Memahami Hukum Rukhsah dalam Islam

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
30 April 2024 11:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Alquran. Foto: Unsplash.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Alquran. Foto: Unsplash.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hukum rukhsah merupakan salah satu wujud dari kasih sayang Allah SWT kepada umat Muslim. Rukhsah mempunyai arti kemudahan atau keringanan.
ADVERTISEMENT
Secara harfiah, rukhsah berasal dari kata kerja bentuk lampau “rakhasa” yang artinya "telah menurunkan" atau "telah mengurangkan". Dalam konteks ibadah, rukhsah adalah keringanan atau kemudahan dalam menjalankan perintah Allah SWT.
Keringanan tersebut dapat berupa mempersingkat jumlah rakaat sholat hingga meninggalkan ibadah dengan alasan yang diterima syariat. Untuk mengetahui lebih jauh tentang hukum rukhsah, simak informasi lengkapnya dalam ulasan berikut!

Apa Itu Hukum Rukhsah?

Ilustrasi Alquran. Pexel.
Sebagaimana diketahui, Islam merupakan ajaran rahmatan lil alamin yang membawa berkah bagi semesta alam. Hal ini diwujudkan dengan adanya kemudahan bagi pemeluknya dalam menjalankan syariat agama.
Kemudahan dalam beribadah telah dijelaskan di Alquran, tepatnya pada Surat Al Baqarah ayat 185. Allah SWT berfirman, “... Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.”
ADVERTISEMENT
Dalil kemudahan dalam beribadah juga tercatat dalam hadits riwayat Imam Bukhari. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya agama itu mudah. Tidaklah seseorang mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agama melainkan ia akan dikalahkan. Oleh karena itu, luruskanlah, dekatilah, bergembiralah (dengan pahala Allah) dan mintalah pertolongan Allah di waktu pagi, petang dan sebagian malam.”
Kemudahan dalam menjalankan syariat agama disebut juga dengan istilah rukhsah. Dikutip dari buku Menapak Sejuta Impian oleh Intan NFS, rukhsah adalah perubahan hukum dari perkara yang sukar menjadi mudah karena adanya uzur.
Dengan kata lain, hukum rukhsah adalah hukum yang memperbolehkan sesuatu yang sebelumnya dilarang dengan disertai adanya dalil larangan tersebut.

Jenis Hukum Rukhsah

Ilustrasi Alquran. Foto: Unsplash.
Dikutip dari buku Formulasi Metode Tafsir Ahkam (Studi Kasus tentang Perubahan Hukum di Masa Pandemi) oleh dr H Fahmi Ahmad Jawwas, para ulama syafi'iyah membagi rukhsah ke dalam empat jenis berdasarkan tingkatan hukumnya. Berikut jenis-jenis hukum rukhsah beserta contohnya.
ADVERTISEMENT

1. Hukum Rukhsah Wajib

Hukum rukhsah wajib merupakan keringanan yang mesti diambil atau dikerjakan umat Muslim untuk menjaga kelangsungan hidup. Misalnya, memakan daging babi dalam kondisi darurat karena tidak ada makanan lain. Ketentuan ini sebagaimana dijelaskan Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 195.
Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang berbuat baik.”

2. Hukum Rukhsah Mandub

Hukum rukhsah mandub adalah keringanan yang dianjurkan untuk diambil umat Muslim. Contohnya, mengqasar atau meringkas shalat bagi musafir saat menempuh perjalanan jauh. Tentunya, rukhsah dilakukan dengan mengikuti tata cara dan ketentuan yang telah ditetapkan.

3. Hukum Rukhsah Mubah

Hukum rukhsah yang ketiga adalah mubah atau dibolehkan. Biasanya keringanan ini digunakan dalam jual beli. Contohnya jual beli kurma muda dengan kurma matang. Meski nilai barang yang ditukar tidak sama, jual beli ini diperbolehkan karena adanya kebutuhan.
ADVERTISEMENT

4 Hukum Rukhsah Khilafal Aula

Hukum rukhsah yang keempat adalah khilafal aula. Rukhsah jenis ini memberikan keringanan karena tidak mengikuti aturan ibadah yang telah ditetapkan syariat.
Contohnya menjamak sholat saat tidak bepergian tidak diperbolehkan. Namun, jika dilakukan oleh orang yang sakit parah, maka hukumnya menjadi boleh.
(GLW)