Cover-Yusuf Mansur

Perihal Corona dan Salat Jumat

Yusuf Mansur
Pendiri Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Quran
20 Maret 2020 9:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yusuf Mansur. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Yusuf Mansur. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Selain menghadirkan kekhawatiran dan kegelisahan, virus corona juga mendatangkan banyak ilmu lewat sejumlah diskusi, termasuk soal untuk tidak melaksanakan salat Jumat selama dua pekan ke depan sebagaimana imbauan sejumlah kepada daerah yang dikuatkan dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Seperti biasanya selalu ada pro dan kontra tentang sesuatu yang baru meski nyatanya tidak benar-benar baru.
ADVERTISEMENT
Imbauan untuk tidak menggelar salat Jumat berikut pro dan kontranya tidak hanya terjadi di Indonesia. Persoalan juga hadir di sejumlah negara lain di dunia, seperti Maroko, Emirate, Jordan, juga Saudi sendiri. Maka, ulama Indonesia ini enggak berdiri sendiri saat memutuskan sehingga tidak mungkin ulama yang segitu banyaknya memutuskan sesuatu yang salah.
Insyaallah saya sudah memegang putusan MUI tersebut dan sudah juga membacanya. Insyaallah apa yang difatwakan sudah benar-benar keluar melalui proses ilmiah. Jadi enggak sekedar latah or ikut-ikutan. Berbagai dalil dijadikan argumen dasar mengeluarkan putusan ini.
Tertera dalam surat keputusan ini sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari; Suatu ketika Umar bin Khatab sedang dalam perjalanan menuju Syam saat sampai di wilayah bernama Shargh, Umar mendapatkan kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan kepada Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah berkata,
ADVERTISEMENT
Di atasnya juga ada hadis yang sama; Idzaa sami’tum bith-thaauun bi ardhin falaa tadkhuluuhaa. Wa idzaa waqa’a bi ardhin wa antum bihaa falaa takhrujuu minhaa. Artinya, jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.
Kemudian dalam surat ini disertakan sebuah hadis yang panjang sekali. Hadits ini menyebutkan perbedaan tentang ketawakalan dan mikir, apa bedanya ketawakalan dengan menghitung. Apakah orang yang kemudian berhitung, misalkan kerugian yang didapat dari tidak diadakannya shalat jumat, apakah kemudian dia termasuk kepada orang yang tidak bertawakal?
ADVERTISEMENT
Saya bacakan artinya, Umar bin Khattab RA keluar menuju Syam. Hingga saat tiba di Shargh, ada beberapa kelompok. Kelompok pertama, Abu Ubaidah bin Jarh, beliau lanjut ke Syam. Padahal jelas di Syam sedang ada penyakit, tapi beliau memilih untuk lanjut ke Syam. Kemudian kelompok kedua, Mu’adz bin Jabal, memencarkan pasukannya ke sejumlah gunung yang ada di sana. Berikutnya kelompok ketiga, Umar bin Khattab memilih untuk balik lagi. Tidak jadi melanjutkan perjalanannya menuju Syam.
Sebagaimana perbedaan pendapat yang ada di antara kaum muhajirin dan anshar yang menjadikan keduanya bisa saling menerima pendapat satu sama lain.
Kalau mengacu kepada Kyai Khalil Nafis, beliau bilang, “Kurang wali apa Umar bin Khattab, tapi beliau memilih untuk kembali, tidak meneruskan perjalanan.” Kalau kita ngedumel, kan bahasanya, “Loh, Umar tawakal, dong. Kayak enggak ada perlindungan dari Allah aja.”
ADVERTISEMENT
Perbedaan pendapat yang selalu ada sejak zaman sahabat. Maka, ketika ada orang yang menentang dengan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI saat ini – terkait salat Jumat – dan kemudian berpendapat untuk tetap melaksanakan shalat Jumat, maka tidak apa-apa. Yang tidak baik adalah ketika ada perselisihan pendapat kita langsung tuding atau stempel mereka yang berbeda itu sebagai tidak baik. Tapi kita tidak mau cari tahu tentang alasan mengapa mereka mengambil pendapat yang berbeda.
Intinya dari kejadian ini kita mesti belajar cara memandang pendapat orang untuk bisa menghargai pendapat orang lain.
Dan saya kira, fatwa MUI ini tidak ada yang perlu diperdebatkan. Di sini tertera, bahwa jika di lingkungan masjid tersebut mulai tersebar covid-19, maka tidak perlu pergi ke masjid untuk melaksanakan salat Jumat. Itu artinya, jika di lingkungan masjid yang lain masih dalam kondisi aman untuk tetap melaksanakan salat Jumat, maka laksanakanlah.
ADVERTISEMENT
Tentu juga dengan tetap memperhatikan keamanan seperti hindari jarak terlalu dekat, lebih aman membawa sajadah sendiri dan juga tetap mencuci tangan baik masuk maupun saat keluar dari masjid.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten