Mahasiswa: Agent of Change, Bystander Effect dan Kebebasan Berpendapat

Inez Kalyana Azmi
Mahasiswi Universitas Negeri Semarang dengan prodi Pendidikan Sejarah
Konten dari Pengguna
11 September 2023 5:26 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Inez Kalyana Azmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Aksi Demonstrasi Mahasiswa Membela Daerah Wadas di Semarang. Sumber : Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Aksi Demonstrasi Mahasiswa Membela Daerah Wadas di Semarang. Sumber : Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mahasiswa memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan dan membangun bangsa Indonesia. Sebagai “maha dari siswa”, mahasiswa sering dianggap sebagai agent of change atau pemrakarsa perubahan dalam masyarakat. Mahasiswa menjadi agent of change perlu mempunyai visi ke depan untuk kehidupan yang lebih baik lagi, tidak hanya untuk dirinya namun juga sekitarnya. Mahasiswa sebagai seseorang yang terdidik dengan berbagai macam disiplin ilmu dapat menjadi kekuatan sosial untuk melakukan perubahan menuju perbaikan dalam bidang sosial, budaya, politik, ataupun agama dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, mahasiswa dapat dikatakan sebagai aset suatu bangsa dan generasi muda yang harus mampu untuk menghadapi segala perubahan dan perkembangan yang terjadi.
Dewasa ini, banyak terjadi fenomena seperti demonstrasi mahasiswa terhadap aparat pemerintah yang menerapkan kebijakan demi kepentingan pemerintahan sendiri, bukan untuk kepentingan masyarakat. Demonstrasi dilakukan oleh mahasiswa sebagai sarana menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemerintah, bukan sebagai wadah anarki yang dialkukan oleh pihak pemerintah kepada mahasiswa. Selanjutnya, terungkap fakta bahwa telah terjadi aksi represif terhadap mahasiswa ketika mereka melakukan demonstrasi menolak Omnibus Law. Dalam kejadian tersebut, saat mahasiswa sedang melakukan orasi tanpa melakukan tindakan apapun dan kemudian secara tiba-tiba mereka disemprot gas air mata oleh pihak kepolisian. Bahkan, tidak sampai disitu, ketika demonstrasi Omnibus Law berlangsung, banyak juga mahasiswa yang ditangkap dan dipukuli. Padahal demonstrasi adalah salah satu cara mahasiswa untuk bebas mengutarakan pendapat mereka ketika upaya diskusi dengan birokrasi atau pemerintah tidak membuahkan hasil positif. Melalui demonstrasi yang tetap memperhatikan batasan-batasan yang bertanggung jawab dalam menyampaikan pendapat, mahasiswa berupaya untuk menjadi Agen Perubahan yang memperjuangkan perubahan demi perbaikan yang beroirentasi pada kesejahteraan masyarakat terkait kebijakan yang diberlakukan pemerintah. Fenomena demonstrasi yang berujung anarki tentu menjadi refleksi bagi mahasiswa untuk tetap membela dan terus berupaya menjadi pelopor dalam memperjuangkan hak-hak rakyat.
ADVERTISEMENT
Mengingat bahwa masa depan suatu bangsa sangat ditentukan oleh generasi muda yang terlatih dan terdidik, mahasiswa diharapkan mampu mengubah pandangan orang terhadap bangsa serta berperan sebagai penopang bagi generasi terdahulu dalam mengembangkan gagasan berilmu dan wawasan yang luas berdasarkan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, peran mahasiswa menjadi sangat penting, di mana mereka diharapkan mampu menginisiasi perubahan dan menjadi jembatan penghubung yang baik antara masyarakat dan pemerintah. Mahasiswa berusaha untuk mewakili aspirasi dan suara rakyat kepada pemerintah melalui penggunaan hak mereka untuk berpendapat, memberikan kritik, saran, dan solusi terhadap masalah yang terjadi di Indonesia.
Demonstrasi Mahasiswa di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah Untuk Membela Daerah Wadas. Sumber: Dokumentasi Pribadi
Demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa terhadap pemerintah merupakan salah satu bentuk penggunaan kebebasan berpendapat, yang perlu didukung agar kepentingan masyarakat umum sebagai warga negara dapat terpenuhi secara maksimal dan tidak disalahgunakan oleh pemerintah. Sebagai negara demokratis, Indonesia memberikan dan melindungi kebebasan serta kemerdekaan yang dimiliki oleh setiap warga negara, termasuk mahasiswa, sebagai fungsi penting dalam konteks demokrasi. Kebebasan menyampaikan pendapat adalah hak yang melekat pada setiap individu, termasuk mahasiswa, yang diakui sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia dan menjadi salah satu ciri negara demokratis. Namun, mengapa masih terjadi tindakan represif terhadap "kebebasan berpendapat" yang dilakukan oleh mahasiswa? Mengapa ada pihak yang melarang atau melakukan tindakan represif terhadap mahasiswa? Apakah ada kesalahan jika mahasiswa menyampaikan pendapat mereka? Mahasiswa hanya ingin menggunakan Hak Asasi Manusia mereka untuk kebaikan dan kemajuan bangsa Indonesia. Melalui kritik terhadap kebijakan pemerintah yang belum tentu menguntungkan warga negara, mahasiswa sebenarnya ingin menegaskan bahwa peraturan haruslah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Undang-Undang Dasar 1945 sendiri telah memberikan amanat dan jaminan konstitusional terhadap kebebasan berpendapat, yang secara eksplisit diatur dalam Pasal 28 UUD 1945, yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya yang ditetapkan oleh Undang-Undang”
Berdasarkan pasal dalam Undang-Undang tersebut, maka jelas bahwa mahasiswa sangat menentang tindakan represif yang dilakukan oleh negara atau pemerintah terhadap kebebasan berpendapat yang mereka lakukan, baik di media sosial maupun di ranah publik. Namun, bagaimana untuk menolak tindakan represif tersebut? Tentu saja, diperlukan kesatuan pikiran dan pendapat antara mahasiswa, di mana mahasiswa perlu saling berkolaborasi untuk bersatu dalam mengemukakan pendapat mereka. Artinya, mahasiswa harus mengatasi Bystander Effect dalam diri mereka sendiri.
Bystander Effect adalah keadaan di mana ketika seseorang membutuhkan pertolongan, namun tidak ada yang mau membantu. Mahasiswa merasa tidak perlu menyuarakan pendapatnya karena sudah diwakili oleh mahasiswa lain. Bystander Effect akan melemahkan akumulasi suara mahasiswa saat berpendapat. Untuk mereduksi adanya Bystander Effect bisa dengan mengadakan dialog publik di kampus, melakukan kajian kritis yang disebarluaskan sehingga hal tersebut dapat menumbuhkan empati mahasiswa pengamat (bystander) yang kemudian diharapkan bisa bersatu mendukung perwakilan mahasiswa lain yang sedang menyuarakan pendapat mereka kepada pemerintah.
ADVERTISEMENT
Perlu dipahami bahwa kewajiban mahasiswa tidak terbatas pada menuntut ilmu dan berfokus pada pencapaian nilai IPK setiap semester. Lebih dari itu, mahasiswa memiliki tanggung jawab moral terhadap masyarakat yang harus diperjuangkan untuk mencapai kesejahteraan yang lebih baik. Dengan memberikan ruang untuk bebas menyampaikan pendapat, mahasiswa berupaya untuk menjadi inisiator perubahan yang berdampak positif bagi masyarakat. Namun, jika terjadi tindakan represif terhadap suara mahasiswa, hal tersebut akan mengakibatkan masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap pemerintahan. Mahasiswa tidak akan dapat menyuarakan pendapat mereka dengan aman dan tenteram. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk memahami peran sebagai "Agent of Change" karena masyarakat membutuhkan pemikiran kritis dan keberanian dari mahasiswa untuk mengungkapkan apa yang perlu diubah dan diperbaiki dari kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah. Dengan menyatukan pemikiran para mahasiswa dan mengatasi Bystander Effect, suara mahasiswa akan memiliki dampak yang positif dan relevan.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, suara mahasiswa bukan untuk dibungkam, melainkan harus diperjuangkan karena mahasiswa merupakan "Agent of Change" yang ingin memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui kebebasan dalam menyampaikan pendapat yang dijamin oleh negara serta menjadi penghubung antara masyarakat dan pemerintah. Seperti pohon kurma yang tegar berdiri meski diterpa badai dan gelombang keras, begitu pula suara mahasiswa yang tidak boleh mudah ditundukkan oleh tindakan represif. Seperti akar yang kokoh menancap dalam tanah, mahasiswa perlu menjaga keberpihakan pada kebenaran dan keadilan, serta memperjuangkan hak-hak masyarakat yang terjepit. Seperti cabang-cabang yang tumbuh subur dan menjulang tinggi, suara mahasiswa harus terdengar, menginspirasi, dan mengajak perubahan positif dalam masyarakat.