Skenario Memuliakan Habib Rizieq

Yusuf Arifin
tidak tertarik dengan banyak hal. insecure one trick pony.
Konten dari Pengguna
3 Juni 2017 11:56 WIB
comment
13
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yusuf Arifin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Habib Rizieq. (Foto: Reuters/Beawiharta)
Orang sebenarnya tidak perlu berselisih pendapat tentang penetapan Habib Riziq sebagai tersangka kasus percakapan via WhatsApp berkonten pornografi yang diduga melibatkan dirinya dan Firza Husein.
ADVERTISEMENT
Iri berjamaah. Itulah yang seharusnya terjadi. Baik untuk yang pro maupun yang kontra dengan penetapan itu.
Karena sesungguhnya hanya output kemuliaan untuk Habib Rizieq yang akan muncul dari kasus ini. Satu-satunya yang harus dilakukan oleh Habib Rizieq hanyalah pulang dari Saudi Arabia dan menjalani pengadilan.
Saya tidak mengada-ada. Saya juga tidak sedang bercanda. Saya hanya mengikuti kepercayaan pendukung Habib Rizieq yang percaya 100 persen telah terjadi kriminalisasi.
Sebenarnya arti kriminalisasi menurut KBBI adalah proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat. Sebuah proses yang sah dan sesuai dengan kaidah hukum.
Tetapi kriminalisasi yang dimaksud dalam kasus Habib Rizieq adalah ketika otoritas penegak hukum dianggap melakukan tafsir subyektif/pemaksaan makna atas perbuatan seseorang untuk diklasifikasikan sebagai tindak pidana. Sebuah salah kaprah istilah yang terlanjur hidup dan lebih populer dari arti yang sebenarnya. Artinya Habib Rizieq sebenarnya tidak melakukan tindak pidana tetapi dipaksakan oleh otoritas penegak hukum telah melakukan tindak pidana.
ADVERTISEMENT
Asumsi dari kriminalisasi dalam pengertian yang kedua adalah bahwa sesungguhnya apapun bukti yang diajukan hanya diada-adakan atau setidak-tidaknya sangat lemah. Dan (kemungkinan besar) penetapan status tersangka adalah sebuah rekayasa semata dengan tujuan di luar persoalan hukum itu sendiri.
Bayangkan seandainya demikian adanya kasus Habib Rizieq ini. Ia diadili dengan bukti yang sangat lemah, diada-adakan, atau bahkan bukti yang dimanipulasi. Lalu dijatuhi hukuman dan dipenjara.
Habib Rizieq akan harum namanya. Ia bisa menjadi personifikasi dan salah satu bukti dari korban kezaliman pemerintah yang selama ini teriakkan.
Personanya akan lebih menarik ke kalangan umat Islam yang lebih luas. (Mungkin) akan terangkat statusnya dari sekadar imam Front Pembela Islam (FPI) ke kalangan Islam yang sebelumnya meragukan dirinya.
ADVERTISEMENT
Suaranya dari balik penjara akan semakin bertenaga. Getarnya akan lebih mempunyai makna. Revolusi mungkin terlalu jauh. Tetapi ia setidaknya akan lebih mempunyai legitimasi untuk menuduh pemerintah ini thoghut—layaknya berhala, tak patut dipatuhi—seperti yang ia suarakan berulang kali.
Pemenjaraan hanya akan membantunya mencapai sebuah maqam (tempat, wilayah) sosial-spiritual-politik yang mungkin tak akan terjangkau andai kriminalisasi tak terjadi.
Penjara toh bukan tempat yang menakutkan buat dirinya. Rasanya seperti berada di Taman Mini Indonesia Indah, katanya ketika pada 2003 harus tujuh bulan mendekam di penjara gara-gara terbukti melakukan penghasutan, pengrusakan fasilitas umum, dan merendahkan pemerintah.
Ia rela dipenjara lebih lama lagi, 1 tahun enam bulan, ketika pada 2008 terbukti menjadi dalang menganjurkan, membiarkan anak buahnya melakukan pengrusakan secara bersama-sama di muka umum. Terutama sekali menebar kebencian ke kalangan Ahmadiyah.
ADVERTISEMENT
Itu kalau ia dinyatakan bersalah. Bayangkan skenario sebaliknya: terbukti tidak bersalah.
Efeknya tidak akan jauh beda dengan kalau ia dinyatakan bersalah. Dengan bonus tanpa harus mendekam di penjara.
Ia akan bisa membuat sekian macam narasi yang berinti: Kemenangan yang benar/haq (dirinya) dari yang salah/batil (pemerintah dan segala sesuatu yang berseberangan dengan dirinya). Dan tidak akan banyak yang bisa membantahnya.
Karenanya saya tidak mengerti mengapa ia, Habib Rizieq, sepertinya enggan pulang. Bahkan pemerintah sampai harus memasukkan ke daftar DPO segala. Meminta Interpol untuk membantu menangkapnya.
Apa yang ia tunggu? Apa keberatannya? Bukankah jalan kemuliaan itu sudah terbentang di depan mata? Bukankah tawaran jihad tergelar sudah?
Semestinya ia menyambut status tersangka itu dengan kegembiraan sepenuh hati. Semestinya ia pulang buru-buru untuk menyongsong kemuliaan itu. Semestinya.
ADVERTISEMENT
Kecuali…………………………..