Menjelang bulan puasa enam tahun lalu, Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf datang ke kantor. Saya, atas nama kantor, memintanya mengisi program Hikmah Ramadhan, acara lima menitan jelang buka puasa untuk ditayangkan di media kami. Ia meluangkan waktu seharian penuh, dari pagi hingga sore, untuk keperluan rekaman itu.
Seperti yang saya perkirakan—saya tahu Staquf sangat runut serta logis dalam berpikir dan bercerita—rekaman berjalan sangat lancar. Dengan termasuk beberapa kali berganti pakaian demi pertimbangan estetis, semua selesai hanya dalam waktu tiga setengah jam. Sisa waktu kami pakai untuk berbincang-bincang layaknya teman lama yang jarang sekali bertemu.
Nama Staquf pertama kali saya kenal tahun 1982/1983 lewat sebuah cerpen di Kuntum, majalah bulanan tipis terbitan Ikatan Pelajar Muhammadiyah di Yogyakarta. Saya sudah tak ingat isinya tetapi masih ingat kesan ketika membaca cerpen itu: imajinatif tetapi tidak mengada-ada dan kematangan tulisannya jauh melampaui kami remaja seusia.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814