Benerin Salatnya

Yusuf Mansur
Pendiri Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Quran
Konten dari Pengguna
19 Desember 2019 9:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yusuf Mansur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Yusuf Mansur. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Yusuf Mansur. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Saat kita belajar salat adalah saat di mana kita belajar mengistimewakan Allah. Belajar menjadikan Allah sebagai satu-satunya zat yang kita takuti. Salat tepat waktu. Salat di awal waktu.
ADVERTISEMENT
Saya menyadari bahwa saya masih gagal menjadi manusia. Khususnya ketika saya berhadapan dengan panggilan Allah. Betapa seringnya kita tidak kuasa. Kita punya urusan membuat kita tidak salat tepat waktu. Kita punya urusan dunia yang menghambat urusan akhirat. Tapi sesungguhnya itulah kelemahan kita.
Kalau kita tidak mampu mengendalikan pekerjaan, itu artinya kita masih menjadi budaknya pekerjaan. Kalau kita belum mampu mengendalikan waktu, berarti kita masih menjadi budaknya waktu.
Maka ketika kita punya anak, sejak kecil ajarin tuh buat dia tidak mengutamakan yang lain, kecuali salat.
Ilmu termahal buat anak kita itu bukan Matematika, bukan Bahasa Inggris, bukan Ilmu Komputer. Itu mah pengikut aja. Ilmu termahal buat anak-anak kita adalah ketika dia ngomong begini, “Pah, udeh azan. Ayo kita salat.
ADVERTISEMENT
Itu yang harusnya kita cari sebagai orang tua.
Kemudian juga ketika anak kita berdoa dengan bahasanya.
Ketika ibunya dikompres, lalu si anak ngomong begini, “Mamah, izin ya kakak ke kamar mandi mau ambil wudu.
Ibunya heran terus nanya tuh ke si anak, “Kenapa kak? Kan belum waktunya salat.
Kemudian si anak jawab, “Kakak mau doain mamah biar mamah sembuh.
Wah, itu tuh yang harus kita cari.
Kemudian si anak ngambil wudu, dia salat, dia ngambil Quran, lalu dengan bahasa cadelnya dia bacain fatehah.
Terus dia doa, “Yaa Allah, Engkau kan Yang Maha Menyembuhkan. Mudah-mudahan Engkau menyembuhkan mamah saya dengan bacaan fatehah saya. Alfaatihah.
Dengan gaya ngajinye yang khas, dia baca surah Al-Faatihah sampai selesai.
ADVERTISEMENT
Itu pak, bu, itu yang sebetulnya harus dicari. Pendidikan yang model begitu tuh yang mahal banget harganya. Bahkan enggak ditemui di sekolah-sekolah.
Kita didik anak-anak kita buat peduli sama Allah. Peduli sama Tuhannya. Peduli sama zat yang udeh nyiptain dia dan ngasih kehidupan buat dia. Setiap Allah manggil, dia udah dalam keadaan siap. Allah kan bilang, “Aku akan turun. Aku akan datang. Siaplah menyambut diriku.
Allah sendiri yang bilang, Allah akan datang.
Kapan? Di sepertiga malam.
Tapi kitanya gak idep sebagai manusia. Allah loh yang dateng. Bukan cuma seorang manusia yang berpengaruh. Bukan seorang manusia yang berjabatan tinggi. Bukan cuma seorang panglima. Bukan seorang presiden. Kali ini Allah yang turun. Tapi tanpa sadar, kita sering memberi Allah perintah. Perintah apa? Perintah tunggu.
ADVERTISEMENT
Percuma anak kita jadi pejabat. Percuma anak kita jadi orang kaya. Tapi ketika Allah memanggil, dia nyuruh Allah buat nunggu.
Ketika kita lagi terima tamu, denger azan, "Tunggu ya saya lagi terima tamu".
Seorang mekanik bengkel, denger panggilan Allah, "Tunggu yaa saya lagi benerin mesin mobil nih, dikit lagi, naggung."
Pedagang sayur di pasar lagi ngelayanin pembeli, kemudian Allah manggil, "Hayya ‘alassholaah, tunggu bentar lagi dah saya lagi dagang, lagi banyak pelanggan, tanggung nih".
Tanpa sadar kita sudah memberi Allah perintah. Perintah apa? Perintah tunggu.
Malah kadang kelamaan kita nyuruh Allah nunggu. Kelamaan Allah nunggunya, ampe jam dua.
Ibaratnya nih, kita ngangkat si Fulan buat mimpin salah satu perusahaan. Pas kita panggil, eh dia gak dateng. Apa yang terjadi kira-kira?
ADVERTISEMENT
Misal, kita punya anak. Kita panggil nih anak kita. Eh jawabannya, “Apa sih mah? Emang mamah gak lihat nih kakak lagi sibuk.”
Sadar gak sadar, sikap kita begitu loh ke Allah.
Bismillah.
Ayo.
Kita sama-sama mengutamakan Allah.
Kita bukan menunggu dunia, tapi kita menunggu rajanya dunia.