Konten dari Pengguna

Prinsip Sapta Karsa Hutama dalam Amar Putusan MKMK Terhadap Ketua MK

M Hilmi Miftahzen Reza SH
Master of Litigation Law UGM
7 November 2023 22:08 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Hilmi Miftahzen Reza SH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie (kiri) bersama anggota Bintan R. Saragih di Gedung MK, Selasa (31/10/2023). sumber foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie (kiri) bersama anggota Bintan R. Saragih di Gedung MK, Selasa (31/10/2023). sumber foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Ketua MK dinyatakan melanggar kode etik prinsip Sapta Karsa Hutama oleh Jimly Asshiddiqie selaku Ketua MKMK selain itu Ketua MK dijatuhkan sanksi berupa pemberhentian dari jabatan ketua MK oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait dengan Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia capres dan cawapres. Selanjutnya, Jimly Asshiddiqie membacakan Amar Putusan Terhadap Ketua MK Dalam putusan Nomor 2/MKMK/L/11/2023 pada hari Selasa 07 November 2023, sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
1. Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Kara Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan;
2. Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor;
3. Memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2x24 jam sejak Putusan in selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang bar sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
4. Hakim Terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir
5. Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.
ADVERTISEMENT
Setelah membacakan putusan Jimly Asshidiqie menyampaikan
Lalu, Beranjak dari Putusan MK mengenai Batasan usia capres dan cawapres. apa itu Prinsip dalam Sapta Karsa Hutama yang menjadi pelanggaran kode etik oleh Ketua MK?
Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman membacakan putusan batas usia capres dan cawapres, pada Senin (16/10/2023). sumber Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Perlu diketahui bahwasanya prinsip Sapta Karsa Hutama merujuk pada Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 Tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi menjelaskan;
ADVERTISEMENT
Terhadap prinsip yang ditetapkan oleh “The Bangalore Principles” terdapat prinsip independensi (independence), ketakberpihakan (impartiality), integritas (integrity), kepantasan dan kesopanan (propriety), kesetaraan (equality), kecakapan dan keseksamaan (competence and diligence).
Keenam prinsip tersebut penulis jabarkan berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 09/PMK/2006 Tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi dengan perkara batasan usia capres dan cawapres yang dihadapi oleh Ketua MK.
Prinsip Pertama, Independensi. Independensi hakim konstitusi dan pengadilan terwujud dalam kemandirian dan kemerdekaan hakim konstitusi, baik sendiri-sendiri maupun sebagai institusi dari pelbagai pengaruh, yang berasal dari luar diri hakim berupa intervensi yang bersifat memengaruhi secara langsung atau tidak langsung berupa bujuk rayu, tekanan, paksaan, ancaman, atau tindakan balasan karena kepentingan politik. Atau ekonomi tertentu dari pemerintah atau kekuatan politik yang berkuasa, kelompok atau golongan tertentu, dengan imbalan atau janji imbalan berupa keuntungan jabatan, keuntungan ekonomi, atau bentuk lainnya.
ADVERTISEMENT
Tentunya dalam penerapan Independensi Hakim Konstitusi Hakim konstitusi harus menjalankan fungsi judisialnya secara independen atas dasar penilaian terhadap fakta-fakta, menolak pengaruh dari luar berupa bujukan, iming-iming, tekanan, ancaman atau campur tangan, baik langsung maupun tidak langsung, dari siapa pun atau dengan alasan apa pun, sesuai dengan penguasaannya yang saksama atas hukum. selain itu dalam melaksanakan tugas peradilan, hakim konstitusi harus independen dari pengaruh rekan sejawat dalam pengambilan keputusan.
Kedua, Prinsip Ketakberpihakan Ketakberpihakan merupakan prinsip yang melekat dalam hakikat fungsi hakim konstitusi sebagai pihak yang diharapkan memberikan pemecahan terhadap setiap perkara yang diajukan ke Mahkamah. Ketakberpihakan mencakup sikap netral, disertai penghayatan yang mendalam akan pentingnya keseimbangan antar kepentingan yang terkait dengan perkara.
ADVERTISEMENT
Tentunya dalam penerapan Hakim konstitusi harus melaksanakan tugas Mahkamah tanpa prasangka (prejudice), melenceng (bias), dan tidak condong pada salah satu pihak. selain itu Hakim konstitusi harus menampilkan perilaku, baik di dalam maupun di luar pengadilan, untuk tetap menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat, profesi hukum, dan para pihak yang berperkara terhadap ketakberpihakan hakim konstitusi dan Mahkamah.
Ketiga, Prinsip Integritas. Integritas merupakan sikap batin yang mencerminkan keutuhan dan keseimbangan kepribadian setiap hakim konstitusi sebagai pribadi dan sebagai pejabat negara dalam menjalankan tugas jabatannya keutuhan kepribadian mencakup sikap jujur, setia, dan tulus dalam menjalankan tugas profesionalnya, disertai ketangguhan batin untuk menepis dan menolak segala bujukrayu, godaan jabatan, kekayaan, popularitas, ataupun godaan lainnya.
Tentunya dalam penerapan Hakim konstitusi menjamin agar perilakunya tidak tercela dari sudut pandang pengamatan yang layak. Tindak tanduk dan perilaku hakim konstitusi harus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap citra dan wibawa Mahkamah. Keadilan tidak hanya dilaksanakan tetapi juga harus tampak dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
Keempat, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan. Kepantasan tercermin dalam penampilan dan perilaku pribadi yang berhubungan dengan kemampuan menempatkan diri dengan tepat, baik mengenai tempat, waktu, penampilan, ucapan, atau gerak tertentu. Sedangkan kesopanan terwujud dalam perilaku hormat dan tidak merendahkan orang lain dalam pergaulan antar pribadi, baik dalam tutur kata lisan atau tulisan; dalam bertindak, bekerja, dan bertingkah laku; dalam bergaul dengan sesama hakim konstitusi, dengan karyawan, atau pegawai Mahkamah, dengan tamu, dengan pihak-pihak dalam persidangan, atau pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara.
Dalam penerapanya, hakim konstitusi harus menghindari perilaku dan citra yang tidak pantas dalam segala kegiatan. Sebagai abdi hukum yang terus menerus menjadi pusat perhatian masyarakat, hakim konstitusi harus menerima pembatasan-pembatasan pribadi yang mungkin dianggap membebani dan harus menerimanya dengan rela hati serta bertingkah laku sejalan dengan martabat Mahkamah.
ADVERTISEMENT
Kelima, Prinsip Kesetaraan. merupakan prinsip yang menjamin perlakuan yang sama (equal treatment) terhadap semua orang berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain atas dasar perbedaan agama, suku, ras, warna kulit, jenis kelamin, kondisi fisik, status sosial ekonomi, umur, pandangan politik, ataupun alasan-alasan lain yang serupa (diskriminasi).
Penerapan prinsip ini Hakim konstitusi harus menyadari dan memahami kemajemukan dalam masyarakat serta perbedaan-perbedaan yang timbul berdasarkan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, agama, golongan, kondisi fisik, umur, status sosial, status ekonomi, dan keyakinan politik.
Keenam, Prinsip Kecakapan dan Keseksamaan Kecakapan tercermin dalam kemampuan profesional hakim konstitusi yang diperoleh dari pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman dalam pelaksanaan tugas; sedangkan keseksamaan merupakan sikap pribadi hakim konstitusi yang menggambarkan kecermatan, kehati-hatian, ketelitian, ketekunan, dan kesungguhan dalam pelaksanaan tugas profesional hakim tanpa menunda-nunda pengambilan keputusan.
ADVERTISEMENT
Penerapan prinsipnya adalah hakim konstitusi mengutamakan tugas Mahkamah di atas segala kegiatan lainnya. Selain itu Hakim Konstitusi harus mendedikasikan diri untuk pelaksanaan tugas-tugasnya, baik dalam rangka pelaksanaan fungsi dan tanggung jawab Mahkamah maupun tugas-tugas lain yang berhubungan dengan hal itu.