Desa Pengasinan "Desa Dibalik Hamparan Ladang Singkong"

Hartono
Mahasiswa - Sastra Indonesia - Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
6 Juli 2023 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hartono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kantor Desa Pengasinan. Foto : Blog Desa Pengasinan
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Desa Pengasinan. Foto : Blog Desa Pengasinan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Desa Pengasinan merupakan desa yang terletak di kecamatan Gunung Sindur, kabupaten Bogor, provinsi Jawa Barat lebih tepatnya berada diperbatasan antara Tangerang Selatan dan Kabupaten Bogor. Desa Pengasinan merupakan bentuk evolusi dari yang sebelumnya bernama Batu Gede. Dinamakan Batu Gede yang sebelumnya kini berganti menjadi Pengasinan, konon di desa tersebut memang terdapat batu besar yang berada di tengah-tengah sawah pertanian padi masyarakat setempat. Di tempat tersebut terdapat mata air yang debit airnya cukup tinggi, yang dapat mengairi sawah-sawah pertanian dan perikanan masyarakat yang ada disekitar tempat tersebut. Maharani & Nugrahani (2019:2) Penamaan suatu tempat dapat mengandung representasi ciri-ciri fisik suatu daerah, sebagai sarana mengenang tokoh-tokoh tertentu, mengandung harapan, ataupun sebagai pengingat kejadian yang berhubungan dengan kesejarahan wilayah tersebut. Hal ini berhubungan dengan toponomi biasanya penamaan pada tempat-tempat berasal dari beberapa hal yaitu: alam, fauna/hewan, tumbuhan, dan lingkungan sosial. Toponomi atau penamaan suatu tempat terutama desa Pengasinan besar kemungkinan memiliki makna dibalik penamaannya.
Pebuatan Makanan 'Genjle' Oleh Nenek Liah. Sumber Foto : Hartono
Terlepas dari hal di atas, membuktikan benar bahwa penamaan desa Pengasinan mengandung representasi sebuah toponimi “Iya ada batu gede, tapi sawah yang di sana” kata Liah salah satu orang yang saya wawancarai. Konon, penamaan desa pengasinan yang telah berganti dari sebelumnya bernama batu gede, hal itu dikarenakan di batu tersebut terdapat mata air yang debit airnya cukup tinggi, yang dapat mengairi persawahan pertanian dan perikanan masyarakat penduduk yang ada disekitar tempat tersebut.
ADVERTISEMENT
Mengetahui tempat tersebut terdapat mata air dan satu buah aliran sungai, serta banyaknya selokan di sawah pertanian padi masyarakat, hal itu menjadikan aliran air tersebut sangat bermanfaat bagi masyarakat atau terutama yang memiliki lahan persawahan dan kolam perikanan.
Akan tetapi, mata air yang terletak di batu tersebut airnya terasa asin, sehingga hanya dapat dimanfaatkan untuk lahan peratanian saja dan tidak dimanfaatkan oleh penduduk setempat sebagai untuk dikonsumsi. Namun untuk keperluan lain seperti mandi, dan mencuci hal itu masih bisa digunakan. (Desa Pengasinan, 2019) Mata air yang terletak di daerah tersebut (Batu Gede) airnya berasa asin sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk minum, tetapi masih bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti Mandi, Cuci, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, pemaparan di atas mengenai penamaan desa Pengasinan terdapat beberapa toponimi yang terbagi menjadi toponimi Batu Gede dan Toponimi Pengasinan. Adapun toponimi Batu Gede, yaitu ditemukan sebuah batu besar yang terdapat di lahan sawah pertanian padi masyarakat setempat. Sedangkan toponimi Pengasinan, yaitu dikarenakan dari sebuah mata air yang ditemukan dan air tersebut terasa asin.
Sehingga, bersamaan dengan pemaparan di atas, dengan terdapatnya mata air yang terasa asin kemudian para orang tua (tokoh) terdahulu memberi nama tempat tersebut dengan nama Pengasinan. Melihat kata ‘pengasinan’ sendiri dalam kamus besar bahasa Indonesia (kbbi.web.id, 2013), peng.a.sin.an [n], (1) tempat mengasini (mengasinkan), (2) proses, cara, perbuatan mengasini (mengasink-an). Oleh karena itu, jadi sebab nama desa tersebut berasal dari keadaan alamnya. Yang kemudian digunakan sebagai nama, dan nama tersebut dipakai untuk nama tempat, maka terbentuklah satu desa yang digunakan untuk nama, yaitu desa Pengasinan.
ADVERTISEMENT
Dalam terbentuknya desa Pengasinan, bersamaan dengan seiringnya waktu, maka terciptalah suatu kebudayaan di desa pengasinan, kebudayaan masyarakat yang ada sejak zaman dahulu dari orang tua (tokoh) terdahulu di antaranya: tradisi bebarit (sedakah bumi), taradisi junjungan masyarakat (hajatan). Sehingga, tradisi tersebut masih dipakaikan hingga kini.
Bebarit (sedekah bumi) biasanya dilakukan masyarakat setelah terjadinya bencana gempa bumi yang berturut-turut, dan bebarit dilakukan sebagai meminta perlindungan kepada sang Maha pencipta. “Kalau habis ada lindu (gempa bumi), entah (untuk mengetahui) masih ada atau enggak”. Ungkap Lansiah ketika ditanyai tujuan dari tradisi bebarit. Juga, biasanya bebarit dilakukan dihari jumat, setelah selesai shalat jumat. Hal itu karena bebarit ini dilakukan atau diisi oleh kaum pria, maka waktu yang tepat adalah setelah shalat jumat, waktu yang tepat untuk mengumpulkan masa (warga masyarakat), juga pada waktu itu para pria masih berkumpul atas menjalankan kewajibannya (shalat jumat).
ADVERTISEMENT
Tradisi junjungan merupakan tardisi yang dilakukan oleh masyarakat atau hanya saudara sekandung, atau setetangga ketika ada acara hajatan (pernikahan / khitanan). Biasanya masyarakat melakukan junjungan mendatangi rumah yang sedang melaksanakan hajatan. Junjungan ini merupakan nilai dari kerukunan dan nilai saling bergotong-royong, di antaranya terlihat pada perangkat yang dibawakan oleh penjunjung seperti beras, telur dan bahan-bahan sembako lainnya.
Dalam pembahasan mengenai desa Pengasinan, yang lebih menarik perhatian lagi, ialah desa Pengasinan yang merupakan wilayah yang termasuk dalam Kabupaten Bogor Utara, tetapi mayoritas penduduk desa Pengasinan cenderung lebih menggunakan bahasa betawi dari pada menggunakan bahasa sunda yang merupakan bahasa dari mayoritas penduduk Jawa Barat. Mengetahui hal tersebut, dalam jurnal Wilayah Kecamatan Gunung Sindur hasil penelitian mengatakan bahwa Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor merupakan tempat di mana budaya Betawi dan Tionghoa berbaur Ariani (2021:73). Dengan kata lain, masyarakat yang tinggal di desa Pengasinan merupakan campuran dari ras dan suku yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Bersamaan dengan penelitian Ariani (2021), hal ini diperkuat, juga oleh karena desa Pengasinan ini berbatasan langsung dengan Tangerang Selatan. Maka, tidaklah mengeherankan jika mayoritas penduduk desa pengasinan lebih fasih dalam bertutur dengan menggunakan bahasa betawi dan budaya betawi seperti palang pintu pesta pernikahan, ondel-ondel, lenong, dan lain-lain.
'Genjle' Terbuat dari Potongan Rebusan Singkong dan Taburan Kelapa Parut. Sumber Foto : Hartono
Makanan tradisional yang ada di Desa Pengasinan yaitu bahannya dari ubi singkong karena di desa Pengasinan sendiri masih terdapat kebun singkong yang tumbuh menghiasi kiri kanan jalan utama Desa Pengasinan. Singkong tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat menjadi keripik singkong, opak, getuk, genjle, gatet, tape, dan juga diolah menjadi kolak ubi yang pada saat bulan ramadhan menjadi hidangan takjil saat berbuka puasa.