Pesantren, Tempat Pendewasaan Diri Anak

Yusuf Mansur
Pendiri Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Quran
Konten dari Pengguna
13 Maret 2020 11:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yusuf Mansur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Yusuf Mansur. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Yusuf Mansur. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Mondok. Nyantren. Bagi yang enggak pernah mondok, mungkin aneh. Bagi yang enggak pernah nyantri, mungkin tabu. Tiap bulan atau tiap beberapa waktu, harus pindah kasur. Pindah lemari. Sebab pindah kamar. Mungkin ada yang berpikiran, kok ribet amat, sih? Kok repot amat, sih? Kok enggak simple amat, sih? Kenapa enggak isinya aja yang dibawa? Misalnya.
ADVERTISEMENT
Hal ini akan jadi kenangan lucu, sekaligus geli ketika diingat kembali beberapa tahun ke depan. Ketika anak-anak sudah pada nikah, kerja, usaha, ketika sudah pada jadi orang. Dulu, bawa-bawa bantal, guling, baju, lemari beserta isinya. Ada juga yang bawa bonekanya sampai kelas 12. Hahaha siapa, tuh?
Gonta-ganti kawan. Belajar menyempurnakan emosi. Sebab bersentuhan, bersinggungan, berhadapan, bertolak belakang, dengan karakter yang tidak selalu sama. Dengan latar belakang, adat, akhlak, sifat, sikap, kebiasaan, yang akhirnya menjadikan kita semua kaya dan dewasa dengan pengalaman.
Kelebihan lainnya, kawannya bener-bener satu pesantren. Bea banget dengan sekolah biasa. Bisa jadi kawannya yaa itu-itu aja. Dari mulai masuk sampai lulus.
Tapi, tidak demikian jika anak-anak kita sekolah di pesantren. Anak-anak justru akan jadi lebih matang. Lebih berkembang. Lebih berdikari. Lebih mandiri. Lebih punya lingkaran pertemanan yang lebih besar dibandingkan dengan anak-anak seusianya yang tidak tinggal di pesantren.
ADVERTISEMENT
Pesantren itu miniatur kehidupan. Sebelum anak benar-benar terjun ke dunia masyarakat nantinya, anak-anak yang tinggal di pesantren sudah mendapatkan pelajaran itu terlebih dahulu.
Tentang bagaimana dia bersikap dengan kakak kelasnya, adik kelasnya, bagaimana cara dia menghadapi teman yang gampang baper, yang sensitif hatinya, yang lapang hatinya, dan lain sebagainya.
Anak-anak akan ketemu lebih banyak lagi karakter orang-orang yang ada di dunia ini. Dan secara tidak langsung, anak-anak jadi lebih dewasa secara mental.
Emang, awalnya yaa orang tuanya yang harus tega. Rela. Ikhlas untuk jauh dari anak-anak. Lapang untuk menyekolahkan anak-anak di pesantren. Untuk apa? Ya, untuk masa depan mereka juga nantinya.