Menceritakan Aksi Terorisme kepada Anak

Zabrina Listya
I am a 'student-mom' with two kids and passionate about learning and self-improvent :) Melbourne
Konten dari Pengguna
15 Mei 2018 12:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zabrina Listya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ibu dan anak laki-lakinya  (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ibu dan anak laki-lakinya (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
“Mana bomnya, Ma?” “Ada darah ya?” “Lihat dong videonya?”
Anak-anak saya tiba-tiba ‘membombardir’ saya dengan berbagai pertanyaan. Mereka mencuri dengar dari percakapan saya dengan ibu saya tentang bom yang banyak melanda di Indonesia. Orang tua saya yang berasal dari Surabaya dan banyaknya keluarga serta kerabat yang tinggal di sana membuat saya terlihat begitu fokus dengan handphone mengikuti berita-berita terorisme di depan anak-anak.
ADVERTISEMENT
Anak-anak saya merasa saya tidak fair, karena tidak ikut mengajak mereka berbicara atau melihat berita-berita itu. Lalu bagaimana sebaiknya? Apakah berita ini sebaiknya ditutupi dari mereka yang masih di bawah umur? Setelah mencoba baca-baca dari berbagai sumber, akhirnya saya memutuskan untuk mencoba bercerita pada kedua anak saya. Dan akhirnya membuat rasa penasaran mereka mereda. Berikut tipsnya!
1. Tidak memberikan gambar atau video yang menunjukan kekerasan
Tidak hanya dari berita online yang tidak berhenti memberikan update, handphone saya pun banyak menerima gambar dan video yang seharusnya tidak disebarluaskan karena hanya akan menambah rasa takut dan trauma. Mendengar kata tewas saja sudah cukup membuat kita ‘takut’. Bayangkan jika anak-anak yang melihat gambar atau video tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurut penelitian ini, anak-anak akan sangat mudah trauma dan memberikan efek negatif terhadap kesehatan mental dan emosinya. Jadi jangan pernah ragu untuk menghapus atau menjauhkan gambar-gambar tersebut dari anak-anak.
2. Menekankan ke perasaan positif bukan persepsi negatif
Banyaknya tudingan agama dan politik mengenai terorisme tidak perlu dibahas bersama anak-anak. Selain hal itu belum tentu kebenarannya, efek anak-anak mendengar opini dari sepihak sangat tidak baik.
Salah satu pembicara dalam website Ted, menekankan bahwa bahayanya kita mendengar hanya dari satu sisi sebuah cerita (contohnya ketika orang tua memberikan opini tentang agama dalam terorisme). Tekankan kepada perasaan positif dan jauhkan opini negatif.
Daripada bercerita:
“Orang-orang yang mengaku Islam itu melempar bom ke Gereja karena tidak suka dengan orang yang pergi ke Gereja, banyak yang terluka, gedungnya hancur bla.. bla.. bla..”
ADVERTISEMENT
Sebaiknya hilangkan unsur agamanya dan tekankan ke perasaan positif menjadi:
“Di luar sana, ada orang yang memilih untuk melukai orang lain dan terkadang benar-benar sakit sekali sampai ada yang meninggal. Tapi untungnya, banyak orang yang membantu. Ada polisi, ambulans dan dokter-dokter yang menolong. Kamu kalau lihat ada orang terluka bagaimana? Mau membantu juga tidak?”
3. Berikan perasaan aman
Orang dewasa yang sudah dapat mengerti sistem keamanan suatu negara tetap akan merasakan rasa takut jike berpergian. Terlebih anak-anak yang ‘menangkap’ pengertian bahwa ada banyak orang jahat di luar akan menjadi merasa tidak aman dan mungkin mereka tidak mau keluar. Ketika bercerita kepada anak, tekankan bahwa terorisme seperti ini tidaklah setiap hari terjadi, tapi tetap akan ada kemungkinan terjadi lagi.
ADVERTISEMENT
Kalimatnya bisa seperti ini
Mama: “Kamu mau pergi bersama-sama ke supermarket?” Anak: “Nanti kalau supermarketnya dibom bagaimana?atau ada orang jahat ma!" Mama: “Polisi sedang berusaha menangkap penjahatnya. Semoga sekarang aman-aman saja ya!”
Berapapun umur anak kita yang mendengar berita sedih ini, tetaplah tunjukan bagaimana cara kita mengendalikan emosi, bukan menunjukan rasa kebencian dan ketakutan! (walaupun kita semua tidak menyukai terorisme)
4. Mendefinisikan orang jahat dan orang baik
Terkadang orang tua tidak terhindari menggunakan definisi “orang jahat” dan “orang baik”, menurut saya ketika mereka masih usia sangat muda seperti ini, dua frasa itu lebih mudah untuk dimengerti. Tetapi tetap berikan penekanan bahwa “orang jahat” seperti pelaku bom peristiwa kemarin sangatlah sedikit di dunia ini. Sehingga anak tetap merasa aman.
ADVERTISEMENT
5. Jadikan ini momen untuk anak-anak belajar
Untuk menjelaskan kepada anak-anak yang masih di bawah umur 5 tahun ke bawah bisa menggunakan media gambar seperti polisi dan ambulans yang datang membantu orang yang sakit. Untuk anak-anak 6 tahun ke atas sebaiknya berikan pengertian lebih, dengan menggali apa yang dia sudah dengar dari teman atau media lainnya, dan mengklarifikasi ulang cerita yang membuat mereka takut.
Lagi-lagi, itu semua untuk menekankan ke perasaan positif bukan kebencian. Dan semua itu akan lebih baik jika anak mengetahui dari kita sebagai orang terdekatnya.
Intinya, hal ini terjadi dalam kehidupan nyata, bom dan ledakan bukan hanya ada di komik superhero saja. Berita-berita ini bisa sampai kepada mereka tanpa mereka merasa benci atau takut akan terorisme. Bagaimana, jadi mau bercerita pada anak-anak?
ADVERTISEMENT