Usaha membicarakan sebuah peristiwa politik yang sumir dan berbuntut pembunuhan massal, penindasan, pengekangan, serta berbagai pelanggaran hak asasi lainnya selama puluhan tahun secara “dingin” dan “logis” rupanya tidak menguntungkan.
Pernah, saya, sebagai seorang wartawan, menyelidiki apakah benar peristiwa yang tercatat dalam historiografi Indonesia sebagai Gerakan 30 September (G30S) sesungguhnya tak lebih dari sebuah skenario perebutan kekuasaan canggih yang mengkambinghitamkan PKI. Hasilnya, banyak orang menuduh saya simpatisan komunis. Sebaliknya, ketika saya menggali dari sisi berlawanan: apakah peristiwa itu memang upaya kudeta PKI yang layu sebelum berbunga, saya dicemooh sebagai korban cuci otak Orde Baru.
Mencari kejernihan tentang G30S tak ubahnya menempatkan diri dalam bidikan dua kelompok yang bertempur. Tiap-tiap kelompok paham bahwa jika ada dua hal yang bertentangan, mustahil keduanya benar; tetapi mereka alpa: mungkin salah satunya benar, mungkin juga keduanya sama-sama keliru.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814