Manusia selalu direpoti dengan persoalan eksistensi: ke-aku-an, ego, identitas, aktualisasi. Ada naluri primitif yang sangat kuat untuk selalu mempertontonkan eksistensi (atau karena mempertontonkan “sesuatu” maka eksistensi muncul) agar dikenal-kenang orang lain.
Namun kita tahu, mempertontonkan eksistensi itu dipenuhi dengan caveat—peringatan akan jebakan—untuk berlebihan: dari yang menganggap diri lebih penting (hebat) dari liyan hingga menganggap diri pusat dunia; dari berlebihan menilai diri sendiri hingga menjadi megalomania.
Berlebihan—apalagi ekstrem—memang memuakkan, tetapi terkadang ia bisa menghasilkan Piramida Giza, Borobudur, Tembok Cina, dan Taj Mahal untuk menyebut beberapa. Walau ia juga menghasilkan tragedi mengerikan seperti Perang Dunia I dan II.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814