Eks Anak Buah SYL soal Tarif Rp 12 M WTP Kementan BPK: Diberi Rp 5 M Nagih Terus

8 Mei 2024 20:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang lanjutan Terdakwa Syahrul Yasin Limpo (SYL) dkk di PN Jakarta Pusat, Rabu (8/5). Foto: Hedi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang lanjutan Terdakwa Syahrul Yasin Limpo (SYL) dkk di PN Jakarta Pusat, Rabu (8/5). Foto: Hedi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sidang kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) menguak adanya informasi baru. Diduga ada dugaan pemberian uang kepada pihak BPK agar memberikan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada Kementan yang dipimpin Syahrul Yasin Limpo (SYL).
ADVERTISEMENT
Hal itu diungkap oleh Hermanto, Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan. Ia dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo dkk, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (8/5).
Dalam keterangannya, Hermanto menyebut ada auditor BPK bernama Victor yang meminta uang sebagai imbal predikat WTP Kementan. Permintaan totalnya Rp 12 miliar untuk predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tahun 2022-2023.
Yang didengar Hermanto, permintaan uang itu dipenuhi. Namun, tidak sepenuhnya Rp 12 miliar.
“Pada saat itu belum ada kejelasan. Akhirnya apakah sepengetahuan saksi dipenuhi semua permintaan Rp 12 M itu atau hanya sebagian atau bagaimana yang saksi tahu?” tanya jaksa.
“Endak, kita tidak penuhi. Yang saya dengar mungkin kalau endak salah sekitar Rp 5 M atau berapa, gitu. Yang saya dengar, ya,” kata Hermanto.
ADVERTISEMENT
“Saksi dengarnya dari siapa?” tanya jaksa.
“Pak Hatta (Muhammad Hatta, Direktur Alsintan Kementan),” kata Hermanto.
“Saksi mendengarnya pada saat diserahkan atau bagaimana pada saat cerita Pak Hatta kepada saksi itu?” tanya jaksa.
“Sudah selesai. Nah, saya endak tahu proses penyerahannya kapan, dari mana uangnya,” ungkap Hermanto.
Karena hanya dipenuhi Rp 5 miliar, auditor BPK tersebut terus menagih. Mengejar-ngejar Kementan.
“Ditagih tidak kekurangannya, kan diminta Rp 12 M tuh?” tanya jaksa.
“Ya, ditagih terus,” kata dia.
“Saksi tahunya ditagih dari siapa?” tanya jaksa.
“Ya dari Victor,” kata Hermanto.
“Masih menghubungi lagi dia?” tanya jaksa.
“Ya, tolong sampaikan, tolong sampaikan, begitu,” kata Hermanto.
Hermanto mengaku masih dihubungi Victor. Meminta agar disampaikan ke pimpinan.
ADVERTISEMENT
“Lah, saksi menjawab apa? Kan, tadi sudah melalui Hatta, tuh, kekurangannya kok ditagih ke saksi?” tanya jaksa.
“Ya, ndak ada saya jawab, ndak ada saya tanggapin,” ungkap Hermanto.
Uang yang digunakan memenuhi permintaan BPK tersebut diperoleh dari vendor yang kerap bekerja sama dengan Kementan.
“Tahunya Pak Hatta, ya, yang mengurus Rp 5 M itu. Pak Hatta itu dapat uangnya sepengetahuan Saksi dari mana dia? Apa minjam, apa uang pribadi, apa bagaimana?” tanya jaksa.
“Dari vendor saya dengar,” kata Hermanto.
“Pak Hatta bagaimana bilangnya, hanya dari vendor begitu?” jaksa memperjelas.
“Dari vendor,” ungkap Hermanto.
Hermanto menjelaskan, bahwa awalnya Victor meminta Rp 10 miliar. Tapi lalu dinaikkan jadi Rp 12 miliar karena dianggap terlalu sedikit.
ADVERTISEMENT
“Apa yang disampaikan si Victor tadi mengenai (permintaan) Rp 10 jadi Rp 12, alasannya apa?” tanya jaksa.
“Karena terlalu kecil Rp 10 miliar,” kata Hermanto.
“Terlalu kecil 10, untuk Kementan terlalu kecil naik 2 miliar jadi 12?” jaksa mempertegas.
“Iya,” kata Hermanto.
Belum ada pernyataan dari pihak BPK maupun Victor terkait dugaan permintaan uang tersebut.