Hidup di Zaman Gampang Mellow, Gampang Marah, dan Hoax Friendly

Yusuf Arifin
tidak tertarik dengan banyak hal. insecure one trick pony.
Konten dari Pengguna
10 Januari 2017 18:59 WIB
comment
38
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yusuf Arifin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Zaman hoax friendly. (Foto: 1freewallpapers)
Ketika foto seorang pramugari Garuda Indonesia dibantu rekannya menggendong seorang nenek tua di lorong pesawat disebar ke media sosial, hati orang lumer. Terharu. Tersentuh. Mellow habis.
ADVERTISEMENT
Foto itu menjadi viral. Puja-puji komentar menyertainya. ‘Sebuah kebajikan yang layak menjadi teladan,’ begitu pernyataan umumnya.
Sudah jelas yang dilakukan pramugari sebuah perbuatan mulia (dan layak sebar). Tetapi sebetulnya itu tidak istimewa karena dua hal. Pertama, keduanya hanya menjalankan tugas yang semestinya memang mereka lakukan. Sebuah tanggung jawab dan konsekuensi pekerjaan.
Kedua, sebagai manusia sudah semesti dan sewajarnya melakukan itu. Sudah semesti dan sewajarnya manusia tolong menolong. Manusia gitu loh….
Memang lebih mending mengobral secara berlebihan pernyataan tentang perbuatan baik ketimbang mengumbar kemarahan di media sosial.
Sementara di satu sisi pengguna media sosial gampang mellow, di sisi lain juga gampang marah. Gampang unjuk geram. Berantem. Apa-apa ujungnya adu marah. Beda pilihan presiden, saling uring-uringan. Beda pilihan gubernur, adu cerca. Beda pendapat, adu cela. Bahkan untuk hal yang remeh temeh asal tak sepaham bawaannya saling sindir dan ujungnya berantem. Padahal pernahkah dua manusia misalnya mempunyai pemikiran yang sama persis? Dari dua manusia saja, ada tiga empat pemikiran yang berbeda. Bahkan sendirian saja, manusia sering berbeda pendapat dengan bayangannya sendiri. Karenanya kalau berbeda apapun, santai sajalah. Manusia gitu loh… Tetapi gampang mellow dan gampang marah masih belum seberapa. Yang parah adalah hoax friendly (suasana permisif untuk menerima berita/kabar yang dibuat untuk menipu).
ADVERTISEMENT
Sungguh ini merepotkan.
Salah satu ciri paling menyebalkan dari sikap hoax friendly ini adalah bahkan ketika meragukannya, seringkali yang bersangkutan justru ikut menyebarkan. Misal ketika dengan pretext, ‘berita ini benar nggak ya?’ lalu kemudian mengunggah berita hoax tersebut ke internet. Atau dengan pretext, ‘ada yang bisa mengklarifikasi?’ Itu namanya bodoh dan celaka. Kalau memang tidak yakin, ya jangan mengunggah. Memangnya jawaban di media sosial akan memberi validitas keabsahan? Beda tentu saja dengan berlagak pilon untuk tujuan menyebarkan. Kalau yang satu ini cerdik dan jahat. Sedikit derajat di bawahnya adalah yang percaya kebenaran berita hoax lalu ikut menyebarkan. Untuk yang satu ini kategorinya sederhana saja, dungu. Di zaman gampang mellow, gampang marah, dan hoax friendly ini saya hidup. Saya seperti dikutuk rasanya.
ADVERTISEMENT