Perjalanan Nama Yusuf Mansur

Yusuf Mansur
Pendiri Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Quran
Konten dari Pengguna
6 Agustus 2022 9:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yusuf Mansur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perjalanan Nama Yusuf Mansur
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Yusuf Mansur ini adalah perjalanan ilmu. Perjalanan tadabbur. Perjalanan kisah para anbiya wal mursalin dan orang-orang yang disebut dalam Al-Qur’an.
ADVERTISEMENT
Awalnya saya ingin berganti nama menjadi Adam Mansur, karena kesamaan sebelum proses menjadi “ada”. Orangtua, keluarga besar, semuanya berkumpul. Para orang tua berkumpul dan izin allah diberi isyarat bahwa anak inilah yang akan melanjutkan Guru Mansur.
Saya juga mencari saat di dalam penjara. Saya mau masuk babak baru. Mau jadi anak sholeh, taat, pengen kerjaannya menuntut ilmu, duduk di majelis ilmu, sesuai dengan harapan orang tua.
Kemudian saya jalan. Saya berjalan dari Al-Fatihah. Malahan saya pertama kali itu ingin pakai nama “Fatih”, termasuk juga “Din”. Jadi Fatih Mansur atau Din Mansur. Kalau saya mengambil Fatih, maka terkumpullah seluruh isi Al-Fatihah dan isi Al-Qur’an, tapi saya belum mau.
Sempet juga mau ambil Rohman. Tapi belum ada ceritanya sebab saat itu saya belum masuk babak sedekah, dll.
ADVERTISEMENT
Jam’an Nurkhothib Mansur. Nama asli saya ini bagusnya minta ampun. Wazan “Fa’lam” ini memiliki fadhilah. Seperti Rohman, yang artinya “paling baik”.
Orang kalau sudah ketetesan “Rohman” maka baiknya minta ampun. Kalau ada orang ketetesan Rohman, sedekahnya ga ada 2,5% dan 10%, pasti di atas yang lain.
Lalu ketemulah dengan “Hamid”. Saya cari semua kosa kata dari kata tersebut. Tapi saya liat diri saya. Saya bukan orang yang suka berterima kasih, jarang memuji Allah. Dan seperti ini bukan memang untuk manusia. Ini lillah.
Dan kemudian ketemu “Malik”. Passion saya memang di situ. Tapi juga diri saya ga ada irisan, ga bisa saya ngeklaim.
Kemudian ketemu “nasta’in”, “Musta’in”. Tapi saya liat, saya ini Mansur, bukan Musta’in. Sebetulnya dari sisi The Winner, Musta’in lebih top. Tapi saya merasa belum pantas.
ADVERTISEMENT
Dan memang “Adam” hampir menjadi nama yang paling sempurna yang saya pilih. Dibanggain, namun meleset. Itu profilnya pas sekali dengan saya.
Maka kemudian saya melihat kisah-kisah. Ini memang romantisme tadabbur. Saya merasa seperti para nabi dan rasul itu seperti berlomba-lomba supaya namanya dipakai. Ketika proses mencari itu, seperti para nabi dan rasul berkumpul. Dalam Surat Ali Imran ayat 33, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (pada masa masing-masing),”
Saya awalnya memilih adam karena oleh Allah akan dijadikan seorang “khalifah”. Ini kisah nabi adam seperti saya. Kata Umi Uum kepada saya suatu waktu, “silahkan pakai apapun kecuali jangan buka gudang ini.” Tapi saat itu malah saya buka, yang ternyata isinya banyak perhiasan.
ADVERTISEMENT
Sama seperti kisah Adam, kata Allah, “silahkan nikmati semua ada yang di surga, tapi jangan sesekali dekat dengan pohon ini (Buah Khuldi).”
Kita tidak pernah tau jalan hidup orang. Bisa jadi dulu orang dikata-katain, dijelekkin, dihina, diinjek, tapi kemudian di masa mendatang orang memanggilnya “Pak Menteri.”
Kemudian saya melihat ayat tadi. Innallahas thofa. Kata saya, “Oh, saya bisa menjadi “Al-Musthofa”.
Saya kemudian ingin menjadi Nuh, Nuh Mansur. Karena terkena badai. Tapi tetap tegar. Hanya dengan Bismillahi Majreha wa mursaha, kemudian beliau selamat.
Saya juga tergoda dengan nama Sulaiman Mansur. Kemudian Nu’man Mansur, Thalut Mansur. Itulah perjalanan ilmu, tadabbur, Nabi dan Rasul serta orang-orang yang terpilih.
Maka kemudian saya memilih Yusuf. “Ayyuha Shiddiq, wahai orang yang jujur,” dan itu panggilan Nabi Yusuf ketika ia masuk ke penjara. Yusuf tidak kehilangan kehormatannya. Dan memang digadang-gadang untuk sebuah kosa kata global.
ADVERTISEMENT