news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Bahaya di Balik Senyuman Palsu

Diana Zanuba
Mahasiswi Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
14 Desember 2020 12:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Diana Zanuba tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“After laughter comes tears…”
(Fake Smile-Ariana Grande)
Sumber foto: theodysseyonline.com
Setiap orang pasti pernah berada pada fase terendah dalam hidupnya. Segala persoalan hidup yang absurd, tidak jarang membuat seseorang mengalami depresi, atau mungkin kamu sediri pernah mengalaminya? Tapi, apakah kamu pernah menyembunyikan segala permasalahan yang kamu alami dengan tetap menunjukkan simpul senyummu seolah-olah semuanya baik-baik saja? Dan setiap kali dilanda oleh kecemasan, kamu selalu bersikap untuk tetap terlihat bahagia? Jika iya, boleh jadi kamu mengalami smiling depression. Menurut World Health Organization (WHO), sebanyak 300 juta orang di dunia menderita depresi dan sebagian dari mereka menyembunyikannya di balik satu simpul senyum.
ADVERTISEMENT

Mengenal Smiling Depression

Labeaune (2014) adalah seorang psikolog klinis, ia mendefinisikan smiling depression sebagai kondisi dimana seseorang hidup dengan depresi secara internal, namun tampak bahagia secara eksternal. Seseorang dengan kondisi smiling depression, akan memberi tahu kerabat atau orang di sekitarnya bahwa ia seolah-olah merasa baik dalam menjalani hidupnya dan tidak memerlukan bantuan apapun. Bagi seseorang yang mengalami smiling depression, penampilan luar adalah hal penting untuk selalu tampak baik-baik saja kepada siapa pun. Seseorang dengan gangguan ini sering kali mengabaikan perasaannya sendiri, karena ia merasa akan dianggap lemah jika menunjukkan perasaan asli (depresi) yang dialaminya. Maka dari itu, seseorang dengan kondisi smiling depression akan lebih pantas jika disebut sebagai penipu, dengan kata lain, hidup di balik sebuah ‘topeng mengerikan’—menyembunyikan segala bentuk kesedihan yang mendalam.
ADVERTISEMENT

Kira-kira, Apa Saja Gejala Smiling Depression?

Melansir dari Health Line, bahwa gejala dari depresi yang paling tampak adalah kesedihan yang mendalam. Gejala lainnya dari seseorang yang memiliki gangguan smiling depression adalah perasaan cemas, marah, takut, putus asa, mudah tersinggung, mudah lelah, kehilangan minat, dan sama seperti penderita depresi lainnya, yaitu memiliki gangguan tidur. Dalam beberapa kasus juga, penderita smiling depression memiliki pikiran untuk bunuh diri, seperti kasus komedian Robin Williams yang bunuh diri akibat mengalami gangguan tersebut. Penderita smiling depression telah membuat orang tertipu oleh topeng—sesimpul senyum—yang ia kenakan. Ia yang menderita gangguan ini akan terlihat ceria, optimis, memiliki kehidupan sosial yang sehat, dan juga terlihat sebagai individu yang aktif. Senyuman dan sikap seolah bahagia yang ia tampakkan adalah suatu mekanisme pertahanan diri sebagai upaya untuk menyembunyikan keadaan yang sebenarnya. Hal inilah yang menjadi penyebab smiling depression ini sering kali sulit terdeteksi.
ADVERTISEMENT

Apakah Penderita Smiling Depression Dapat Dibantu?

Menurut World Health Organization (WHO), terdapat beberapa kesulitan untuk mendiagnosis gangguan smiling depression, karena gejala yang ditunjukkan oleh penderita smiling depression bertentangan dengan gejala yang ditunjukkan oleh penderita depresi klasik. Walaupun begitu, gangguan ini masih dapat diatasi dengan memberikan beberapa bantuan. Dilansir dari Psychology Today, Labeaune, seorang psikolog klinis, memberikan jalan keluar untuk penderita smiling depression yaitu berkonsultasi kepada konselor kesehatan mental, psikoterapis, ataupun psikiater. Selain berkonsultasi kepada para ahli, penderita smiling depression juga dapat mulai membuka dirinya untuk berbagi perasaan yang dirasakannya kepada orang-orang terdekat yang ia percayai.
Jika kamu sedang berada di titik terendah dalam hidupmu, memiliki suatu permasalahan yang amat berat, cobalah untuk berbagi kisah atas perasaanmu kepada seseorang yang kamu anggap sebagai pendengar terbaikmu. Terakhir, sudahkah kamu tersenyum hari ini? Tanyakan kembali pada dirimu, apakah senyummu itu fact smile atau fake smile?
ADVERTISEMENT
Sumber:
Labeaune, R.(2014). The Secret Pain of “Smiling” Depression. Diakses pada 12 November 2014, dari https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-guest-room/201411/the-secret-pain-smiling-depression
Heath Line. (2018). Smiling Depression: What You Need to Know. Diakses pada 14 November 2018, dari https://www.healthline.com/health/smiling-depression