Untitled Image

Kebutuhan di Atas Keinginan

Yusuf Mansur
Pendiri Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Quran
29 April 2021 10:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Untuk mencapai kebahagiaan, lebih baik membatasi keinginan daripada memanjakannya.
Allah SWT berfirman dalam Surat Shad ayat 26
ADVERTISEMENT
“… Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, niscaya ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah…”
Kebutuhan dan keinginan adalah dua hal yang berbeda. Makan, bisa dikatakan sebagai sebuah kebutuhan. Tapi makan dengan kemewahan, makan di rumah makan kelas atas, maka kebutuhan itu berubah menjadi keinginan.
ilustrasi pixabay.com
Rumah adalah kebutuhan. Tapi memiliki rumah mewah dengan beragam fasilitas yang “wah”, maka kebutuhan tersebut sudah menjadi keinginan.
Kendaraan, motor atau mobil, misalnya, adalah kebutuhan. Tapi ketika ingin memiliki motor dan mobil yang lain, yang lebih bagus, atau sekadar mengoleksi, maka bisa dikategorikan itu bukan kebutuhan, melainkan keinginan.
Tentu saja, setiap orang tidak bisa digeneralisir seperti demikian adanya. Setiap orang, setiap manusia, mungkin saja memiliki kategorisasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Misalnya, bisa jadi, seseorang memang harus makan di rumah makan nan mewah untuk urusan negosiasi dan transaksi bisnis. Hanya, manusia sebagai makhluk yang dilengkapi oleh nafsu, tentu akan selalu ada keinginan-keinginan di samping ‘kebutuhan-kebutuhan standarnya’ sebagai manusia normal.
Ada nasihat bijak seputar kebahagiaan dan ketenangan, bahwa kebahagiaan dan ketenangan bisa diraih bukan dengan simbol-simbol keduniawian; Rumah, kendaraan, kedudukan, jabatan, uang, dan harta pada umumnya. Tapi ia teraih lewat kefitrian batin, kesucian jiwa, dalam memegang kendali amanah yang diberikan Allah.
Akan percuma harta yang teraih lewat cara-cara yang kotor, karena hanya akan menimbulkan penderitaan sesudahnya. Akan sia-sia kedudukan yang diraih lewat cara-cara yang kotor, karena hanya akan membuahkan ketidaktenangan di ujungnya. Kekurangan yang diterima apa adanya dan kondisi hidup yang disyukuri, akan lebih menjanjikan ketenangan dan kebahagiaan.
ADVERTISEMENT
Kiranya yang demikianlah yang dinamakan zikir, bahwa apa pun yang kita lakukan kita ingat ada “Dia” yang mengawasi. Dan apa pun yang kita nikmati, kita ingat bahwa dari Dialah semua hal kita dapatkan dan karenanya kita tidak menjadi sombong dan lupa diri.
Maka sejatinya orang-orang mukmin itu meraih kebahagiaan dengan mengingat Allah. Allah SWT berfirman dalam Surat Ar-Ra’du ayat 28
“Orang-orang yang beriman, hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah.”
Yusuf Mansur. Foto: kumparan.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten