hand-3889288_960_720.jpg

Maksud "Menjadi Bertaqwa" Dengan Berpuasa

Yusuf Mansur
Pendiri Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Quran
7 April 2022 8:16 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
pixabay
zoom-in-whitePerbesar
pixabay
ADVERTISEMENT
Sebelum masuk ke inti, kita sedikit bahas terkait ‘’orang-orang sebelum kalian’’ dalam surat Al-Baqoroh ayat 186 yang sudah sangat masyhur tersebut. Lantas apakah kita harus menyerupai “orang-orang sebelum kalian” tersebut?
ADVERTISEMENT
Menurut Az-Zamakhsyari, al-Alusi, dan al-Baidhawi, umat yang terdahulu itu mulai Nabi Adam as hingga umat terkini (Az-Zamaksyari, Al-Kasysyâf, 1/334, Dar al-Ma’rifah, Beirut).
Menurut Abdurrahman as-Sa’di, penyebutan al-ladzîna min qablikum bertujuan memanas-manasi semangat umat Islam. “Hendaklah kalian berlomba dengan umat lain dalam menyempurnakan amal dan bersegera dalam memperbaiki perilaku, dan itu bukan perkara yang berat’’, kata As-Sa’di (Taysîr al-Karîm ar-Rahmân, 1/200, al-Idarah al-‘Ammah, Riyadh).
Mengenai tasybîh (penyerupaan) puasa dengan yang diwajibkan atas umat terdahulu, ada yang mengatakan keserupaan puasa itu dalam segi waktu dan ukurannya. Pendapat lainnya menyatakan, keserupaan itu hanya dari segi kewajiban puasanya (Fakhruddin ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, 5/68-69, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Teheran). Tapi, pendapat kedua lebih dapat diterima, sebagaimana masing-masing Rasul memiliki teknis ibadah sendiri-sendiri (QS al-Maidah [5]: 48).
ADVERTISEMENT
Abdurrahman as-Sa’di menyatakan bahwa puasa adalah sarana paling besar untuk bertakwa (As-Sa’di, Taysîr al-Karîm ar-Rahmân, 1/220). Kata taqwâ berasal dari kata waqâ yang berarti melindungi (Al-Baidhawi, Anwâr at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta’wîl, 1/165; Lihat juga Abu Bakr ar-Razi, Tartîb Mukhtâr ash-Shihâh, hal. 876, Dar al-Fikr, Beirut. 1992). Kata tersebut kemudian digunakan untuk menunjuk pada sikap dan tindakan untuk melindungi diri dari murka dan azab Allah SWT, dengan cara menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya (Al-Jazairi, Aysar at-Tafâsîr, 1/160).
Mengutip Imam Nawawi, takwa adalah ‘’menaati perintah dan larangan-Nya’’. Atau dalam bahasa Imam Al Jurjani: ‘’Takwa yaitu menjaga diri dari pekerjaan yang mengakibatkan siksa, baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya.’’
Ayat ke-177 Surat Al Baqarah merinci setidaknya 17 ciri orang yang bertakwa. Lima yang pertama adalah aspek keyakinan atau aqidah (Beriman kepada Allah, Hari Kiamat, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Nabi-nabi). Empat lainnya amalan fardhiyah (shalat, sabar dalam penderitaan, sabar dalam peperangan), sedangkan 8 berikutnya berupa amalan sosial (berinfak kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir, peminta-minta, hamba sahaya, menunaikan zakat, dan menepati janji).
ADVERTISEMENT
Itu artinya, amalan sosial menjadi dimensi taqwa yang lebih ditekankan. Dengan puasa, kita diajarkan memiliki kepekaan dan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan. Ketika orang bertanya mengapa Nabi Yusuf berlapar-lapar diri padahal kunci perbendaharaan bumi ada di tangannya, Utusan Allah menjawab, ‘’Saya takut menjadi kenyang, sehingga lupa pada orang lapar.’’
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten