Ada satu benang merah yang bisa kita tarik dari kasus Putri Candrawathi hingga anak perempuan 15 tahun berinisial AG: mereka dianggap sebagai asal-muasal kejahatan yang dilakukan oleh laki-laki di dekatnya.
Peribahasa “tidak ada asap jika tidak ada api” kemudian seringkali muncul menanggapi kasus ini, memosisikan perempuan sebagai penyulut api kebencian dalam diri laki-laki hingga dianggap menjadi pendorong untuk mereka berbuat kejahatan. Laki-laki ditempatkan sebagai makhluk pasif yang tak akan berbuat hal keji jika saja tidak ada dorongan dari perempuan untuk melakukannya.
Siapa pun itu, tidak terkecuali perempuan, harus dapat bertanggung jawab atas perilakunya. Jelas, baik Putri Candrawathi dan AG harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814