9:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yusuf Arifin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
The Great Exhibition digelar di Hyde Park, London, tahun 1851. Memamerkan segala sesuatu yang hebat dari perkembangan teknologi sejak revolusi industri dimulai hampir satu abad sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Dari mesin pembuat amplop surat, percetakan, hingga ke alat berat untuk menggali tambang, membuat lokomotif kereta dan kapal.
Dari pembuatan sekrup dan baut hingga lembar lempengan baja.
Mantranya adalah standarisasi, presisi, mekanisasi, dan otomatisasi.
Segala sesuatu distandarisasi agar lebih mudah membayangkan dan menyeragamkan pembuatannya, karenanya segala sesuatunya harus menggunakan pengukuran yang tepat (presisi), agar bisa dimekanisasikan pembuatannya, dan kemudian diotomatisasi prosesnya.
Inilah buah dari revolusi industri yang awalnya–salah satunya–termungkinkan oleh penemuan mesin uap dari James Watt.
Baik atau buruk, revolusi industri itu berimbas ke mana-mana. Pusat-pusat industri (pabrik) tumbuh dan berkembang menjadi perkotaan; pabrik-pabrik bermunculan; konsumerisme meningkat; tambang semakin banyak digali; kereta api mengular ke seluruh pelosok negeri; ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi panglima; dan progress (kemajuan) menjadi kata kunci dalam kehidupan.
ADVERTISEMENT
"Pameran ini," kata Pangeran Albert–suami Ratu Victoria yang sekaligus inisiator pameran–saat membukanya, "memberi gambaran kepada dunia akan kemajuan teknologi yang telah kita capai sekaligus menjadi titik tolak, penunjuk arah, perkembangan selanjutnya."
Bangsawan Jerman dari wangsa Saxe-Couburg ini ingin memastikan bahwa peran Inggris sebagai pusat ilmu dan teknologi untuk seratus tahun ke depan tidak akan tergeser.
Ia ingin menggunakan pameran itu untuk menjaga agar demam ilmu dan teknologi dengan pelbagai imbasnya terus hidup dan menginspirasi warga Inggris.
Di pertengahan abad 19 getar bahwa dunia sedang berubah–dan berubah dengan sangat cepat–karena berbagai penemuan di bidang keilmuan dan teknologi konon sangat terasa.
Manusia menemukan berbagai hal baru yang mengubah cara hidup mereka menuju ke sesuatu yang mereka sendiri belum bisa rumuskan.
ADVERTISEMENT
John Maynard Keynes lahir dari zaman yang menggairahkan ini. 32 tahun sesudah The Great Exhibition digelar.
Ia anak dari sebuah zaman ketika tarik menarik antara neophilic—gairah untuk menemukan hal baru, dan neophobic—kekhawatiran menghadapi hal yang baru; terasa di mana-mana.
Keynes dikenal sangat dekat dengan ayahnya, seorang ekonom sekaligus staf pengajar di Cambridge bidang ilmu moralitas. Ayahnya terkenal sebagai salah seorang yang mencoba merumuskan apa itu ilmu ekonomi, bagaimana seharusnya ekonomi itu, dan bagaimana kenyataannya.
Di tahun 1930 John Maynard Keynes—ia sudah menjadi salah seorang ekonom paling terkemuka di dunia—meramal bahwa di akhir abad 20 akan terjadi otomatisasi pekerjaan besar-besaran. Kemajuan teknologi akan sampai pada tahap sedemikian rupa hingga bisa mengambil alih pekerjaan-pekerjaan manusia.
ADVERTISEMENT
Dalam hitungan Keynes, orang-orang di negara-negara maju seperti Inggris di akhir abad 20 hanya akan perlu bekerja 15 jam saja per minggunya.
Dikurangi waktu tidur yang 56 jam per minggu—dengan asumsi manusia membutuhkan waktu delapan jam per harinya—warga negara maju akan mempunyai waktu luang 97 jam per minggunya. Porsi terbanyak dalam hidup seminggunya.
97 jam untuk bersenang-senang, melakukan hal-hal yang bermanfaat, berpikir, mengembangkan ide dan proyek pribadi, atau kalau memang pemalas menambah jam tidur lagi.
Dunia dan kehidupan akan lebih menyenangkan untuk dijalani.
Ramalan Keynes benar adanya. Teknologi terus mengalami percepatan penyempurnaan. Teknologi memudahkan manusia untuk produktif. Dan seiring waktu, otomatisasi pekerjaan memang terjadi secara besar-besaran.
Tetapi ramalan Keynes juga salah adanya ketika berbicara tentang berkurangnya jam kerja. Alih-alih berkurang, jam kerja sepertinya malah semakin panjang. Akhir abad 20 yang ia bayangkan tak pernah terjadi.
ADVERTISEMENT
Teknologi memang memudahkan, tetapi bekerja lebih lama atau tidak pilihannya ada di tangan manusia. Dan kita tahu manusia memilih untuk bekerja lebih lama—apapun alasannya. Seperti yang kita alami sekarang, manusia malah menciptakan sebuah sistem yang mengharuskan bekerja lebih lama justru karena teknologi memungkinkannya.
Teknologi juga bukan hanya disempurnakan. Ia membuka kemungkinan-kemungkinan teknologi baru untuk muncul (dan profesi-profesi baru). Progresi teknologi bersifat linear tapi bisa bercabang-cabang perkembangan barunya.
Ambil contoh saja algoritma yang kemudian mendasari penemuan komputer. Bersambung dengan teknologi telekomunikasi berujung pada penemuan/perkembangan internet.
Muncul pekerjaan-pekerjaan baru dengan skala industrial yang lagi-lagi malah menuntut jam kerja yang lebih panjang. Bahkan juga kemungkinan profesi-profesi baru—yang saya tidak mengerti kegunaannya.
Misal inovasi di bidang internet menghadirkan media sosial. Media sosial memungkinkan hadirnya profesi baru yang disebut buzzer (pendengung).
ADVERTISEMENT
Apa coba definisi (profesi) pendengung itu? Mengapa harus ada? Apa pula gunanya? Substansial atau tidak? Perlukah kita menanggapi serius apa yang mereka dengungkan?
Contoh mutakhir lain, pegiat media sosial. Kita sering menemukan dalam forum-forum resmi seseorang disemati sebutan ini: Si fulan, seorang pegiat medsos.
Apa artinya pegiat media sosial? Sering menulis status di media sosial? Sering berbaku tanya jawab di media sosial? Mempunyai akun di semua jenis media sosial? Benarkah ini sebuah profesi sehingga perlu disematkan kepada seseorang?
Bukan untuk merendahkan kalau memang benar dua hal tadi adalah sebuah profesi. Toh banyak sekali profesi yang bisa kita pertanyakan kegunaannya maupun keabsahannya tetapi muncul karena adanya perkembangan teknologi.
Saya hanya membayangkan Keynes pasti akan mengernyitkan dahi dihadapkan dengan munculnya pendengung, pegiat media sosial, dan pekerjaan-pekerjaan serupa lainnya. Bisa jadi ia bahkan akan merevisi ramalan-ramalan ekonominya.
ADVERTISEMENT
Atau ia akan memutuskan untuk kembali berkutat saja dengan matematika—bidang keilmuan pertama yang ia tekuni, menyerah melihat kemampuan manusia untuk menciptakan bidang pekerjaan yang "ada-ada saja".
Ilustrator: Indra Fauzi/kumparan