Cover- Yusuf Mansur

Syukur, Sabar, Ikhlas

Yusuf Mansur
Pendiri Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Quran
8 Mei 2020 8:02 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yusuf Mansur. Foto: kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Yusuf Mansur. Foto: kumparan.
ADVERTISEMENT
3 Kata ini sangat krusial bagi saya. Saya terus belajar 3 hal ini dari kecil mulai ketika orang tua bilang untuk bersyukur akan apa yang kita makan. Sabar akan musibah yang menerpa. Hingga harus ikhlas menjalani lika-liku kehidupan. Ketiga hal ini pelan-pelan membentuk karakter saya menjadi pribadi yang lebih kuat.
ADVERTISEMENT
Pertama, syukur atas apa yang Allah takdirkan. Baik itu bagus, maupun kurang bagus. Baik itu sesuai keinginan kita, maupun berbeda jauh dengan apa yang kita bayangkan. Gimana caranya? Yakin aja,bahwa Allah Maha memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya.
Jangan gampang terpuruk hanya gara-gara apa yang terjadi dalam hidup enggak sesuai dengan apa yangkita minta dalam doa. Sebab, apa yang menurut kita baik, belum tentu baik juga menurut Allah. Bersyukur, maka semuanya jadi lebih indah. Walau tidak sesuai dengan keinginan kita.
Kedua, sabar. Sabar bukan berarti lemah. Sebab sabar bukan pasrah dan tidak melakukan perlawanan apapun terhadap mereka yang menjatuhkan, tapi justru sabar adalah bangkit. Meminta pertolongan kepadaAllah melalui doa.
Daripada lisan digunakan untuk sumpah serapah, mending berdoa. Malu sama Allah,dah dikasih lisan, masa digunakan buat yang enggak bener.Sabar ngajarin kita banyak hal. Diantaranya adalah ngajarin kita untuk bisa bersikap lebih dewasa.
ADVERTISEMENT
Tidak semua yang buruk dibalas dengan sesuatu yang buruk. Atau bahkan dibalas dengan sesuatu yang jauhlebih buruk dari itu. Tidak. Cara menghadapinya enggak seperti itu.
Sesuatu yang buruk, sesuatu yang kurang menyenangkan, itu kudunya dibalas dengan sesuatu yang baik, sesuatu yang menyenangkan hati. Jadi manusia jangan lemah. Jangan apa-apa ngeluh. Jangan dikit-dikit ngedumel. Belajar sabar.
Ketiga, ikhlas. Ikhlas atas skenario Allah. Ikhlas menjalani hari-hari sesuai dengan jalur Allah. Seringkali, ego manusia menutupi keikhlasan kita untuk menerima ketentuan Allah.
Misal, lagi berada jauh di luar kota, jauh dari keluarga, lalu mendengar kabar buruk dari keluarga, kabar bahwa ayah kita meninggal dunia, kita nangis, ngeluh, “Yaa Allah.. kenapa sih enggak adil banget sama saya. Kenapa harus ayah saya yang terdampak COVID-19 dan meninggal dunia?”
ADVERTISEMENT
Keluhan-keluhan seperti itu tidak akan menyelesaikan persoalan. Apakah dengan mengeluh, ayah kita bisa kembali sembuh? Apakah dengan mengeluh, ayah kita bisa kembali hidup? Sia-sia. Lebih baik berdoa. Untuk keselamatannya di akhirat, diampuni segala dosanya, dan ditempatkan di surga-Nya Allah.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten