kumplus- LIPSUS Eks KPK di Polri

Gejolak Batin Eks Pegawai KPK Sebelum Berlabuh ke Polri (1)

17 Januari 2022 9:47 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
30 September 2021 menjadi hari yang sangat emosional bagi Aulia Postiera, eks penyelidik KPK. Hari itu ia harus angkat kaki dari KPK, kantornya selama 14 tahun terakhir, setelah dipecat karena tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan.
ADVERTISEMENT
Gara-gara gagal lolos TWK, Aulia dan 56 karyawan KPK lain dicap bermasalah, radikal, dan anti-Pancasila. Pokoknya, berdasarkan hasil tes itu, mereka dianggap tak bisa lagi dibina soal kebangsaan—sudah merah.
Pun begitu, ratusan orang menanti mereka di luar Gedung KPK. Mereka tetap percaya pada Aulia dan 56 rekannya. Rasa haru menyeruak melihat masyarakat menyambut dan mengiringi langkah para mantan pegawai KPK itu, termasuk Novel Baswedan dan Giri Suprapdiono yang merupakan senior Aulia.
Melangkah menjauh dari gedung KPK, Aulia melihat sang istri menjemputnya. Tangisnya tak terbendung. Aulia kecewa dan marah karena segala perjuangan dia dan kawan-kawannya dalam memberantas korupsi harus berakhir.
“Saya bilang [ke istri], ‘Ngapain kamu ke sini?’ Dia jawab, ‘Ayo pulang, saya ambil kamu lagi dari KPK,’” cerita Aulia saat berbincang dengan kumparan di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Kamis (13/1).
ADVERTISEMENT
Aulia berkata, “Tanggal 30 itu, saya anggap pemberantasan korupsi sudah habis. Saya sudah finis. Saya simpan dendam saya, tatap masa depan.”
Aulia perwakilan wadah pegawai KPK Foto: Wahyuni Sahara/kumparan
Namun sampai beberapa hari setelahnya, Aulia masih tetap tak bisa memaafkan para pimpinan KPK dan perancang TWK. Pun begitu, ia menolak tenggelam dalam kemurungan. Eks Sekjen Wadah Pegawai KPK ini mencari kesibukan dengan menyalurkan hobinya, mulai melukis sampai mengurus ternaknya, burung dan ayam.
Tak lama kemudian, pikiran Aulia sudah kembali sibuk. Perhatiannya tersita pada tawaran Kapolri Jenderal Listyo Sigit. 28 September, di sela pembukaan PON Papua, Listyo menawari 57 eks pegawai KPK untuk menjadi ASN Polri.
“Kami [Polri] berkirim surat kepada Bapak Presiden, memohon agar 57 orang yang melaksanakan tes TWK yang tidak lulus dan tidak dilantik sebagai ASN KPK untuk bisa kami tarik dan kami rekrut menjadi ASN Polri," kata Kapolri.
ADVERTISEMENT
Para mantan pegawai KPK rencananya akan masuk dalam Satuan Tugas Khusus Pencegahan Korupsi Polri. Satgassus ini bakal berada langsung di bawah Kapolri.
Sejumlah mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai dilantik di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Kamis (9/12/2021). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Aulia bimbang. Ia mendiskusikan tawaran ini dengan istrinya yang ternyata menolak. Sang istri khawatir Aulia hanya keluar kandang macan untuk masuk ke kandang buaya. Dengan masuk Polri, nasibnya bisa jadi lebih buruk dibanding saat di KPK. Aulia juga membahas keraguannya dengan senior sekaligus sahabatnya, Novel Baswedan, yang sama-sama masih bimbang.
“Ini bukan habitat kami kan, takut juga,” kata Aulia.
Keraguan ini bertahan sampai dua pekan. “Saya dan Bang Novel diskusi panjang. Dari hari ke hari berubah. Terus berdebat, jadi, berubah lagi, ngobrol lagi,” kenang Aulia.
Sungguh tak mudah bagi Aulia untuk mengambil keputusan. Terkadang, Novel meneleponnya selepas salat Subuh dan mengatakan bahwa mereka harus menerima tawaran tersebut. Namun di malam hari, mereka bicara beda lagi.
ADVERTISEMENT
Keputusan Novel tak pelak berpengaruh pada Aulia. Bagi Aulia, Novel lebih dari seorang senior dan sahabat seperjuangan.
Di luar maju mundur diskusi mereka, keraguan Aulia muncul karena ia juga mendapat banyak tawaran kerja dengan gaji menggiurkan di perusahaan nasional hingga multinasional. Ia juga menimbang melanjutkan sekolah untuk meraih gelar doktor di luar negeri. Dua opsi itu jauh lebih kecil risikonya ketimbang bergabung ke Polri.
Sepekan sebelum keputusan diambil, Aulia salat tahajud bersama orang tua, istri, dan anaknya setiap malam. Sampai akhirnya ia bulat memutuskan menjadi ASN Polri.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan selamat kepada Novel Baswedan usai dilantik sebagai ASN Polri di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (9/12/2021). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
“Bang Novel menguatkan saya juga—‘Kita ambil ya, Ul'. ‘Oke, Bang, bismillah.’ Selama kami bersama dalam konteks pemberantasan korupsi, apa alasan saya untuk menolak. Kalau soal gaji belakangan,” kata Aulia.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa alasan yang membuat Aulia akhirnya yakin. Pertama, tawaran disampaikan langsung oleh Kapolri. Kedua, tawaran diberikan atas perintah Presiden Jokowi. Artinya, ada jaminan bagi mereka dari Presiden dan Kapolri untuk melakukan kerja pencegahan korupsi melalui Polri.
Ketiga, Aulia tak ingin kompetensi dan pengalamannya dalam pemberantasan korupsi tak digunakan lalu hilang begitu saja. Dalam hal ini, berkarier selama 7 tahun di unit pencegahan dan 7 tahun di penindakan KPK, Aulia merasa punya segudang amunisi yang bisa digunakan di Polri.
“Selain itu, Polri lebih powerful daripada KPK. Karena Polri pegang tindak pidana, bisa jadi rekomendasi kami ditindaklanjuti lebih luas,” ujar Aulia.
Keempat, rekan seperjuangannya juga bergabung di Polri. Ini adalah faktor penguat yang membulatkan hati Aulia. Terakhir, ia tak mau anak-anaknya mendapat stigma sebagai keluarga anti-Pancasila gara-gara ia gagal lolos TWK, dan bergabung dengan Polri adalah jalan untuk menghapus cap itu.
ADVERTISEMENT
“Ini tanggung jawab saya. Dengan ini (menjadi ASN Polri) kan sudah selesai urusan stigma itu. Sudah jadi ASN kok. Tuduhan itu bahaya. Saya tidak bisa tidur ketika baca SK Itu,” kata Aulia.
Mantan penyidik KPK Novel Baswedan usai mengikuti Sosialisasi Pengangkatan, Orientasi dan Pelatihan PNS Tahun 2021 di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta, Senin (6/12/2021). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Seperti Aulia, Novel Baswedan tak langsung mengiyakan tawaran Kapolri. Setelah tawaran pertama kali datang pada 28 September 2021, Novel lebih dulu memperjelas konsep penawarannya. Apalagi Satgassus Pencegahan Korupsi baru kali pertama dibentuk di Polri. Novel yakin pasti tak mudah bagi Kapolri untuk membuat Satgassus baru berisi eks pegawai yang sengaja disingkirkan dari KPK.
“Setelah Kapolri ngomong [pertama kali], prosesnya lama. Kapolri ngomong September, Desember baru berjalan. Untuk siap sampai proses itu, butuh jelas dulu. Dan untuk proses itu Kapolri pasti izin ke Presiden,” kata Novel kepada kumparan, Selasa (11/1).
ADVERTISEMENT
Ia akhirnya menerima tawaran itu setelah melihat komitmen Listyo Sigit soal pencegahan korupsi di sederet sektor krusial, misalnya dana Pemulihan Ekonomi Nasional, bantuan sosial, dana COVID-19, dan beberapa proyek strategis lain.
Selain itu, Novel memandang ASN Polri sebagai jalan untuk bisa kembali ke KPK, sebab ASN memungkinkan untuk ikut proses rotasi. Dan yang tak kalah penting, menjadi ASN merupakan penegasan bahwa negara mematahkan tudingan bahwa ia dan kawan-kawannya radikal dan anti-Pancasila. Kalau tidak, tak mungkin mereka direkrut menjadi aparatur sipil negara.
- Novel Baswedan
Di antara para eks pegawai KPK yang bergabung di Polri, mestinya Novel adalah yang paling resisten, sebab ia dulu anggota Polri yang punya sejarah pahit di lembaga itu.
ADVERTISEMENT
Sebelum di KPK, Novel merupakan personel Polri. Pria kelahiran 22 Juni 1977 itu masuk Polri pada 1999. Baru pada Januari 2007 ia masuk KPK ketika ditugaskan Polri. Sejak saat itu, di KPK Novel mengungkap berbagai kasus besar, termasuk saat menyelidiki kasus korupsi pengadaan simulator SIM yang melibatkan sederet petinggi Polri, termasuk Irjen Djoko Susilo, dan kasus rekening gendut yang diduga melibatkan Budi Gunawan.
Hal itu kemudian membuat Novel dianggap sebagai ancaman dan musuh oleh Polri, institusi asalnya. Novel akhirnya memutuskan untuk mundur dari Polri dan menjadi penyidik tetap KPK setelah Mabes Polri menarik seluruh penyidiknya dari KPK pada 2014.
Tiga tahun setelah keluar dari Polri, Novel disiram air keras usai salat Subuh di masjid dekat rumahnya di Kelapa Gading. Belakangan, dua orang pelaku penyiraman diketahui adalah anggota Polri aktif berpangkat brigadir. Gara-gara mereka, mata kiri Novel kini cacat permanen.
ADVERTISEMENT
Dan setelah sederet peristiwa getir itu, Novel kini menerima tawaran menjadi ASN Polri. Artinya: ia kembali ke Polri yang pernah memusuhinya, dengan mengesampingkan segala sakit hatinya di masa lalu.
Infografis Lipsus Menunggu Aksi Eks KPK di Polri. Foto: kumparan
Bagi Novel, bergabung lagi dengan Polri adalah bentuk perlawanan sekaligus perpanjangan kontribusinya dalam pencegahan korupsi.
“Ketika saya memilih ini, menunjukkan saya sungguh-sungguh mau melawan orang yang berbuat jahat; melawan dengan bersikap,” ucap Novel.
Ia pun sekarang saban hari berkantor di Gedung Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, dari pukul 08.00 sampai 17.00 WIB seperti ASN Polri pada umumnya.
“Tidak ada beban [bekerja lagi di Polri]. Justru yang mendapat beban orang-orang yang mungkin membuat rekayasa, manipulasi. Kalau tidak jujur, dia akan bingung. Saya santai saja,” kata Novel.
Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK (non aktif) Giri Suprapdiono saat menghadiri debat soal polemik Tes Wawancara Kebangsaan (TWK) pegawai KPK di gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Jumat (4/6). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Eks Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, Giri Suprapdiono, menjadi salah satu mantan pegawai KPK yang paling akhir menerima tawaran Kapolri. Ia sempat ragu karena mendapat banyak tawaran di luar Polri.
ADVERTISEMENT
“Saya sudah lama di KPK, 16 tahun. Di dunia kerja sudah 25 tahun. Jejaring punya, opportunity ada, yang membuat saya tidak mudah memutuskan,” kata Giri pada kumparan, Kamis (13/1).
Ia mendapat tawaran dari berbagai sektor dengan gaji yang pasti lebih besar daripada menjadi ASN Polri; mulai ajakan politik, organisasi masyarakat sipil, lembaga internasional, perusahaan multinasional, hingga konglomerasi.
Ada pula keraguan dalam diri Giri, apakah budaya egaliter serta nilai yang dianut di KPK bisa dibawa ke Polri. Apalagi Polri beroperasi dengan sistem komando.
Giri berupaya menentukan pilihan dengan berbagai cara—berdiskusi dengan rekan sejawatnya, berkeliling, berkonsultasi dengan berbagai tokoh mulai dari politisi, aktivis, sampai mereka yang bergerak di sektor swasta.
Ia pun salat istikharah untuk mendapat petunjuk. Seperti Aulia, pilihan Giri sempat berubah-ubah. Hari ini menerima, besok menolak. Sampai akhirnya 6 Desember 2021 atau tiga hari sebelum pelantikan ASN, pilihannya mengerucut pada opsi bergabung dengan Polri.
ADVERTISEMENT
“Setelah istikharah, kemudian mengerucut saya harus menjalani [pekerjaan sebagai ASN Polri] ini. Ada beberapa hal yang sifatnya spiritual. Intinya ini sesuatu yang jelas manfaatnya. Kalau yang jelas duitnya tidak akan milih di sini,” kata Giri.
Keputusan bergabung dengan Polri kemudian disampaikan Giri melalui postingan di akun Twitter-nya. Ia mengunggah sebuah foto tengah menandatangani sebuah dokumen dengan caption: Yes, I do.
ADVERTISEMENT
Sosok Kapolri Listyo Sigit juga menjadi alasan yang memantapkan Giri untuk bergabung dengan Polri. Ia menilai Listyo Sigit serius dalam mengakomodasi harapan eks pegawai KPK yang masih semangat berjuang memberantas korupsi. Giri juga melihat Listyo Sigit banyak membawa kemajuan di Polri dengan pendekatan berbeda dari Kapolri-Kapolri sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Sama seperti Novel, bagi Giri menjadi ASN Polri seakan menambah napas untuk kembali ke KPK, meski belum ada kepastian kapan mereka bisa kembali ke KPK.
Giri menekankan, ia dan rekan-rekannya tetaplah orang bebas. Mereka akan bertahan di Polri selama bisa menjalankan misi pemberantasan korupsi. Jika yang terjadi sebaliknya, “Ngapain lagi kami di sana.”
Mantan pegawai KPK di sela-sela acara pelantikan ASN Polri di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (9/12/2021). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Setelah bergabung dengan Polri, Giri merasa ada batas yang mereka rubuhkan. Jika selama ini KPK dan Polri dikenal kerap berseberangan, bergabungnya mereka ke markas Polri justru memberi ruang untuk berbagai pelurusan.
“Kan selama ini Cicak Buaya gitu. Justru ini menjadi sarana untuk silaturahmi. Selama ini mereka-mereka berprasangka buruk. Misal Novel dipandang sebagai musuh lembaga, itu persepsi yang salah,” ucap Giri.
ADVERTISEMENT
Silaturahmi sudah terjadi dua pekan terakhir sejak ia dan rekan-rekan eks KPK mulai berkantor di Bareskrim Polri. Interaksi, misalnya, terjadi saat salat berjemaah di masjid Mabes Polri.
“Saya merasakan bahwa ada suatu proses silaturahmi, pembelajaran. Kami saling mengenal,” ujar Giri.
Penyidik KPK, Harun Al Rasyid. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Berbeda dengan sebagian rekannya, eks penyelidik KPK Harun Al Rasyid justru langsung mengiyakan tawaran Kapolri. Tak ada pergulatan batin dalam dirinya. Ini karena ia sudah bercita-cita menjadi polisi sejak SMA. Dulu, Harun pernah mendaftar jadi polisi, tapi belum berjodoh. Ia juga pernah berupaya jadi jaksa, tapi gagal.
”SMA bercita-cita jadi polisi, kok sekarang ya dikasih cara yang mudah oleh Tuhan. Sekarang kok Kapolri sendiri yang tawarin,” kata Harun pada kumparan, Jumat (14/1).
ADVERTISEMENT
Faktor Listyo Sigit sebagai Kapolri juga menjadi alasan Harun tak ragu sedikit pun. Harun sudah lama kenal Listyo, bahkan ketika sang jenderal masih menjadi ajudan Presiden Jokowi. Keduanya sering berdiskusi. Harun meyakini Listyo Sigit adalah sosok yang bersih.
Maka ketika tawaran bergabung menjadi ASN Polri meluncur dari mulut Listyo Sigit, Harun tak pusing-pusing menimbangnya. “Mungkin bagi orang lain masih setengah percaya. Tapi saya sudah bersama-sama beliau, tidak saat ini saja, sudah intensif.”
Mengabdi lewat instansi pemerintah, dalam hal ini Polri, diyakini Harun bisa memberi dampak lebih besar, khususnya dalam upaya pemberantasan korupsi.
Terlepas dari status barunya sebagai ASN Polri, Harun yang dijuluki Raja OTT KPK kini tengah mengikuti seleksi calon Hakim Agung. Ia sudah mengantongi izin dari Kapolri, telah lolos seleksi administrasi calon Hakim Agung untuk Kamar Pidana, dan akan menjalani sederet seleksi serta fit and proper test di DPR.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan berikutnya: adakah kekhawatiran bahwa Polri bakal berubah angin setelah para eks pegawai KPK bergabung di dalamnya?
“Yang terpenting bagi kami sekarang masuk, berbuat. Mudah-mudahan presiden maupun kapolri yang akan datang adalah orang yang punya keinginan sama—untuk memberantas korupsi,” kata Harun.
Sejauh ini, ujarnya, “Kami masih melihat Presiden positif, Kapolri positif.”
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten