Memberontak Pendidikan Merdeka

Yusuf Arifin
tidak tertarik dengan banyak hal. insecure one trick pony.
Konten dari Pengguna
3 Februari 2020 14:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yusuf Arifin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi "memberontak pendidikan terbuka" oleh Indra Fauzi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi "memberontak pendidikan terbuka" oleh Indra Fauzi
ADVERTISEMENT
Suatu saat saya berbincang dengan seorang teman tentang pendidikan dan pengalamannya. Ia datang dari kalangan yang sangat berada: Secara sosial, ekonomi, dan politik. The privileged (yang teristimewakan), kata orang. Bagian dari crème de la crème-nya republik ini.
ADVERTISEMENT
Ia menempuh pendidikan dasar hingga atas di beberapa lembaga pendidikan yang dianggap terbaik negeri ini. Lalu meneruskan pendidikan tingginya di salah satu universitas terbaik di luar negeri.
"Saya tidak terlalu ingat apa yang saya dapat ketika bersekolah. Mungkin karena termasuk yang tidak pintar," katanya diikuti tawa lepas.
"Satu hal saja belakangan saya sadar, jaringan. Semua kolega kerja dan bisnis saya sekarang, pada satu ketika adalah teman satu sekolah. Kami saling mencari, berhubungan, saling memberi rekomendasi," katanya, kali ini dengan wajah serius.
"Menempuh pendidikan itu sama dengan membangun jejaring."
To each his own. Semua orang punya pandangan-keperluannya sendiri-sendiri.
Dua generasi sebelum kawan ini, kakeknya menjadi bagian dari kaum terdidik Indonesia lewat apa yang disebut politik etis penjajah Belanda.
ADVERTISEMENT
Tinggal di pelosok namun merupakan salah satu pusat perkebunan saat itu, kakeknya terserap sistem pendidikan kebijakan balas jasa Belanda ke wilayah yang mereka jajah.
Walau balas jasa itu banyak dituduh bersifat semu—Belanda membutuhkan tenaga administratif yang minimal mempunyai kemampuan baca tulis dan karenanya diadakan pendidikan untuk pribumi—, kakek dari teman ini menjadi "tercerahkan".
Lewat pendidikan dasar yang tidak seberapa, kakek dari teman ini mulai bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran besar dunia: Tentang arti penjajahan, persamaan hak, sejarah dunia, sastra, dan segala macam yang dianggap modern.
Berbekal pendidikan dasar yang ia dapat, bukannya menjadi tenaga administrasi perkebunan setempat, kakek teman ini melanjutkan pendidikan ke kota. Di kota ia terlibat dalam gerakan untuk memerdekakan Indonesia. Menjadi salah satu tokohnya. Sepertinya wajar saja ketika Indonesia merdeka ia kemudian menjadi bagian dari elite politik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bagi kakek teman ini, pendidikan yang pada awalnya membawa sebuah pencerahan pada akhirnya menjadi sebuah alat mobilitas sosial. Membawanya dari strata sosial bawah ke paling tinggi.
Pendidikan memang bermuka banyak. Spektrumnya sangat luas. Apalagi ketika masuk ke sebuah sistem pendidikan massal seperti yang kita hadapi saat ini.
Ia bisa menjadi alat pencerah—mendorong manusia untuk terus berpikir dan mungkin memberontak agar dunia menuju ke sebuah peradaban yang lebih baik—tetapi juga bisa menjadi alat ketertundukan pada sebuah ide dan sistem.
"Sistem pendidikan massal memang dirancang untuk menjadikan manusia sebagai alat produksi yang pasif," kritik pemikir besar zaman ini, Noam Chomsky. "Seluruh sistem pendidikan dan pelatihan profesional hanyalah sebuah saringan untuk menyingkirkan mereka yang tidak bisa ditundukkan, tidak mau menuruti peraturan."
ADVERTISEMENT
Sistem pendidikan merdeka yang diajukan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim dan ramai dibicarakan orang masuk dalam kategori yang dikritik oleh Chomsky ini. Sebuah sistem yang dirancang melulu untuk mempersiapkan tenaga kerja masuk ke dunia industri.
Tentu saja dengan pendidikan merdeka-nya, Nadiem takluk pada tuntutan sebuah pendidikan massal. Tentu saja Nadiem mengerti pendidikan massal adalah sebuah sistem yang menundukkan kehendak merdeka manusia—pilihan kata pendidikan merdeka jangan-jangan sebuah sarkasme yang ia sengaja.
Tetapi punyakah Nadiem pilihan dengan keluhan rendahnya mutu tenaga kerja di Indonesia? Setidaknya Nadiem adalah menteri pendidikan pertama yang—seingat saya—secara jujur mengakui kekurangan itu, takluk, dan mencoba untuk secara praktis mencari jalan keluarnya.
"Tempuh semua pendidikan yang bisa kalian dapat. Tapi demi Tuhan, lakukan sesuatu sesudahnya. Apa saja. Jangan diam saja," kata Lee Iacoca yang menyelamatkan pabrik pembuat mobil Chrysler dari kebangkrutan di tahun 1980an dalam otobiografinya.
ADVERTISEMENT
Mau memberontak atau mau tunduk pada akhirnya pilihan ada di diri kita masing-masing. Toh pemberontakan seringkali terpicu karena yang bersangkutan sudah menjalani terlebih dahulu yang ia berontak.