Ulasan Puisi Ayat-Ayat Tokyo Karya Sapardi Djoko Damono

Rasilva Lulu Zahwania
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
19 Desember 2021 23:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rasilva Lulu Zahwania tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pak Sapardi Djoko Damono adalah seorang penyair Indonesia yang sangat terkenal . Beliau lahir pada 20 Maret 1940 di Kampung Baturono, Solo. Pak Sapardi adalah anak tertua dari bapak Sadyoko yang bekerja sebagai abdi dalem Keraton Surakarta dan ibu Sapariah. Sapardi mendapat kemampuan seni dari neneknya. Kakek dari pihak ayah senang membuat wayang sedangkan nenek dari ibunya senang menyanyikan puisi Jawa yang dia tulis sendiri.
ADVERTISEMENT
Beliau mulai sekolah di Sekolah Dasar Kasatrian sehingga ia bergaul dengan anak-anak pangeran. Ia juga melanjutkan pendidikan di SMP 2 Mangkunegara, SMA 2 Margoyudan, dan kuliah di Universitas Gajah Mada dengan jurusan Sastra Inggris. Beliau sudah mencintai buku sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama namun beliau baru menemukan kecintaanya dalam menulis ketika di perguruan tinggi. Selain di dalam negri, ia juga pernah belajar di University of Hawaii di Honolulu, Amerika Serikat.
Sapardi menulis puisi sejak kelas 2 SMA. Karyanya dimuat pertama kali oleh sebuah surat kabar di Semarang. Kemudian karya-karyanya banyak diterbitkan di berbagai majalah karya sastra dan budaya. Sejak itu, ia tak pernah berhenti berkarya sampai sekarang. Dalam kariernya ia banyak berkutat di bidang sastra. Ia pernah menjadi Dekan di Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya (FIPB) UI, pendiri Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI), anggota Dewan Kesenian Jakarta, dan dosen di Universitas Diponegoro. Selain itu, beliau merupakan salah seorang dari pendiri Yayasan Lontar yang bergerak di bidang penerbitan terjemahan sastra Indonesia dalam bahasa Inggris.
Sumber: Google
Sapardi telah menghasilkan banyak karya dalam bahasa Indonesia maupun terjemahan dari bahasa asing. Beberapa karyanya yang terkenal yaitu puisi Aku Ingin, Duka-Mu Abadi (1969), Perahu Kertas (1983), Hujan Bulan Juni (1994), dan sebagainya. Beliau mendapat beberapa penghargaan yaitu Cultural Award (1978) dari Australia, Anugerah Puisi Putra (1983) dari Malaysia, SEA-Write Award (1986), dan Anugerah Seni dari Pemerintah Indonesia (1990) karena ketekunannya dalam mengarang.
ADVERTISEMENT
Salah satu karya Sapardi Djoko Damono yang akan kita bahas dalam tulisan ini adalah Puisi Ayat-Ayat Tokyo yang ditulis pada tahun 1998. Puisi ini menggambarkan suatu kesedihan yang dirasakan oleh penulis setelah ditinggal oleh seseorang yang dicintainya. Puisi ini berlatar belakang kota Tokyo. Gerimis di musim semi menggambarkan kesedihan si penulis. Dalam puisi dijelaskan bahwa penulis masih terus memikirkan seseorang yang telah meninggalkannya karena terdapat banyak kenangan yang telah diukir bersama sehingga penulis terbawa pada kenangan tersebut.
Suasana dalam puisi ini adalah kesedihan mendalam yang telah dibangun dari judul. Selain itu, puisi ini membangun suasananya dengan memperlihatkan keadaan yang terjadi saat itu yaitu gerimis musim semi. Di sisi lain, suasana kehilangan yang terlihat dalam “kita sakura —/ gugur sebelum musim semi/ tak terlacak pula”. Perasaan si penyair pun sangat terlihat dalam “segala yang mendidih dalam kepala/ tidak nyata, kecuali sakura/ dan kau — tentu saja” yang menggambarkan pula suasana kesedihan setelah kehilangan.
ADVERTISEMENT
Citra dalam puisi ini menggambarkan sekilas kejadian yang membangkitkan emosi dengan latar belakang musim semi di Tokyo, Jepang. Pencitraan penyair dilakukan dari judul hingga pikiran pembaca langsung terbawa ke lokasi ideal pengarang.
Tipografi puisi ini terdiri dari tiga bait puisi. Tiga baris membentuk setiap bait. Penulis menggunakan tanda hubung di setiap ayat seolah-olah ada pesan yang ingin disampaikan. Tipografi puisi menunjukkan bahwa pengarang sedang mengalami kesepian yang melankolis. Hal ini terlihat dari panjang, lebar puisi, serta penggunaan pilihan kata yang beragam. Kondisi kesepian tergambar dalam setiap bait dapat terlihat dari berkurangnya jumlah kata hingga bait terakhir yang menggambarkan keputusasaan.
Pemilihan diksi pada puisi tersebut mengisyaratkan suatu kesedihan yang mana dapat dilihat dari diksi “gerimis” pada larik pertama bait kedua dan diksi “gugur” pada larik kedua bait ketiga. Dari diksi-diksi tersebut penulis ingin menunjukkan rasa sedihnya karena kehilangan seseorang yang dicintainya. Hal tersebut digambarkan pada diksi “dan kau-tentu saja” pada larik ketiga bait pertama. Penulis menyatakan bahwa ia masih senantiasa memikirkan orang tersebut hingga “tengkorakku retak” dan “kau pun menetes-netes ke otak”. Karena kepergian orang yang dicintainya itu secara cepat dan ia tidak pernah menduga sebelumnya seolah“tak terlacak” sehingga dapat diibaratkan seperti bunga sakura yang “gugur sebelum bersemi”.
ADVERTISEMENT
Campuran berbagai diksi telah menghasilkan gambaran utama puisi itu dan juga suasana hati pengarangnya. Judulnya yaitu tempat mekarnya bunga sakura mengilhami pilihan diksi yang menciptakan gambar latar. Sementara itu, bunga sakura adalah jenis diksi yang meningkatkan mood puisi dan membuatnya tampak lebih hidup.
Dari segi rima, terdapat sejumlah vokal ‘a’ dalam puisi tersebut yang terdengar sedih jika digabungkan dengan vokal ‘i’. Bait pertama berima a-a-a, bait kedua berima i-a-a, dan bait ketiga berima a-i-a.
Majas personifikasi digunakan dalam puisi untuk menyamakan benda dengan manusia yang menghidupkan bunga sakura, memberi mereka peran yang lebih jelas, dan memberi pembaca imajinasi yang konkret. Kalimat “kita sakura gugur─ sebelum musim semi” menggambarkan penggunaan majas personifikasi. "tengkorakku retak" dan "gerimis musim semi", keduanya menggambarkan situasi dan lingkungan dalam puisi itu. Keduanya menciptakan suasana melankolis dan sakit hati.
ADVERTISEMENT
Pembaca didorong untuk mengungkapkan perasaannya dalam puisi ini sehingga pembaca dapat mengungkapkan emosi yang sama seperti penyair, yaitu kesedihan. Pembaca juga diajak untuk melihat situasi kontemporer Tokyo yang terbagi menjadi dua kategori: romantis dan dramatis. Penulis mencurahkan segenap emosinya yang tulus agar pembaca juga mencurahkan isi hatinya ke dalam puisi. Pembaca juga dapat ikut serta dalam alur cerita yang terjadi dalam puisi tersebut.
Puisi Ayat-Ayat Tokyo memiliki amanah untuk memasrahkan segala sesuatu yang terjadi dengan begitu saja agar pikiran dan jiwa kita tidak terbebani. Seperti pada “kita sakura-/gugur sebelum musim semi” yang menyiratkan bahwa penyair telah menerima kepergian seseorang yang dicintainya. Selain itu dapat diamati pada setiap bait. Penyair tampak terus-menerus memikirkan orang itu dalam dua bait pertama tetapi pada bait ketiga ia tampak telah menyerah pada semua yang terjadi meskipun faktanya itu sangat sulit, tidak menyenangkan, dan tidak terduga.
ADVERTISEMENT