Cara Orang Tua di Australia untuk Membuat Anak Happy

Zabrina Listya
I am a 'student-mom' with two kids and passionate about learning and self-improvent :) Melbourne
Konten dari Pengguna
6 April 2018 7:06 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zabrina Listya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak belajar dan membaca.  (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak belajar dan membaca. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Saya yakin keinginan untuk memiliki anak yang happy alias bahagia hampir dimiliki oleh semua orang tua. Tapi, pernah terpikir nggak sih apa yang sebenarnya membuat anak itu bahagia? Kenapa peringkat kesejahteraan anak-anak dan tingkat happiness di negara maju jauh lebih baik dari tanah air kita?
ADVERTISEMENT
Baru satu tahun lebih tinggal di negara yang terkenal dengan kanggurunya atau Australia, saya banyak menyadari banyak hal yang bisa dicontoh dari apa yang dilakukan oleh orang tua di sini.
Salah satu insititusi penelitian bernama The Australian Research Alliance for Children and youth (ARACY) mempublikasikan hasil perbandingan negara Australia dengan 21 negara maju anggota OECD lainnya.
Hasil data tahun 2018 menunjukkan bahwa Australia merupakan peringkat pertama dengan jumlah waktu terbanyak yang dihabiskan oleh orang tua untuk anak-anaknya. Parental time with children memang sering disebut memiliki korelatif positif dalam perkembangan dan pertumbuhan anak-anak.
Namun, buat moms atau dads yang kerja apakah serta-merta berpikir untuk resign kerja saja mengurus anak? Tentu tidak. Menurut saya, banyaknya waktu dengan orang tua bukanlah penentu satu-satunya anak menjadi happy, pertanyaan yang lebih tepat adalah Apa yang orang tua di sini lakukan sehingga membuat anak happy?
ADVERTISEMENT
Anak dibuat haus akan pengetahuan.
Keuntungan tinggal di negara maju adalah akses yang mudah mendapatkan pengetahuan. Perpustakaan merupakan salah satu contohnya. Banyaknya aktivitas gratis anak-anak setiap minggu seperti story telling, art&craft, lego group dan aktivtas dari bayi hingga dewasa lainnya. Anak dapat meminjam buku hingga 30 jilid dalam satu waktu.
Kesadaran orang tua untuk membacakan buku anak-anaknya sangat tinggi, bahkan disediakan sertifikat bagi yang sudah membaca 1000 buku sebelum 5 tahun. Program ini ditujukan untuk mengingatkan orang tua untuk membaca di rumah. Di Indonesia, seperti yang diberitakan bahwa minat membaca masih rendah dikarenakan rendahnya kesadaran orang tua untuk membaca bersama anaknya.
Cara Orang Tua di Australia untuk Membuat Anak Happy (1)
zoom-in-whitePerbesar
Anak memiliki akses untuk mencintai lingkungan dan makhluk hidup.
ADVERTISEMENT
Anak yang sering bersentuhan dan berinteraksi dengan alam sekitarnya secara scientific mengurangi stres anak dan sangat membantu tumbuh kembangnya. Di Australia, akses untuk anak bermain outdoors tidak terhitung jumlahnya, pejalan kaki mendapat prioritas, encouragement untuk mencintai hewan, dan kebersihan tidak perlu ditanyakan lagi. Akses untuk mencintai lingkungan dan makhluk hidup lainnya dibuka sebesar-besarnya.
Ditambah lagi, banyaknya informasi-informasi bermanfaat dan banyak disosialisasikan di mana-mana seperti bermain dengan aman saat cuaca panas hingga 40 derajat (sunsmart), bertemu dengan hewan peliharaan seperti anjing di tempat terbuka (Responsibility Pet Ownership), dan masih banyak lagi. Buat kebanyakan parents di sini, selama cuaca tidak ekstrim, dan memakai appropriate clothes, bermain di luar adalah quality time dengan anak-anak.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan Indonesia? Edukasi anak untuk mencintai lingkungan dan makhluk hidup belum saya rasakan. Saya masih sering mendengar ucapan-ucapan seperti ‘’Di luar dingin nanti sakit” atau “Jangan pegang nanti kamu digigit” dan berbagai macam contoh kalimat lainnya yang memberikan pandangan negatif terhadap alam serta makhluk hidup lainnya.
Cara Orang Tua di Australia untuk Membuat Anak Happy (2)
zoom-in-whitePerbesar
Anak juga memiliki hak untuk didengar.
Kesetaraan, menghargai, dan menghormati pendapat maupun privacy orang lain adalah hal yang paling terasa di Australia. Suatu hari, saya ke sekolah TK anak saya dan diam beberapa lama di sana. Anak saya yang berumur 4 tahun saat itu sedang bermain balok dan terlihat menolak bermain dengan temannya dan bilang “I don’t want to play with you now!”. Tersentak saya mendatangi anak saya, dan bilang bahwa dia harus bermain dengan siapa saja tanpa pilih-pilih.
ADVERTISEMENT
Dan apa yang saya dapat? Gurunya menghampiri saya dan bilang bahwa itu adalah salah satu cara anak untuk menjaga ruang dirinya dan anak berhak untuk memilih dengan siapa dia bermain. Ini merupakan proses belajar untuk mengungkapkan perasaannya, mengenali kebutuhan dirinya, dan anak yang ditolak bermain pun belajar untuk menerima. Kalau saja saya tidak diingatkan, bahwa anak memiliki hak untuk didengar, maka mungkin saya akan banyak memaksa anak untuk menuruti kehendak saya.
Masih banyak hal lainnya yang saya pelajari dari tukar pikiran sesama local parents di Australia yang tidak akan selesai dalam satu halaman website ini. Berita baiknya, saya berpendapat bahwa persepsi atau sudut pandang baru yang dimulai dari kacamata anak ini amat sangat applicable jika saya nantinya pulang ke tanah air. Selain lingkungan yang mendukung, persepsi orang tua tidak kalah pentingya ketika memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk anak menikmati masa kecilnya.
ADVERTISEMENT
Pengalaman di Indonesia yang masih sering terdengar dengan banyak larangan “Jangan ini, jangan itu”, “harus ini, harus itu”, dan lain-lain secara tidak langsung membatasi ruang anak untuk bereksplorasi, untuk berpendapat dan menjadi anak yang independent. Bagaimana pengalamanmu?