Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Sejarah Tradisi Dugderan di Semarang yang Sudah Berlangsung Sejak Lama
6 Mei 2024 21:25 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tradisi dugderan di Semarang dilakukan sebagai bentuk sukacita atas kedatangan bulan suci Ramadan. Tradisi ini dilakukan dengan memukul bedug juga menyalakan mercon dan kembang api.
ADVERTISEMENT
Terdengar begitu menarik bukan? Maka dari itu, simak pembahasan lengkapnya melalui artikel tentang tradisi dugderan di Semarang berikut ini.
Sejarah Tradisi Dugderan di Semarang
Melalui buku 70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia karya Fitri Haryani, tradisi dugderan adalah salah satu cara mencurahkan rasa rindu masyarakat pada bulan Ramadan .
Dugderan juga merupakan tradisi menyambut datangnya bulan suci yang dilakukan 1-2 minggu sebelum Ramadan yang diakhiri sehari sebelum bulan puasa.
Tradisi ini pertama kali dilakukan oleh Bupati Semarang, yaitu Mas Tumenggung Aryo Purboningrat, yang awalnya bertujuan untuk menengahi perbedaan penentuan awal puasa.
Tradisi ini mulai diadakan sejak tahun 1881. Kata dugderan sendiri berasal dari perpaduan bunyi bedug dan meriam bambu yang identik dengan bunyi-bunyian di saat Ramadan.
ADVERTISEMENT
Kata dugderan sendiri juga menggambarkan suara pukulan bedug dan letusan petasan yang berasal dari kata dug dug dan der der, sehingga membentuk kata dugderan.
Tradisi dugderan diadakan sejak pagi hingga menjelang senja. Di hari yang sama juga diadakan festival warak dan jipin blantenan. Perayaan ini juga diawali dengan pemukulan bedug dan ditutup dengan letusan mercon juga kembang api.
Bedug yang merupakan tanda masuknya bulan puasa dipukul sebanyak 17 kali. Kemudian, diiringi suara dentuman meriam sebanyak tujuh kali. Diakhiri dengan letusan mercon juga kembang api sebagai tanda kebahagiaan.
Tradisi ini dilakukan dengan berpindah tempat, contohnya di Masjid Agung Semarang, Simpang Lima, Pasar Johar, Balai Kota, dan sebagainya.
Tradisi dugderan dimulai dengan masyarakat yang menyelenggarakan pasar kaget, yakni pasar rakyat yang dilanjut dengan karnaval, seperti acara warak ngendok yang diikuti arakan mobil.
ADVERTISEMENT
Warak ngendok merupakan makhluk imajiner yang merupakan maskot Semarang, biasanya merupakan arakan binatang jadi-jadian yang bertubuh kambing, berkepala naga, memiliki sisik emas yang terbuat dari kertas warna-warni.
Demikian adalah sejarah tradisi dugderan di Semarang yang dilakukan setiap tahun sebelum bulan puasa. (SP)