Petuah Abdul di Panti Jompo: Menguasai Bahasa Asing itu Penting

Zuhri Noviandi
Pecinta Kopi - Menulis Untuk Beramal
Konten dari Pengguna
10 September 2019 11:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zuhri Noviandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Abdul Wahab (68 tahun), penghuni panti Rumoh Seujahtra Geunaseh Sayang, Ulee Kareng, Banda Aceh.
zoom-in-whitePerbesar
Abdul Wahab (68 tahun), penghuni panti Rumoh Seujahtra Geunaseh Sayang, Ulee Kareng, Banda Aceh.
ADVERTISEMENT
Puluhan orang tua berusia lanjut mengisi kursi kosong aula Anjong Mon Mata. Perempuan menempati sisi kiri sedangkan lelaki di kanan. Mereka berjalan pelan dan beriringan, beberapa di antaranya menggunakan tongkat dan dibantu teman sebelahnya.
ADVERTISEMENT
Senam pagi telah membakar semangat mereka, peluh-peluh kecil tampak masih membekas. Di dalam ruangan itu, semua menghadap ke depan, obrolan ringan tercipta sesamanya sembari menunggu acara dimulai.
Dari arah belakang panggung, seorang pria mengenakan baju batik berjalan menggunakan bantuan tongkat, menoleh ke kanan lalu melempar senyum. Ia duduk di atas kursi, seorang perempuan kemudian berjalan ke arahnya dan berdiri mendampinginya.
Tepukan tangan seketika menyeruak seisi ruangan. Semua mata tertuju padanya, dia seolah bintang yang akan menampilkan sebuah pertunjukan. Tangan kanannya menyorong tongkat ke samping kursi, lalu menggenggam mikrofon dan mengucapkan salam.
“Saya duduk di sini karena tidak bisa berdiri lama. Maka, saya duduk di kursi, apakah tidak masalah?” ucap pria tersebut menyapa semua orang di hadapannya dalam bahasa inggris.
ADVERTISEMENT
“Saya mau menyampaikan kepada semua yang hadir, tentang kisah masa lalu saya. Apakah di sini semua siap mendengarkannya?” sambungnya dengan suara nyaris lantang.
Pria itu adalah Abdul Wahab (68) seorang penghuni panti Rumoh Seujahtera Geunaseh Sayang, Ulee Kareng, Banda Aceh yang oleh banyak orang disebut panti jompo. Tempat penitipan orang-orang berusia lanjut.
Abdul baru beberapa bulan tinggal di sana sejak pertama ditemukan pengurus masjid sekitar enam bulan lalu. Abdul dalam keadaan linglung tak tahu arah, melihat kondisi fisiknya yang memprihatinkan, pengurus masjid kemudian menghubungi Dinas Sosial Aceh.
Minggu lalu (8/9), Abdul ditunjuk sebagai salah satu penghuni panti Rumoh Seujahtera Geunaseh Sayang, membagikan kisahnya dalam rangka memperingati hari lanjut usia tahun 2019, yang dihelat di Anjong Mon Mata, Kompleks Pendopo Gubernur Aceh.
ADVERTISEMENT
Abdul merupakan salah seorang penghuni panti yang aktif. Dia bahkan mampu menguasai tiga bahasa asing, yaitu Spanyol, Yunani, dan Inggris. Sontak, kehadirannya turut memukau para peserta dan semua tamu undangan yang hadir.
Sosok aktor sekaligus penyanyi terkenal Malaysia era 1960-an berdarah Aceh, P. Ramlee, telah memotivasinya untuk mengenal lebih jauh tentang Aceh. Abdul bahkan ingin menghabiskan usia senjanya hingga akhir hayat di tanah Serambi Makkah.
Sebelum tua dan tak berdaya, Abdul memang hidup dalam dunia yang sedikit nakal. Semasa muda, bekerja sebagai seorang pelaut dengan jabatan asisten kapal, dan laut telah membawanya ke beberapa negara.
Pekerjaan itu ditinggalkan ketika dia beranjak tua. Hidupnya terlunta-lunta, bukan karena tak punya uang, melainkan tak ada yang merawatnya dan Abdul hidup sebatang kara.
Abdul merupakan orang Melayu Deli, Medan, Sumatera Utara. Usai menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), dia memilih tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi namun mengikuti kursus Bahasa Inggris. Setelah menguasai bahasa dengan baik dan lancar, Abdul terbang ke Singapura.
ADVERTISEMENT
Pilihan Abdul merantau ke negara berjuluk The Lion City cukup nekat. Tujuannya hanya untuk mengadu nasib mencari pekerjaan. Berbekal ijazah SMA, Abdul melamar ke sebuah perusahaan perkapalan.
“Bermodal Bahasa Inggris yang saya kuasai pada saat itu, alhamdulillah saya diterima dan perjalanan pertama langsung di kirim ke Jepang,” kenang Abdul.
Abdul masih ingat betul perjalanan perdananya, dia mabuk berat dan nyaris pingsan. Abdul tidak tahan dengan goyangan ombak.
“Tidak tahan pusing berat, mabuk laut saya,” katanya.
Sesudahnya, laut menjadi sahabat Abdul. Masa muda ia habiskan di atas kapal dan menari bersama ombak.
“Bagaimana besarnya ombak di laut sudah tidak mempan lagi. Bahkan di saat ombak besar kami larut dengan bir. Namanya kalau tidak salah waktu itu 'Johnnie Walker',” ucap Abdul tersenyum mengingatnya.
ADVERTISEMENT
Pertama menggeluti dunia perkapalan, Abdul masih berusia 20 tahun. Laut telah mengantarkannya ke berbagai negara mulai dari Asia hingga Eropa. Dari sana pula ia belajar dan menguasai bahasa asing selain Bahasa Ibu.
“Bisa berbahasa karena lama di kapal. Saya harus belajar bahasa agar bisa berkomunikasi dengan orang lain,” katanya.
Setelah puluhan tahun menjalani kehidupan di atas kapal, rasa lelah kemudian datang menghampiri. Abdul memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Medan. Tak lagi melaut, Abdul ingin memperbaiki sikap dan ibadah.
Beberapa tahun di Medan, Abdul kemudian dilanda keresahan. Hatinya tidak tenang, Abdul ingin bertobat, namun ia tak menemukan jalan itu.
Suatu seketika di tengah lamunan panjang sosok P. Ramlee kemudian muncul mengganggunya. Abdul sangat mengidolakan P. Ramlee. Suatu hari, dia pernah ingin menyaksikan filmnya di bioskop, namun diusir lantaran anak-anak tak diizinkan masuk.
ADVERTISEMENT
“Anak-anak masih 17 tahun tidak boleh,” kata Abdul mengulang kalimat penjaga bioskop saat itu.
Mengingat sosok P. Ramlee, Abdul lantas nekat memutuskan hijrah ke Aceh. Berharap mendapatkan ketenangan dan beribadah dengan nyaman. Menurutnya, masyarakat Aceh hebat, oleh sebab itu, berniat ingin menghabiskan masa tua sambil belajar agama di Aceh.
“Hati gundah dan tidak nyaman, saya ingin menyisakan waktu hidup untuk beribadah. Ingin mencari kenyaman sehingga terpikir untuk ke Aceh,” ungkapnya.

Petuah Abdul

Menguasai bahasa dunia penting bagi anak muda yang ingin meniti karir lebih baik. Seiring perkembangan teknologi dan kemajuan zaman, bahasa menjadi kunci bagi mereka untuk bertahan hidup. Abdul berpesan, kuasailah Bahasa Inggris.
“Boleh ke luar negeri, tapi jangan seperti saya. Kalau bisa kuliah ke luar negeri. Saya rasa kalau untuk anak muda, sebaiknya yang utama sesudah Bahasa Arab, belajarlah Bahasa Inggris,” katanya.
ADVERTISEMENT
Mimpi Abdul kini hanya satu, ingin menghabiskan masa senja dalam ibadah dan berbagi ilmu kepada orang sekitarnya. Abdul berencana membuka kelas Bahasa Inggris, mengajarkan teman-teman penghuni dan pengurus panti.
"Saya sangat senang orang di sini menyukai dan menyayangi saya. Aceh adalah tempat saya untuk meninggal," ucap Abdul.
***
Kepala UPTD Rumoh Seujahtera Geunaseh Sayang, Intan Melya, menceritakan sebelum dibawa ke panti enam bulan yang lalu, Abdul turun dari sebuah mobil tumpangan di Masjid Raya Baiturrahman. Dia sempat tinggal di pelataran masjid selama hampir kurang dua bulan.
Melihat aktivitas dan kondisinya, pengurus masjid menghubungi Dinsos Aceh. Pekerja sosial menjemput Abdul dan membawanya ke Rumah Sakit Kesdam, Banda Aceh. Setelah dari sana, pengurus panti meminta rumah sakit untuk merujuknya ke panti.
ADVERTISEMENT
“Dia memiliki penyakit epilepsi, saat dijemput petugas penyakitnya itu kambuh mungkin karena selalu tidur di pelataran parkir,” kata Intan.
Selama berada di panti, rutinitas Abdul sama seperti penghuni lainnya. Menjalani aktivitas keagamaan, mengikuti zikir, ceramah, senam lansia, keterampilan, safari Jumat, dan kegiatan rutin lainnya.
“Sekarang sudah tobat dan mengikuti semua kegiatan keagamaan. Benar-benar sudah lupa dengan masa lalunya. Kesehatannya juga jauh lebih membaik, pengurus selalu menyediakan obat, karena epilepsi itu kumat kapan saja. Jadi, kalau banyak aktivitas, dia langsung jatuh ke lantai. Itu yang kita jaga selalu,” ujarnya.
Abdul tidak berbeda dengan penghuni panti lainnya, semua pelayanan dan fasilitas diberikan sama. Hanya saja, Abdul sedikit lebih aktif dan memiliki kemampuan berbahasa. Bahkan, dengan kemampuan bahasa yang ia kuasai, menjadi ajang bagi staf dan pengurus panti belajar Bahasa Inggris bersamanya.
ADVERTISEMENT
“Kita memberikan kesempatan bagi kawan-kawan yang ingin belajar Bahasa Inggris. Di panti, Kakek (Abdul) duduk di kantor bukan di perumahan perkarangan panti. Dia sering berbicara dan menyambut tamu karena suka beriteraksi,” sebut Intan.
“Karena aslinya pelaut sudah selalu berinteraksi dengan banyak orang di luar sana. Yang menjadi kebahagian kita dia tidak ingin ke mana-mana lagi, dia ingin menghabiskan hidupnya di panti. Pelayanan kita sudah mencakupi apa yang dia butuhkan,” ungkapnya.