Konten dari Pengguna

Mahasiswa di Sudan Kesulitan untuk Kembali ke Indonesia

Muhammad Nasrullah Maruf
Pengajar di Pondok Pesantren Modern Daar El Istiqomah, Direktur Amal Usaha
7 Juni 2020 1:05 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Nasrullah Maruf tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Rapat Gabungan Mahasiswa yang dihadiri oleh 12 perwakilan kekeluargaan berkaitan dengan kondisi mahasiswa Indonesia di Sudan di Sekretariat PPI Sudan, Khartoum, Kamis (4/6). Foto: Muhammad Nasrullah
zoom-in-whitePerbesar
Rapat Gabungan Mahasiswa yang dihadiri oleh 12 perwakilan kekeluargaan berkaitan dengan kondisi mahasiswa Indonesia di Sudan di Sekretariat PPI Sudan, Khartoum, Kamis (4/6). Foto: Muhammad Nasrullah
ADVERTISEMENT
Sudah sejak tiga bulan lalu atau tepatnya pada awal maret 2020 pemerintah transisi Sudan memberlakukan lockdown, semenjak itu pula para mahasiswa yang tadinya berencana pulang ke Indonesia namun hingga saat ini Juni 2020 mereka belum juga bisa untuk terbang ke Tanah Air. Padahal, ada juga di antara mereka yang telah lulus dan sudah membeli tiket untuk kembali ke Indonesia semenjak beberapa bulan yang lalu.
ADVERTISEMENT
Bandara yang ditutup kecuali hanya untuk evakuasi dari pemerintah masing-masing negara dan keperluan logistik hingga pihak maskapai yang membatalkan penerbangannya juga menjadi salah satu sebab sulitnya mahasiswa untuk pulang ke Tanah Air, hal tersebut semakin hari semakin membuat lebih banyak lagi mahasiswa yang ingin meninggalkan Sudan, mereka berharap bisa terlebih dahulu pulang sampai keadaan Sudan kembali membaik.
Menurut survei yang dilakukan oleh Persatuan Pelajar Indonesia di Sudan sebanyak 2 kali, ada lebih dari 250 mahasiswa yang ingin pulang ke Indonesia. Meski begitu, hanya sekitar 40 mahasiswa yang siap secara finansial jika ada repatriasi atau evakuasi mandiri, sisanya sebagian besar dari mahasiswa mengharapkan pemerintah bisa membantu mereka untuk bisa kembali ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dikarenakan menipisnya keuangan mereka karena keluarga mereka di Indonesia pun ikut terdampak, selain itu mereka juga kesulitan untuk mendapatkan cash karena tidak adanya kerja sama antara bank Sudan dengan bank di Indonesia maupun di sebagian besar bank negara-negara lain di dunia yang kemudian diperparah dengan ditutupnya bandara serta penerbangan komersial hingga kini.
Selain itu lebih dari 250 mahasiswa ini juga menuliskan berbagai alasannya seperti faktor keamanan dengan semakin meningkatnya kejahatan terhadap warga asing khususnya kepada mahasiswa Indonesia yang beberapa waktu belakangan ini kerap dialami, puncaknya ketika dalam sehari tiga kasus pembegalan terhadap mahasiswa di tiga lokasi yang berbeda.
Kesulitan finansial juga membuat para mahasiswa berinisiatif mengirim proposal bantuan kedaerahnya masing-masing, sudah lebih dari 25 proposal bantuan dengan rekomendasi KBRI Khartoum yang dilayangkan kepada Pemprov asal masing-masing mahasiswa melalui organisasi kekeluargaan daerahnya, namun baru 3 kepala daerah yang terkonfirmasi sudah mengirim bantuan kepada mahasiswanya di Sudan.
Darurat kesehatan yang melanda Sudan juga menyebabkan banyak rumah sakit yang tutup secara total meski ada juga yang hanya membuka beberapa pelayanan seperti rumah sakit Dar Al Elaj di Ibukota Khartoum, sebagian rumah sakit lagi hanya menerima calon pasien yang prioritas, hal ini tak lain dikarenakan tidak siapnya rumah sakit di Sudan menerima pasien COVID-19 maupun karena kurangnya obat-obatan dan fasilitas untuk menunjang hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari Alsudanalaan, pimpinan rumah sakit Al-Atba yang berada tepat di jantung Ibu kota, dr. Asyraf Abdurrozaq, mengatakan beberapa waktu yang lalu bahwa dokter maupun perawat yang dinyatakan positif maupun suspect hanya melakukan isolasi mandiri dan tanpa adanya perawatan medis sedikitpun, bahkan perhatian sederhana dari pemerintah kepada mereka seputar kondisi dan psikologis tidak ada dari pemerintah Sudan.