Menyelamatkan Tanah Leluhur dari Pertambangan Asing di Aceh

Zuhri Noviandi
Pecinta Kopi - Menulis Untuk Beramal
Konten dari Pengguna
15 Oktober 2018 16:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zuhri Noviandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masyarakat Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah, provinsi Aceh menolak eksploitasi tambang emas milik perusahaan PT Emas Mineral Murni (EMM) dengan luas areal izin 10 ribu hektare yang berada didua kabupaten tersebut.
Penolakan itu dilakukan masyarakat atas kekhawatirkan akan kerusakan lingkungan, memicu bencana ekologis, dan tidak memberikan kesejahteraan bagi warga. Masyarakat juga menolak proyek tambang berskala besar itu karena lahan yang digunakan telah merambah lahan hutan lindung dan kawasan konservasi sekitar 8.000 hektare.
ADVERTISEMENT
Tambang emas di Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya digarap oleh perusahaan tambang dari Singapura. Saat ini perusahaan itu telah mengantongi izin produksi. Sebagai perusahaan modal asing, izin investasi dan tambang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.
Sedangkan izin pinjam kawasan hutan dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tambang tersebut berada di kawasan Beutong Ateuh Banggalan, Nagan Raya dan Pegasing, Aceh Tengah.
PT EMM merupakan perusahaan tambang dengan pemegang saham Beutong Resources Pte. Ltd Rp.4.000.000.000 (Singapura) dan PT. Media Mining Resources (Indonesia).
Masyarakat Beutong Ateuh, Tengku Diwa Laksana mengatakan, penolakan tambang itu dilakukan oleh masyarakat karena selain merusak alam, tanah mereka juga penuh akan sejarah.
ADVERTISEMENT
"Beutong Ateuh itu tempat perjuangan terakhir Cut Nyak Dhien. Tempat disemayamnya para syuhada, kami tidak mau itu rusak,”ujarnya.
Dirinya mengaku, masyarakat tidak mengetahui pasti kapan PT EMM itu masuk dan melakukan eksploitasi di wiayah mereka. Masyrakat bahkan perangkat desa tidak mendapatkan informasi dari pemerintah, soal ijin tambang yang sudah di keluarkan.
"kami tidak tahu apa-apa , mereka tiba-tiba sudah ada di kampung kami dan membuka tambang,” ucap Diwa.
Dijelaskannya, saat ini perusahaan telah melakukan ekplositasi tambang dan berdampak pada penggusuran dua desa, yaitu Blang Puuk, dan Blang Meurandeh. Warga memperkirakan jika 10.000 hektar tambang dieksploitasi, maka tiga desa lainnya juga akan berdampak pada penggusuran, yaitu di desa Kuta Teungoh, Babah Suak, dan desa Persiapan Pintu Angin.
ADVERTISEMENT
“Protes sudah pernah kami lakukan sejak tahun 2013. Dari sejak pertama masuk memang masyarakat susah menolak. Tetapi ketika diprotes kami seperti tidak dianggap. Kalau ini habis dikeruk kami harus ke mana,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, menyampaikan dukungannya terhadap penghentian ijin tambang yang selama ini diperjuangkan warga Beutong Ateuh dan Aceh Tengah.
Menurutnya, Aceh secara terbuka mengijinkan wilayahnya untuk di tambang, namun tidak untuk wilayah Beutong Ateuh, lantaran selain merusak Alam, juga dapat merusak situs sejarah Aceh dan mengancam satwa kunci yang ada di wilayah tersebut.
“Jika perusahaan itu beroperasi akan berdampak meningkatnya bencana ekologis, seperti menimbulkan lubang-lubang besar yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan.
ADVERTISEMENT
M Mur menjelaskan, kehadiran PT EMM juga berdampak pada sempitnya ruang kelola rakyat atas sumber daya hutan dan lahan yang selama ini menjadi sumber penghidupan utama masyarakat.
"Ini juga dapat mengancam kekayaan keanekaragaman hayati yang berada di wilayah usaha pertambangan," tambah M Mur dikonfirmasi kumparan, (15/10).
Berdasarkan data Walhi Aceh, pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi melalui Surat Keterangan Nomor: 66/1/IUP/PMA/2017 pada 19 Desember 2017 untuk PT. Emas Mineral Murni (EMM).
Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) ini akan menambang emas di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya, dan Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah.
Lokasi izin PT EMM berada di Area Penggunaan Lain (APL) seluas 2.779 hektare (Ha), dan Hutan Lindung 4.709 Ha. Wilayah usaha terletak dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) seluas 2.478 Ha yang terdiri dari APL 1.205 Ha dan HL 1.273 Ha.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang membidangi lingkungan hidup dan pertambangan, Nurzahri secara tegas menolak kehadiran mega proyek tambang emas itu.
"Kami sudah beberapa kali rapat, terakhir kami memanggil Dinas LHK, NGO, Dinas Pertambangan dan Pemkab Nagan Raya untuk segera melayangkan gugatan kepada Kementrian LHK untuk menolak perusahaan itu," katanya saat ditemui di DPR Aceh.
Pihaknya di Komisi II DPR Aceh juga sudah sepakat untuk menolak tambang itu dan akan dibawa ke sidang paripurna. Kemudian melayangkan gugatan secara kelembagaan.
"Kami akan melakukan perlawanan terhadap organisasi apapun yang membela PT EMM di Aceh. Siapapun melawan keputusan kami, berarti melawan negara," ujarnya.
Aksi penolakan PT EMM ini sudah beberapa kali dilancarkan oleh masyarakat. Namun hingga kini belum menuai hasil dan respon dari perusahaan maupun pemerintah. Seratusan mahasiswa bersama LSM mengatasnamakan Barisan Pemuda Aceh (BPA) juga ikut berunjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Senin (15/10. Aksi ini juga digelar serentak di beberapa kabupaten di Aceh.
ADVERTISEMENT
Mendaftarkan Gugatan ke PTUN Jakarta
Walhi Aceh telah mendaftarkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, dengan objek sengketa berupa SK Badan Koordinasi Penanaman Modal yang diterbitkan atas nama Menteri ESDM terkait dengan Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi kepada PT. Emas Mineral Murni seluas 10.000 Hektare dengan komoditas Emas.
Dok. Walhi Aceh
M Nur menjelaskan, alasan mereka mengambil langkah jalur hukum mengingat potensi kerusakan alam yang luar biasa akan terjadi. Selain itu, agar masyarakat di sana (Nagan Raya-Aceh Tengah) tidak melakukan tindakan yang tidak diinginkan.
“Jika tidak ke Pengadilan maka potensi konflik dapat saja terjadi sewaktu-waktu, masyarakat telah nyatakan itu kepada kami, sehingga kami mengambil langkah ke jalur hukum agar kemudian masyarakat disana tidak melakukan tindakan-tindakan yang tidak kita inginkan,” kata M Nur.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, direktur Walhi Nasional, Nurhidayati meyampaikan bahwa areal pertambangan seluas 10 ribu hektare tersebut patut dipertahankan untuk tetap dijaga kelesatariannya. Di Aceh banyak Hutan Lindung dan termasuk Kawasan Ekosistem Leuser yang merupakan Paru-Paru Dunia dan penyangga kehidupan yang mana telah ditetapkan dan mendapat predikat “Situs Warisan Dunia oleh Komite Warisan Dunia Unesco.
“Di sana terdapat ribuan hektar hutan lindung dan kawasan ekosistem leuser yang masuk di dalam areal pertambangan PT. EMM, sehingga harus terus dipertahankan demi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya,” imbuh Nurhidayati dalam keterangannya.