news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Seberapa Penting Pembelajaran Tatap Muka di Saat Pandemi?

Zulfikar Setyo Utomo
Zulfikar Setyo adalah seorang mahasiswa Magister Akuntansi di Universitas Trisakti. Zulfikar Setyo memulai karirnya di dunia auditing pada tahun 2018 dan saat ini menjabat sebagai Senior Auditor di Ernst and Young Global Ltd.
Konten dari Pengguna
1 September 2021 7:32 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zulfikar Setyo Utomo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kegiatan belajar mengajar (Sumber: pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan belajar mengajar (Sumber: pribadi)
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 telah berlangsung sejak awal tahun 2020 lalu. Beragam upaya telah dilakukan Pemerintah dalam mencegah penyebaran virus ini. Beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah antara lain Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
ADVERTISEMENT
Pandemi ini memang benar-benar mengubah tatanan kehidupan masyarakat, di mana aspek kehidupan masyarakat berubah secara drastis. Salah satunya yang terdampak adalah dunia pendidikan. Sudah setahun lebih penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (KBM) diterapkan berbagai sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia secara online atau daring.
KBM daring adalah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di dalam jaringan (daring) internet atau kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di luar kelas tatap muka langsung. Pada KBM daring, pengajar dan peserta didik tidak bertemu secara langsung selama proses pembelajaran.
Penyelenggaraan KBM secara daring menuai pro dan kontra dari masyarakat. Ada sebagian besar masyarakat mendukung penyelenggaraan secara daring karena dirasa metode yang paling aman saat ini untuk menghindari risiko meluasnya penularan COVID-19. Ada pula sebagian masyarakat yang menginginkan kegiatan belajar mengajar dapat kembali diselenggarakan secara tatap muka, dengan alasan yang beragam pula.
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, wacana untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka kembali menjadi perhatian. Mendikbudristek Nadiem Makarim meminta sekolah dan perguruan tinggi yang masuk wilayah PPKM Level 1 hingga 3 untuk menggelar pembelajaran tatap muka terbatas. Sementara untuk sekolah dan perguruan tinggi yang masuk wilayah PPKM Level 4 masih harus menggelar pembelajaran secara daring.
Nadiem beralasan bahwa penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sudah terlalu lama sehingga menyebabkan kondisi psikologis dan cognitive learning loss anak-anak Indonesia sudah terlalu kritis sehingga pembelajaran tatap muka harus secepat mungkin dilaksanakan, tentunya dengan protokol kesehatan yang tinggi
Rencana pembelajaran tatap muka ini pun juga menuai pro dan kontra. Sebagian masyarakat menyetujui rencana ini dengan alasan efektivitas pendidikan jarak jauh atau daring dinilai kurang. Sedangkan, sebagian masyarakat lainnya yang tidak setuju beralasan bahwa pendidikan tatap muka masih belum aman untuk diterapkan mengingat tingkat penyebaran virus COVID-19 yang masih tinggi seiringan dengan penemuan varian baru COVID-19 serta cakupan vaksinasi yang belum mencapai target kekebalan komunal.
ADVERTISEMENT
Menurut saya sebagai salah satu peserta didik di jenjang perguruan tinggi, pelaksanaan pembelajaran tatap muka tidak cocok untuk diterapkan di semua jenjang pendidikan karena urgensi dan konsekuensi penerapannya berbeda-beda.
Di jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), pembelajaran berfokus pada pertumbuhan dan perkembangan pendidikan dasar anak usia dini seperti agama, moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional, dan seni. Tingkat urgensi untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka masih rendah karena pendidikan untuk membangun karakter dan mempersiapkan anak-anak dalam memasuki pendidikan di jenjang selanjutnya masih mampu dilakukan oleh orang tua dan lingkungan sekitarnya.
Di jenjang pendidikan dasar, pembelajaran berfokus pada pengembangan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik dalam memasuki pendidikan menengah. Tingkat urgensi untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka di tingkat ini cenderung tinggi karena pendidikan dasar mempunyai peran yang sangat krusial dalam membangun kualitas fondasi pengetahuan dasar peserta didik, sehingga pelaksanaannya pun harus dilakukan seefektif mungkin.
ADVERTISEMENT
Di jenjang pendidikan menengah, pembelajaran bertujuan untuk melanjutkan dan mengembangkan pengetahuan yang didapatkan di pendidikan dasar. Mulai tahap ini, materi sekolah cenderung lebih kompleks dari pendidikan sebelumnya dan menuntut peserta didik untuk dapat memahami pelajaran-pelajaran khusus. Orang tua pun cenderung mulai memiliki kesulitan untuk menggantikan peran guru, terutama dalam menjelaskan.
Terlebih lagi, faktor ketimpangan ekonomi juga menjadi alasan yang mendukung terselenggaranya pembelajaran tatap muka. Tidak semua orang tua memiliki kemampuan yang sama dalam memenuhi dalam memenuhi kebutuhan peserta didik dalam mengikuti pendidikan jarak jauh sehingga pembelajaran tatap muka terbatas mungkin akan menjadi pilihan yang optimal.
Di jenjang pendidikan tinggi, pada umumnya pembelajaran berfokus pada penguasaan dasar-dasar ilmiah dan keterampilan di dalam bidang keahlian tertentu sehingga mampu menemukan, memahami, menjelaskan, dan merumuskan cara penyelesaian masalah yang sesuai dengan ruang lingkup keahliannya. Peserta didik di anggap cukup dewasa dan lebih memiliki kemampuan untuk menerapkan manajemen sumber daya (uang, waktu, tenaga, pikiran, dll) dengan lebih baik dibandingkan peserta didik di jenjang sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Tingkat urgensi penerapan sistem pembelajaran tatap muka di jenjang pendidikan tinggi pun dirasa masih rendah. Metode pembelajaran yang digunakan di jenjang pendidikan tinggi pada umumnya adalah Student-centered Learning, yaitu sistem pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.
Dengan metode ini, peserta didik dituntut untuk aktif dan mandiri dalam proses belajarnya dan memiliki tanggung jawab serta mampu mengetahui kebutuhan belajarnya dan mampu menemukan sumber-sumber informasi belajarnya tanpa tergantung pada pengajar.
Saya rasa tidak akan ada masalah yang signifikan apabila kegiatan pembelajaran diselenggarakan dengan sistem pembelajaran jarak jauh maupun sistem pembelajaran tatap muka.
Selain itu, fleksibilitas yang ditimbulkan dari sistem pembelajaran jarak jauh membuat masyarakat dari berbagai penjuru nusantara yang berminat untuk melanjutkan studinya di jenjang pendidikan tinggi menjadi lebih banyak. Pertemuan antara pendidik dan peserta didik tak lagi terbatas oleh ruang dan waktu. Kegiatan pembelajaran dapat dilakukan pada waktu yang sama dengan lokasi yang berbeda dan dapat pula dilakukan pada waktu dan lokasi yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari pro dan kontra yang ada, kesiapan penyelenggara pendidikan untuk menyelenggarakan kegiatan pembelajaran tatap muka dinilai masih belum maksimal. Stok vaksin yang masih terbatas dan pendistribusian vaksin untuk yang belum merata di seluruh Indonesia. Terlebih lagi penyelenggaraannya juga tergantung pada kebijakan PPKM mingguan yang cenderung membuat masyarakat bingung.
Pemerintah harus lebih berfokus untuk menentukan kebijakan strategis jangka panjang daripada menerapkan masa pembatasan mingguan yang sifatnya cenderung pragmatis dan jangka pendek sehingga penerapannya dapat berlangsung lama atau bahkan dapat diterapkan secara permanen.
Sebagai contoh, daripada menerapkan pembatasan jumlah peserta didik di dalam kelas, kenapa tidak memperluas bangunan saja sehingga suatu sekolah memiliki kapasitas yang lebih luas untuk menambah jumlah ruang kelas yang ada?
ADVERTISEMENT
Sistem moving class di tingkat SD hingga SMA juga seharusnya mulai ditiadakan untuk meminimalisir penyebaran virus dan bahkan harusnya ditiadakan secara permanen karena saya rasa benefit yang didapatkan dari sistem tersebut juga tidak optimal. Contact Tracing menjadi lebih mudah dilakukan untuk mencari dan memantau kasus konfirmasi.
Terlepas ada atau tidaknya pandemi, protokol kesehatan lainnya seperti penerapan jaga jarak, penerapan sistem satu meja satu orang & penerapan etika batuk dan bersin, seharusnya dapat diterapkan secara permanen karena aturan tersebut memang sudah seharusnya ada dan diterapkan.

Jadi, pelaksanaan pembelajaran tatap muka harus memperhatikan esensi dan tujuan dari kegiatan pembelajaran di setiap jenjang. Jika tidak, maka penerapannya hanya akan mengakibatkan hal yang kontraproduktif.