Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Jauh Dimata, Pelajar Indonesia Luar Negeri Butuh Perlindungan Pemerintah
25 Agustus 2022 15:03 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari PPI Dunia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Melanjutkan pendidikan di luar negeri tentunya merupakan impian besar bagi banyak kalangan di tanah air. Selain beasiswa dari pemerintah, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) telah mendata sekitar 243 beasiswa yang ada di 51 negara asing. Dengan banyaknya pilihan beasiswa ini, tentunya kesempatan anak bangsa untuk menimba ilmu sambil menikmati suasana kehidupan di negara lain akan semakin terbuka lebar [1] .
Bagi anak bangsa yang saat ini berkesempatan untuk melanjutkan kuliah di luar negeri, ternyata kehidupan sehari-hari di negara asing tak selalu seindah ekspektasi. Banyak sekali permasalahan yang dihadapi oleh pelajar Indonesia di luar negeri, baik yang berasal dari internal maupun eksternal. Mulai dari faktor perbedaan budaya dan bahasa hingga adanya ketegangan politik yang terjadi di negara setempat, proses adaptasi di lingkungan baru tidak selalu semudah yang diharapkan. Nyatanya, pelajar Indonesia yang selakunya adalah warga asing sangat rentan menjadi target aksi kriminal.
ADVERTISEMENT
Permasalahan pelajar di luar negeri: dari penipuan oleh agen hingga konflik di negara studi
PPI Dunia telah mengkaji permasalahan yang dihadapi oleh pelajar Indonesia di berbagai negara, baik di kawasan Asia-Oseania, Timur Tengah-Afrika, hingga Amerika-Eropa [2] . Berdasarkan hasil diskusi bersama perwakilan-perwakilan pelajar Indonesia di seluruh dunia, penipuan oleh agen pendidikan adalah contoh kasus yang banyak dialami oleh pelajar di beberapa negara. Misalnya, Tim Satgas Penipuan Agen dan Kerja Paksa PPI Kawasan Asia dan Oseania periode 2019/2020 mendata adanya sekitar 5.000 pelajar Indonesia di kawasan tersebut yang menjadi korban penipuan oleh agen pendidikan sejak tiga tahun terakhir [3] . Beberapa korban dijanjikan untuk mendapatkan beasiswa kuliah, namun nyatanya justru dipekerjakan di pabrik selama hari kerja dan gajinya digunakan untuk membiayai kuliah yang dilaksanakan setiap akhir pekan.
ADVERTISEMENT
Kasus pelajar yang menjadi korban tindak kriminal warga lokal juga sering ditemukan. Misalnya di Mesir, dengan jumlah pelajar yang sangat banyak, terkadang perwakilan pemerintah Indonesia di negara setempat belum tentu bisa secara optimal memberikan pelayanan perlindungan. Berdasarkan data yang dihimpun oleh komunitas Indonesia di negara tersebut, pada tahun 2021 saja ditemukan adanya sekitar 69 kasus penipuan dan perampokan, 42 kasus pelecehan seksual, dan berbagai jenis kasus lain yang menimpa pelajar Indonesia di Mesir [4] . Pada tahun 2020 silam, bahkan dilaporkan adanya mahasiswi Indonesia yang sampai rela melukai dirinya dengan pisau agar terhindar dari tindak pemerkosaan oleh warga lokal [5] .
Ketidakstabilan kondisi sosial politik negara setempat juga merupakan sumber ancaman yang sangat fatal. Bahkan beberapa waktu silam, pelajar Indonesia di Sudan sampai mengirimkan proposal kepada pemerintah daerah asalnya masing-masing untuk mengajukan permohonan bantuan finansial selama terjadinya krisis politik dan kesehatan di negara tersebut [6] . Contoh lain, perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina saat ini juga cukup banyak mempengaruhi berbagai macam aspek kehidupan mahasiswa Indonesia di Rusia, baik dari segi finansial maupun kesehatan mental [7] .
ADVERTISEMENT
Sebagai aset bangsa, tentunya pelajar Indonesia, baik yang berada di dalam maupun luar negeri, memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan. Lebih lanjut, UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri memberikan perintah jelas tentang peran perwakilan Indonesia di luar negeri untuk melindungi WNI, baik karena adanya permasalahan hukum, perang atau pemutusan hubungan diplomasi. Dalam hal ini, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negara setempat, yang merupakan bagian dari Kementerian Luar Negeri (Kemlu), berperan sebagai aktor penting dalam melindungi pelajar Indonesia.
Tentunya, basis data merupakan kunci utama bagi KBRI dalam memberikan upaya perlindungan kepada WNI. Sayangnya, hingga kini, masih banyak permasalahan teknis yang dihadapi oleh KBRI di berbagai negara dalam mendata seluruh pelajar di wilayahnya. Hal tersebut dikarenakan masih adanya pelajar (maupun WNI secara umum) yang kurang memahami program Lapor Diri milik Kemlu. Bahkan, masih banyak pelajar Indonesia di luar negeri yang menganggap bahwa dengan memperoleh visa dan mendaftarkan identitas ke kantor pemerintahan di negara tempat studi masing-masing berarti telah secara otomatis melaporkan alamat tinggalnya di luar negeri kepada pemerintah Indonesia. Untuk itu, sebelum keberangkatan, pemerintah Indonesia perlu memberikan pembekalan ataupun buku pedoman singkat mengenai hal-hal administrasi yang wajib dipenuhi oleh WNI saat sudah menetap di luar negeri, panduan saat terjadi kondisi darurat, dan lain-lain. Konsep pembekalan seperti ini sebenarnya telah tersedia untuk pelajar yang kuliah dengan jalur beasiswa LPDP, namun tidak untuk beasiswa lainnya.
ADVERTISEMENT
Dalam teknisnya, KBRI tidak hanya bertugas untuk memberikan perlindungan kepada WNI pelajar saja, tetapi juga WNI lainnya, misalnya pekerja. Sebenarnya, Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) yang fokus khusus terhadap permasalahan pelajar Indonesia di wilayahnya telah tersedia di beberapa negara. Namun, tidak semua negara memiliki Atdikbud meskipun jumlah pelajar di negara tersebut sangat banyak. Bahkan, dalam beberapa kasus, terdapat negara yang tidak memiliki KBRI, seperti Taiwan dan Yaman.
Dalam kasus Taiwan, berdasarkan data tahun 2016 saja terdapat lebih dari 4.000 pelajar Indonesia di wilayah tersebut dan angka ini terus meningkat setiap tahunnya. Dengan jumlah sebanyak itu dan kompleksnya berbagai isu yang dihadapi oleh pelajar di sana, tentunya permasalahan perlindungan pelajar di Taiwan tidak dapat lagi secara optimal diserahkan seluruhnya kepada KBRI Beijing. Di sisi lain, Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan. Untuk itu, usulan adanya Atdikbud khusus untuk pelajar di Taiwan dapat menjadi jalan tengah dari persoalan ini [8] .
ADVERTISEMENT
Selain itu, permasalahan pelajar Indonesia di luar negeri sebenarnya tidak hanya terjadi saat pelajar tersebut berada di luar wilayah Indonesia. Penipuan oleh agen pendidikan adalah contoh permasalahan yang terjadi sebelum keberangkatan. Pemerintah perlu membuat regulasi khusus untuk mencegah berbagai praktik penipuan yang dilakukan oleh agen pendidikan ilegal. Dalam hal ini, Kemlu perlu bersinergi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Inovasi (Kemdikbud Ristek) dan Kementerian Agama (Kemenag) (khusus dalam hal pengiriman pelajar ke negara-negara di Timur Tengah).
Dalam rekomendasi yang disusun oleh PPI Dunia [9] , salah satu usulan rekomendasi yang dapat dilakukan adalah dengan membentuk organisasi khusus terkait permasalahan pelajar di luar negeri yang sejenis dengan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan salah satu fungsinya adalah membuat daftar agen yang terdeteksi melakukan penipuan dan pemerasan kepada calon maupun pelajar luar negeri serta melaporkannya kepada pihak terkait.
ADVERTISEMENT
Mengingat tingginya kompleksitas isu-isu yang ada, pemerintah dirasa perlu untuk menyusun payung hukum tambahan yang secara spesifik membahas berbagai aspek perlindungan pelajar di luar negeri. Sejak tahun 2021, PPI Dunia telah menyusun naskah akademik RUU Perlindungan Pelajar dan menyerahkannya kepada Komisi I Dewan Perlindungan Rakyat (DPR) untuk selanjutnya dikaji lebih lanjut dan diharapkan sesegera mungkin dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas) [10] .
Terakhir, dengan semangat generasi muda untuk membangun bangsa di masa mendatang, sudah selayaknya pemerintah memberikan perlindungan yang layak kepada pelajar Indonesia yang sedang menimba ilmu di negara asing.
Penulis: Radityo Pangetu, Wakil Direktur Penelitian dan Kajian PPI Dunia 2021-2022, Kobe University, Jepang dan Tiara C. Gusman, Ketua Tim Perlindungan Pelajar PPI Dunia 2021-2022, Monash University, Australia
ADVERTISEMENT
Sumber:
ADVERTISEMENT