
Dengan alasan apa pun, penganiayaan terhadap Ade Armando sebuah tindak mengerikan. Sebuah mob mentality (mental kerumunan) yang beringas, tanpa mempunyai kemampuan penalaran dan minim kapasitas empati.
Tetapi ini tidak mengagetkan. Demikianlah cara kita menyelesaikan perbedaan, ketidaksepakatan, ketidaksepahaman, konflik, dan ketidakadilan. Mengandalkan okol (entah apa artinya tapi yang jelas bukan berarti akal) dan otot. Tindakan itu bukan sebuah simtom, bukan pula sekadar residu (mungkin awalnya demikian) atas ketidakpuasan, kegagalan, dan kemandulan tatanan hukum dan penerapannya. Demikianlah budaya kita, budaya masyarakat yang tidak berbudaya (uncivilized)—biadab.
Ikuti saja pertarungan di media sosial antara yang membela penganiayaan terhadap Ade Armando maupun yang mengutuk. Sama sengitnya dan sama bermental beringas-kerumunannya. Bahkan tanpa bersentuhan dan bertatap muka, kita bisa merasakan getar kegeraman untuk saling meniadakan. Dengan alasan pembenaran masing-masing, sama-sama bersuka cita dengan tindak kekerasan selama itu menimpa “mereka” dan bukan “kita”. Sementara yang tidak terlibat ikut menyeringai dan dengan jantung berdegup-degup gembira layaknya melihat tontonan gladiator.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanplus
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanplus
Gratis akses ke event spesial kumparan
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814
Konten Premium kumparanplus
Sejarah, dan Borobudur adalah monumen kesejarahan, di antara lainnya, memberi rasa nyaman akan ketersinambungan eksistensi kita dengan masa lalu.
Kolom Yusuf "Dalipin" Arifin, terbit tiap Jumat.
57 Konten
KONTEN SELANJUTNYA
Amnesia Selektif Sejarah
Yusuf Arifin
SEDANG DIBACA
Kita Ini Memang Biadab
Yusuf Arifin
KONTEN SEBELUMNYA
Klitih
Yusuf Arifin
Lihat Lainnya
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten